Minggu, 24 Januari 2021

ULAMA , DEMOKRASI DAN NEGARA

Oleh : Muhammad Muqrim

Bontang : 15 November 2020

Usai di sambangi Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin di kediaman Habib Rizieq Syihab di petamburan tanah abang Jakarta pusat terkait pelanggaran protokol Kesehatan dengan pemberian sanksi berupa denda administratif dalam acara maulid nabi Muhammad SAW dan acara pernikahan putrinya, disalah satu media online di baca : https://news.detik.com/berita/d-5255761/satpol-pp-dki-denda-habib-rizieq-rp-50-juta dalam percakapan dengan pihak satpol PP terlihat dengan jelas pejelasan beliau tidak mencerminkan seorang yang bisa menjadi panutan/tauladan. jangankan panutan, menjadi sosok negarawan pun sepertinya sangat jauh.

Seharusnya sebagai warga negara yang baik apalagi sosok yang ditokohkan di organisasi massa yang besar FPI tidak harus mengabaikan protokol Kesehatan yang Sudah menjadi ketentuan dan ketetapan  untuk di laksanakan, ini merupakan produk hukum  di negeri ini yang patut untuk kita hormati Ketika kita mengaku sebagai warga negara yang taat akan hukum. Negara kita ini adalah negara hukum, hukum sebagai panglima tentu harus kita junjung tinggi selama itu Rule Of Law ( supermsi hukum, kedudukan yan sama dimata hukum, terjainnya hak asasi manusia ) singkatnya mengandung prinsip hukum.

Sangat naif rasanya melihat seorang yang menjadi panutan bagi ummat muslim yang notabene adalah masrakat mayoritas di negeri ini justru memberikan contoh yang kurang baik, negara seakan hanya sebatas simbol begitupun dengan produk produknya, dibuat hanya untuk kemudian di langgar, seakan dengan menunaikan sanksi semua akan terselesaiakan. Kesanya menurut saya seperti itu….

Tentu kita semua bersepakat bahwa ulama harus menjadi panutan dan harus di hargai namun Ketika perilaku ulama tidak mencerminkan seorang ulama maka perilakunya itu harus dikecam keras karena itu menyangkut tentang nama baik agama dan kredibilitas ulama khususnya. Hal ini tentu juga tidak serta merta mengkanalilasi ulama punya perilaku buruk, tapia da Sebagian yang menyandang ulama namum perilakunnya tidak pantas untuk kita contoh.

Melihat kondisi ini saya melihat pemaknaan akan kebebasan perpendapat, berserikat dan menyampaikan aspirasi dalam konteks demokrasi seakan kebablasan. Apakah kita tidak tau bagaimana berdemokrasi dan bernegara ataukah  kita ini hanya pura pura tidak tahu ? semua dikembalikan pada perikaku indvidual masing masing bagaimana memaknai demokrasi dan bernegara itu yang tentunya dari sejak kita menduduki bangku Sekolah Dasar (SD) kita telah diajarkan tentang bagaimana hukum dan bagaimana negara dan bernegara itu.

Salam Demokrasi…!!!

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahakn Kembali Dengan Sajian Opini Terbaru Narasi Muqrim