Oleh : Muhammad MuqrimBontang, rabu 21 Juli 2021
Di indonesia dilarang orang berkomentar macam-macam tentang covid-19, itu pembungkaman juga (Pembungkaman Demokrasi), Pemerintah memanfaatkan covid untuk membungkam orang berkomentar (Kritik) padahal kritik itu membangun solidaritas. Pemerintah sedang mempraktekkan otoritradisme, dimana pemerintah hanya ingin mengendalikan opini dari dalam istana saja. "Rocky Gerung menanggapi pernyataan Luhut Binsar Panjaitan, melarang berkomentar macam macam tentang covid-19"
Itu adalah gambaran sekilas tentang dinamika berdemokrasi kita di bangsa ini, ditengah wabah pandemi virus covid-19 sedang melanda. Ada upaya untuk mencoba membungkam suara suara minoritas dimasyarakat yang merasa tidak mendapatkan manfaat atas segala bentuk kebijakan yang mengatur tentang penanganan pandemi covid-19 ini, tidak hanya itu saja. Bahkan kebijakan itu dinilai justru mendatangkan banyak sisi negatifnya dimata mereka para kritikus, pastinya terhadap pelaku pelaku usaha penggerak roda perekonomian skala kecil atau ekonomi kerakyatan.
Tidak hanya di pemerintah pusat hal seperti ini terjadi, bahkan di daerah pun demikian. Suara kritis masyarkat dibungkam dengan berbagai macam cara, pemerintah atau penguasa untuk menghindarkan dirinya sebagi pembungkam hak hak demokrasi masyarakat atau kaum minoritas (kelompok kritis), pemerintah atau penguasa menggunakan alat kekuasaannya yakni kelompok kelompok tertentu sebagai delegasi kekuasaannya atau perpanjangan tangannya membungkam suara suara kritis itu.
Pemerintah mungkin berfikir bahawa dengan memperlakukannya seperti ini tidak akan ada lagi suara suara kritis untuk menelanjangi kegagalan pemerintah dalam membangun dan mengelola kota ini. Upaya atau cara cara seperti ini (mengkriminalisasi) justru malah memantik semangat baru bagi kami sebagai pemerhati kebijakan publik untuk semakin massive mengkritik kebijakan kebijakan pemerintah yang seolah otoriter (Otoritarianisme) "Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu"
Kasus pemanggilan pak "Miswanto" yang kesehariannya berprofesi sebagai Ojol (ojek online) memprotes/mengkritisi kebijakan pemerintah soal penerapan PPKM Darurat di Kota Bontang terutama penyekatan jalan dalam kota yang bagi dirinya sangat dirugikan dan mematikan mata pencahariannya. Sementara dia sebagai tulang punggung keluarga, dirinya juga sedang menempuh pendidikan perkuliahan semester terakhir fakultas hukum universitas trunajaya bontang.
Bagi saya pak "Miswanto" adalah seorang sahabat dan sekaligus kawan diskusi, beliau saya kenal sebagai seorang pribadi yang sopan dan enak diajak berkomunikasi, beliau saya kenal disaat beliau sedang memperjuangkan nasib ratusan kepala keluarga yang nyaris menjadi korban kebisingan suara pabrik, pencemaran udara dan mungkin banyak lagi limbah limbah kimia lainnya seandainya beliau tidak tuntas berjuang saat itu menolak pembangunan pabrik NPK Claster di kelurahan Loktuan kecamatan Bontang Utara tepatnya di Area Pos 7 Loktuan.
Bentuk kriminalisasi terhadap dirinya sangat mencederai proses berdemokrasi di negeri ini, kritik dirinya terhadap kebijakan pemerintah hari ini dinilai sebagai ujaran kebencian yang seolah dirinya tidak senang dengan penguasa hari ini, padahal kritik tersebut selain sebagai bentuk protes atas kebijakan tidak memihak terhadap pelaku usaha UMKM termasuk Ojek Online (Ojol), sekaligus sikap protes dirinya sebagai korban langsung dari kebijakan tersebut.
Sikap anti kritik pemerintah hari ini sudah cukup membuktikan dengan kasus adanya upaya indikasi kriminalisasi dirinya "miswanto" di polres bontang 18 juli 2021 menjalani pemeriksaan atau di BAP dari sore pukul 15.00 sampai pukul 23.00 Wita. Bagi kami hal seperti ini bukanlah sebuah kendala dalam menuliskan artikel atau opini tentang sebuah kondisi sosial kemasyarakatan, begitu juga dengan kebijakan kebijakan pemerintah yang menurut kaca mata kami tidak memihak kepada kepentingan rakyat atau orang banyak.
Kritik ini juga tidak hanya untuk pemerintah saja selaku keterwakilan negara yang hadiri ditengah tengah masyarakat untuk menghadirkan rasa aman dan berkeadilan, termasuk pihak aparatur negara lembaga kepolisian republik indonesia dalam hal ini Polres Bontang selaku penyelenggara hukum dinegeri ini untuk mengedepankan serta memperhatikan hak hak demokrasi warga negara terkhusus di Kota Bontang yang kita cintai ini. Apalah artinya kita hidup berdampingan sesama anak bangsa untuk bernegara, namun kemudian kita sendiri justru tidak lagi taat dan patuh terhadap aturan - aturan sebagaimana tuntutan bernegara.
Terlepas dari terlalu vulgarnya kritik yg disampaikan, pemerintah dan orang2 disekelilingnya harusnya bisa melihat lebih jauh esensi dari kritik yg disampaikan tersebut..
BalasHapus