Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 2 Agustus 2021
DIMANJAKAN DANA BAGI HASIL (DBH)
KATA devisit seolah menjadi momok yang menakutkan bagi kita sebagai penghuni kota ini. Seolah ini menjadi bahasa yang sengaja diciptakan dalam membangun mindset di masyarakat. Bahwa pemerintah saat ini tidak memiliki anggaran, sehingga kita tidak bisa menuntut banyak ke pemerintah akan perubahan kota ini, baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya.
Bontang dari tahun ke tahun ketika kita berbicara sumber keuangan daerah, bergantung dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan lain-lain. Dan itu sampai hari ini memanjakan kita sehingga untuk berfikir meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak dimaksimalkan.
Padahal ada banyak sektor yang kemudian bisa dikelola menjadi sumber PAD kota ini. Keberadaan dua perusahaan skala besar di Bontang, PKT Dan LNG Badak merupakan potensi besar yang kita miliki dan sangat kita harapkan untuk kemudian bisa bersinergi dengan pemerintah dalam rangka meningkatkan perekonomian perkotaan dan menciptakan ekonomi kreatif di masyarakat.
Pertanyaannya kemudian, potensi apa yang ada di PKT dan PT Badak LNG ? Pertama, di PKT hampir setiap hari kebutuhan karung untuk mengemas pupuk sangat besar dan praktis bahan serta material (karung jadi) didatangkan dari luar Kota Bontang. Yang sebenarnya masyarakat Bontang bisa memproduksi kebutuhan tersebut dalam skala rumahan atau kelompok.
Kedua, kebutuhan akan pakaian seragam (Alat Pelindung Diri/APD) yang cukup besar jumlahnya, baik itu di PKT maupun di PT Badak sangat memungkinkan untuk kemudian mampu mendorong peningkatan ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan penjahit lokal. Dan bahkan bukan sekadar penjahitnya saja yang kemudian diuntungkan, bisa ada sektor lain yang kemudian merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Begitupun dengan kegiatan kegiatan yang lain.
Masih banyak yang bisa dilakukan masyarakat Kota Bontang ketika kiranya pihak pemerintah dan perusahaan bisa bersinergi dan memikirkan Bontang kedepan dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan.
Kita sama-sama menyadari bahwa kondisi hari ini begitu sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan walaupun itu hanya serabutan. Apalagi menjadi karyawan perusahaan, sangat susah saat ini.
Di beberapa waktu terakhir banyak kejadian atau gejolak sosial kemasyarakatan yang kita rasakan dan kita lihat sendiri. Kejadian maraknya penjualan narkoba, pencurian dan lain-lain merupakan dampak dari pada kondisi perekonomian kita saat ini.
Sekiranya kejadian kejadian seperti ini tidak bisa dianggap sepele dan kejadian biasa saja. Kejadian seperti ini harus menjadi barometer serta motivasi pemerintah untuk kemudian membuat langkah konkrit mengatasi problematika sosial tersebut.
Tidak ada alasan untuk pemerintah tidak melakukan perubahan dan berfikir kreatif dalam menciptakan iklim usaha kecil yang berorientasi dan berbasis kerakyatan dengan melibatkan pihak perusahaan yang ada di Kota Bontang.
LALAI MEMAKSIMALKAN POTENSI KELAUTAN
BONTANG secara geografis terletak 117023’ Bujur Timur sampai 117038’ Bujur Timur serta di antara 0001 Lintang Utara dan 0012’ Lintang Utara. Menempati wilayah seluas 497,57 km2, wilayah Kota Bontang didominasi oleh lautan dengan luasan 349,77 km2 (70,30 %), sementara wilayah daratan hanya 147,8 km2 (29,70%) saja. (sumber BLOG BONTANG)
Apa artinya?
Potensi maritim (kelautan) Bontang secara geografis sangat besar. Pertanyaannya kemudian, apakah pemerintah sudah melakukan atau mengoptimalkan sektor kelautan dalam rangka mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Dan kemudian menjadikan sebagai ujung tombak pergerakan atau peningkatan ekonomi kerakyatan.
Ada beberapa sektor yang bisa dikelola oleh pemerintah dari potensi kemaritiman yang kita miliki, di antaranya adalah pariwisata dan hasil perikanan. Memang tidak mudah kemudian dengan serta merta melakukan atau mengimplementasikan setiap gagasan yang ada, baik yang datang di internal pemerintah sendiri ataupun gagasan dari luar pemerintah.
Perlu sebuah regulasi yang kemudian menjadi dasar untuk mengimplelentasikan gagasan-gagasan tersebut. Tinggal bagaimana pemerintah, dalam hal ini eksekutif dan legislatif bersinergi untuk kemudian melahirkan produk hukum. Apakah itu bentuknya perda ataupun perwali sehingga apa yang menjadi nawacita pemerintah untuk lebih memaksimalkan sektor kelautan bisa direalisasikan.
