Kamis, 22 Juli 2021

KEKUASAAN OTORITER, INSTRUMENNYA DAN UU ITE 11/2008

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 22 Juli 2021

Kekuasaan atau pemerintahan otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu, kekuasaan ini pada era orde baru banyak dianut para penguasa penguasa kecil didaerah, mungkin juga karena saat itu penguasa negara ini memang mempraktekkan paham otoritarianisme dalam menjalankan pemerintahan.


Harusnya di era pasca reformasi tahun 1998 paham ini tidak lagi relevan dengan kondisi negara kita hari ini yang menganut paham demokrasi yang utuh, dimana kemerdekaan  berkumpul dan berserikat, menyampaikan pendapat dimuka umum baik lisan dan tulisan dijamin oleh undang undang 1945 pasal 28. Kebebasan berbicara adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian.


Meskipun belakangan masyarakat dunia maya atau media sosial diresahkan dengan lahirnya undang undang UU ITE atau Informasi Dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 10 tahun pasca Reformasi tersebut. Bagi penggiat demokrasi yang menganggap media sosial salah satu instrument demokrasi untuk menyampaikan pendapat masukan serta kritik atas kebijakan kebijakan publik di era digitalisasi merasa bahwa hak hak mereka mulai dikebiri oleh negara. Dan itu terbukti setelah undang undang ini diterapkan. Banyak para aktivis dijerat oleh pasal pasal ITE, pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong (Hoax) dan ujaran kebencian.


Eksistensi penerapan undang undang ITE yang dinilai para kalangan yang tergabung dalam tim kajian UU ITE di antaranya aktivis, praktisi bahkan pakar di bidang hukum, sosiolog,  cyber law, praktisi media sosial dan asosiasi pers misalnya, beberapa bulan lalu tepatnya 17 Maret 2021 kelompok ini hadir disebuah forum diskusi, dan dalam diskusi tersebut semua lebih fokus pada urgensi penerapan beberapa pasal pasal yang dinilai multi tafsir dan terkesan karet. Dengan adanya diskusi ini tentu akan lebih menyempurnakan undang undang ketik niatan presiden republik indonesia ingin merevisi undang undang yang lahir dimasa pemerintahan SBY saat itu di tahun 2008 sepuluh pasca reformasi digulirkan.


Perlunya pemahaman kita terhadap peraturan perundang undang itu sangat berpengaruh pada perilaku dan kita dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, begitu juga pemerintah didaerah penting untuk memahami peraturan perundang undangan itu sehingga dalam mengambil sebuah keputusan atau memutuskan kebijakan yang tidak "Debatable" oleh masyarakat khususnya yang memiliki disiplin ilmunya pada bidang itu. Tentu ketika kebijakan itu melahirkan perdebatan maka efeknya pasti mengarah pada sebuah bentuk kritik, dan ketika pemerintah itu anti kritik maka bisa dipastikan polemik itu akan menjadi berkepanjangan, asumsi publik tidak bisa dihindari karena ciri pemerintahan yang otoriter itu salah satunya adalah tidak mau di kritik (Anti Kritik).


Instrumen atau alat bentuk kekuasan otoriter itu tugasnya memberangus suara kritis, tidak hanya datang lingkaran kekuasaan atau pemerintah itu sendiri, tapi relasi personal, kelembagaan juga termasuk instrumen dan alat kekuasaan yang berkomitmen mengawal kekuasaan otoriter tersebut. Perintah langsung atau tidak langsung dalam memberangus para kritikus kebijakan atau performa seorang penguasa itu bukan masalah, yang pasti bekerja dulu sebagai pembuktian diri bahwa meraka satu barisan.


Pendelegasian itu sudah terbangun sejak awal, dan mungkin saja dibangun dalam bentuk sebuh komitmen apa dan dapat apa ?


Pemerintah Daerah  pelu memahami posisinya sebagai keterwakilan negara yang ada didaerah, tidak memiliki kesalahan saja kritik dari lawan politik pastinya ada, apalagi kalau pemerintah daerah salah dalam mengambil atau merumuskan sebuah keputusan atau kebijakan sudah barang tentu itu akan menuai kritikan. Penguasa harus lebih hati hati, biasanya kegagalan seorang penguasa itu bukan karena dirinya tapi lebih banyak karena ulah para orang orang yang ada di sekitar penguasa sendiri. Orang orang sekitaran penguasa cara berfikirnya praktis tidak sistematis, apalagi secara keilmuan atau disiplin ilmunya terkait perannya tidak ada.

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahakn Kembali Dengan Sajian Opini Terbaru Narasi Muqrim