Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang : 15 November 2020
Usai di sambangi Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin di kediaman Habib Rizieq Syihab di petamburan tanah abang Jakarta pusat terkait pelanggaran protokol Kesehatan dengan pemberian sanksi berupa denda administratif dalam acara maulid nabi Muhammad SAW dan acara pernikahan putrinya, disalah satu media online di baca : https://news.detik.com/berita/d-5255761/satpol-pp-dki-denda-habib-rizieq-rp-50-juta dalam percakapan dengan pihak satpol PP terlihat dengan jelas pejelasan beliau tidak mencerminkan seorang yang bisa menjadi panutan/tauladan. jangankan panutan, menjadi sosok negarawan pun sepertinya sangat jauh.
Seharusnya sebagai warga negara yang
baik apalagi sosok yang ditokohkan di organisasi massa yang besar FPI tidak
harus mengabaikan protokol Kesehatan yang Sudah menjadi ketentuan dan ketetapan
untuk di laksanakan, ini merupakan produk
hukum di negeri ini yang patut untuk
kita hormati Ketika kita mengaku sebagai warga negara yang taat akan hukum.
Negara kita ini adalah negara hukum, hukum sebagai panglima tentu harus kita
junjung tinggi selama itu Rule Of Law ( supermsi hukum, kedudukan
yan sama dimata hukum, terjainnya hak asasi manusia ) singkatnya mengandung
prinsip hukum.
Sangat naif rasanya melihat seorang
yang menjadi panutan bagi ummat muslim yang notabene adalah masrakat mayoritas
di negeri ini justru memberikan contoh yang kurang baik, negara seakan hanya
sebatas simbol begitupun dengan produk produknya, dibuat hanya untuk kemudian
di langgar, seakan dengan menunaikan sanksi semua akan terselesaiakan. Kesanya
menurut saya seperti itu….
Tentu kita semua bersepakat bahwa
ulama harus menjadi panutan dan harus di hargai namun Ketika perilaku ulama
tidak mencerminkan seorang ulama maka perilakunya itu harus dikecam keras
karena itu menyangkut tentang nama baik agama dan kredibilitas ulama khususnya.
Hal ini tentu juga tidak serta merta mengkanalilasi ulama punya perilaku buruk,
tapia da Sebagian yang menyandang ulama namum perilakunnya tidak pantas untuk
kita contoh.
Melihat kondisi ini saya melihat
pemaknaan akan kebebasan perpendapat, berserikat dan menyampaikan aspirasi
dalam konteks demokrasi seakan kebablasan. Apakah kita tidak tau bagaimana
berdemokrasi dan bernegara ataukah kita ini
hanya pura pura tidak tahu ? semua dikembalikan pada perikaku indvidual masing
masing bagaimana memaknai demokrasi dan bernegara itu yang tentunya dari sejak
kita menduduki bangku Sekolah Dasar (SD) kita telah diajarkan tentang bagaimana
hukum dan bagaimana negara dan bernegara itu.
Salam Demokrasi…!!!
0 comments:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahakn Kembali Dengan Sajian Opini Terbaru Narasi Muqrim