Beras Basah misalnya. Salah satu potensi wisata yang begitu dikenal bukan hanya daerah tetangga namun juga di luar Pulau Kalimantan. Harus ada keseriusan pemerintah untuk kemudian mengelola daerah wisata ini secara profesional, sehingga pundi-pundi PAD Kota Bontang bisa dimaksimalkan.
Bukan hanya Beras Basah, pun demikian dengan Bontang Kuala yang begitu dikenal sebagai tempat wisata kuliner dan permukiman warga di atas laut. Dan banyak lagi potensi wisata kita dari sektor kelautan yang bisa digali, Sungai Belanda, Pulau Segajah dan lain lain.
Begitupun dengan perikanan kita yang begitu potensial. Bukan rahasia lagi bahwa ikan hasil tangkapan nelayan Bontang banyak disuplai ke luar daerah seperti Samarinda dan Balikpapan dan sekitarnya. Hanya saja ini tidak berdampak positif bagi pemerintah maupun masyarakat. Yang pada dasarnya dari sumber ini bisa mendorong ekonomi kerakyatan kita di sektor kemaritiman. Bahkan keduanya bisa diintergrasikan dengan pariwisata kuliner.
Bontang memiliki beberapa pelabuhan yang menjadi perputaran ekonomi nelayan, yakni Pelabuhan Tanjung Limau, Pelabuhan Berbas (Prakla), dan Tanjung Laut. Tapi hampir bisa dipastikan bahwa perputaran ekonomi tersebut tidak sama sekali berdampak pada peningkatan ekonomi kerakyatan beserta peningkatan PAD Kota Bontang.
Padahal, ketika pemerintah bisa memaksimalkan pengelolaannya, sesungguhnya sumber-sumber inilah kemudian bisa menjadi pundi-pundi PAD serta mengintegrasikan pada peningkatan perekonomian yang berbasis kerakyatan dari sektor maritim.
Belum lagi bicara tentang rumput laut yang notabene hasil budidaya petani rumput laut ini dikategorikan sebagai rumput laut terbaik (super). Ini juga merupakan potensi yang besar untuk bisa menjadi pendorong kebangkitan ekonomi kita. Namun lagi-lagi semua kembali ke pemeritah, apakah ada keseriusan untuk kemudian keluar dari persoalan saat ini.
Dari tulisan pertama dan kedua saya, jelas bahwa Bontang memiliki potensi yang besar dan luar biasa. Yakni, sektor industri dan kemaritiman untuk bisa keluar dari kegelisahan ini. Dukungan politik sangat berpengaruh besar dalam pengambilan kebijakan. Pemerintah dalam hal ini eksekutif dan legislatif harus bisa bersinergi untuk kemudian merumuskan regulasi dalam rangka keluar dari persoalan ini.
Lagi lagi, jangan tergantung akan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan lain lain. Jika ingin dikatakan berhasil. Pemeritah harus lebih visioner dan kreatif untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggali potensi-potensi yang ada.
ALOKASI ANGGARAN YANG TIDAK TEPAT SASARAN
MEMASUKI pertengahan tahun 2016, kondisi keuangan daerah di Kaltim mengalami penurunan begitu drastis, tidak terkecuali Kota Bontang. Bontang pada 2016 APBD ditetapkan di angka Rp 1,9 triliun saat masa pemerintahan Adi Darma. Menjadi Rp 1,2 triliun di masa pemerintahan saat ini, Neni Moerniaeni setelah dilakukan rasionalisasi beberapa kali. Bahkan pada pembahasan APBD 2017 makin menurun hingga mencapai Rp 800 miliar.
Penyebab utama, berkurangnya anggaran transfer ke daerah diakibatkan dana transfer pusat yang masuk dalam kategori dana bagi hasil (DBH) migas dan lain lain tidak sesuai harapan yang tadinya diasumsikan sepenuhnya berjalan normal bahkan diprediksi bisa meningkat, justru malah berkurang drastis.
Bontang yang tergolong minim pendapatan asli daerah (PAD), sangat merasakan dampak dari pengurangan tersebut. Pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, belanja pegawai baik negeri maupun honorer ikut pula merasakan dampak tersebut, bahkan masyarakat pun demikian.
Ditambah meningkatnya jumlah pengangguran serta minimnya lapangan pekerjaan menambah sempurnanya gejolak sosial masyarakat yang melanda Kota Bontang yang kita cintai ini. Tidak bisa dipungkiri maraknya penggunaan narkoba, meningkatnya kriminalitas yang terjadi di masyarakat merupakan dampak yang nyata dari semua itu.
Apakah kita mau terus menerus berada dalam kondisi seperti ini?. Saya kira semua tidak menginginkan itu.
Dari tahun ke tahun memang kita senantiasa dimanjakan oleh dana transfer pada dana bagi hasil.
Pembangunan infrastruktur yang dialokasikan dari dana tersebut semestinya sudah bisa mengurai persoalan kekinian dimana ekonomi kerakyatan begitu lesu dan bisa dikatakan tidak ada peningkatan.
Banyak pembangunan yang terkesan mubazir dan tidak tepat sasaran, misalnya pembangunan GOR yang ada di Sekambing yang saat ini menjadi beban pemerintah dalam hal pemeliharaan.
Pembangunan gedung PAUD di belakang kantor DPRD Bontang, yang sampai saat ini tidak di fungsikan. Pembangunan bumi perkemahan yang saat ini mangkrak dan entah sampai kapan kelanjutan pembangunannya yang dimana pembangunan tersebut mulai dari kepemimpian Bapak Sofyan Hasdam hingga kepemimpinan Bapak Adi Darma yang dialokasikan dari anggaran tersebut.
Seharusnya masa pemerintahan sebelumya mendorong pembangunan yang berbasis kemaritiman berdasarkan potensi yang kita miliki yang kemudian mampu mendorong perekonomian dan meningkatkan PAD.
Di masa pemerintahan sekarang, kita tidak inginkan ada pembangunan infrastruktur yang nantinya terkesan mubazir dan tidak memiliki dampak yang nyata akan peningkatan ekonomi kita. Perlu sebuah pengawasan dan kontrol semua pihak sehingga anggaran yang minim bisa membawa kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah harus mampu mengurai persoalan yang terjadi saat ini, sehingga produk kebijakan dalam hal ini pengalokasian anggaran betul-betul tepat sasaran, sehingga gejolak sosial di masyarakat tidak terjadi seperti saat ini. Dimana protes masyarakat hampir setiap kita membuka media sosial, media pemberitaan cetak, tv dan online selalu kita temui baik secara personal maupun secara kelembagaan.
Perlu ada sebuah langkah nyata yang dilakukan pemerintah sehingga semua elemen masyarakat bisa secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pengawasan penggunaan anggaran. Meskipun dalam aturannya, pemerintah adalah sepenuhnya pengguna anggaran yang dilindungi oleh undang undang.
Langkah tersebut yang saya maksud adalah transparansi publik dalam hal penggunaan anggaran dengan cara membuat kalender APBD yang kemudian bisa secara langsung diawasi oleh masyarakat. Sehingga masyarakat juga merasa bahwa pemerintah begitu terbuka, yang kemudian menimbulkan rasa saling memiliki.“Massolongpawo, mangelle, Wae Pasang”. Yakni, “Kebijakan dari atas dipertemukan dengan aspirasi dari bawah”. Ibarat air yang tercurah dari atas sebagai air hujan yang bertemu dengan luapan air dari bawah yang menggenang merata sebagai air pasang. (Lontara Attoriolong Luwu).
Cukup pemerintahan sebelumnya yang kemudian melakukan kesalahan, pemerintahan saat ini harus lebih visioner, kreatif dalam membangun kota ini dalam kondisi defisit, dengan memaksimalkan anggaran dengan mendorong peningkatan PAD melalui ekonomi kerakyatan dan potensi lainnya.
POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG PERLU DI KEJAR.
SAAT ini jenis pajak yang dimiliki Badak LNG masih termasuk dalam kategori PBB Sektor Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan (PBB P3), PBB P-3 itu dianggap bagian dari sektor industri hulu, dan pajaknya dibayarkan dipusat, jika PBB P-3 diubah menjadi PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), sektor itu bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Objek PBB P-2 sendiri adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Hal itu juga bisa didasari dengan payung hukum Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah. Yaitu PBB yang masuk dalam lingkup kabupaten/kota. Area kilang Badak LNG sendiri masuk dalam kawasan Kota Bontang.
Dalam undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ada peluang untuk mendapatkan hak tersebut ketika pemerintah daerah serius dalam mengawal hal tersebut. Esensinya adalah pemerintah bisa bersandar di kewenangan otonomi daerah, itu yang lebih jelas.
Tidak hanya perusahaan penghasil minyak dan gas ini, perusahaan besar lainnya juga demikian misalnya PT. Pupuk Kalimantan Timur. Saya kira disana juga banyak potensi yang pendapatan asli daerah yang perlu kita kejar yang seharusnya masuk dikas daerah tapi itu masuk dikas negara.
Ditengah pandemi memang banyak sumber sumber pendapatan asli daerah yang kontribusinya menurun signifikan, tapi masih banyak sumber sumber lain yang perlu digali dan dimaksimalkan oleh pemerintah daerah kota bontang untuk menutupi kebocoran pendapatan asli daerah dari sektor tadi. Diperlukan sebuah kekompakan secara kelembagaan didaerah untuk bisa memaksimalkan upaya menutupi kebocoran tersebut, baik lembaga, legislatif, lembaga kemasyarakatan dan lembaga lembaga lain. Bapenda sebagai leading sektor atau sektor basis yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi daerah dan kemadirian fiskal daerah baik dari segi kontribusi maupun daya saingnya.
" Ketika pemerintah saat ini tidak mampu keluar dari persoalan ini, maka saya katakan pemerintahan saat ini adalah pemerintahan yang gagal. Begitu besar harapan masyarakat saat ini dengan kepala pemerintahan yang baru, bisa membawa Kota Bontang ini lebih sejahterah "