Selasa, 24 Agustus 2021

KEJAKSAAN NEGERI BONTANG JADI SOROTAN PUBLIK DAN MEDIA, KASUS JALAN DI TEMPAT

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang,24 Agustus 2021

 " Penetapan Status Tersangka Mantan Direktur PT. Bontang Transport Tanda Tanya,  Kemungkinan Besar Ada Kekeliruan  "


Korupsi adalah semua perbuatan atau tindakan yang diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tindakan yang dimaksud adalah : Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (Pasal 2), Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara ( Pasal 3 ), Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11), Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10), Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12), Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7), Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C)


Akhir akhir ini Kejaksaan Negeri Kota Bontang menjadi sasaran pemberitaan media, baik online maupun cetak yang ada di Kota Bontang khususnya, tanpa terkecuali civil society, Kinerja aparat hukum di internal kejaksaan negeri menjadi sorotan paling utama, mulai dari lambannya penyelesaian kasus atau perkara yang berproses di kejaksaan, terkhusus dua kasus dugaan tindak pidana korupsi yang saat ini semetara berjalan yakni kasus yang sama sama memiliki akar persoalan yaitu penyalah gunaan dana penyertaan modal dari pemerintah Kota Bontang yang pertama adalah kasus penyertaan modal PT. Bontang Migas Energi Dan Perusda AUJ Kota Bontang senilai 17,2 Milyar ditahun 2014-215.


Terkhusus kasus Perusda AUJ Kota Bontang, Entah pertimbangan seperti apa dari pihak kejaksaan negeri Kota Bontang kasus yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar 8 milyar ini menurut informasi diberbagai pemberitaan sudah masuk tahun kedua belum juga dituntaskan atau di limpahkan ke pengadilan untuk segera diadili ketika memang dalam sangkaan tersebut sudah memenuhi 2 alat bukti,  Baru baru ini penetapan status 5 tersangka baru dalam dugaan penyalah gunaan dana penyertaan modal ke Perusda AUJ Bontang, salah satunya adalah direktur bontang transport yang mendapatkan kucuran dana tersebut  sebesar 1 miliyar rupiah terkesan aneh, setelah sekian lama kasus ini bergulir (setahun lebih) baru kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Anehnya lagi surat pemberitahuan penetapan tersangka hingga hari ini belum diterima yang bersangkutan, sementara dimedia pemberitaan sudah dipublish status baru yang bersangkutan. ( Prosesnya Tidak Sesuai Hukum Acara "Formil" )


Di seretnya mantan Direktur Bontang Transport masuk dalam pusaran dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal ini diawali dengan dugaan bersangkutan tidak membuat laporan pertanggung jawaban atas penggunaan dana sebesar 1 milyar tersebut, yang kemudian dianggap sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang undangan, padahal menurut informasi dari bersangkutan bahwa pada tahun yang berjalan dimana penyertaan modal itu dilakukan ke PT. Bontang Transport ditahun itu juga mereka intens secara berkala memberikan laporan, bahkan laporan pertanggung jawaban itu kemudian dijadikan sebagai materi pemeriksaan BPK atas dugaan adanya kerugian negara. Kemudian pada fakta persidangan pun juga mantan direktur perusahaan daerah kota bontang dandi memberikan keterangan bahwa memang laporan itu ada tapi tidak pernah sampai kedirinya. Artinya bahwa bagian keuangan tidak menyampaikan laporan pengunaan modal 1 milyar tersebut oleh PT. Bontang Transport kepada direktur utama merupakan fakta bahwa laporan itu ada, bukan tidak ada seperti yang disangkakan tersebut, Berdasarkan informasi dari bersangkutan bahwa hasil pemeriksaan atau laporan Hasil Periksaan (LHP) BPK mengatakan bahwa tidak terjadi kerugian negara dalam penggunaan dana penyertaan modal sebesar 1 milyar ke PT.  Bontang Transport ( Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK harus di publish, biar publik tau seperti apa dan sejauh mana tahapan kasus ini)


Begitupun dengan sangkaan rangkap jabatan yang diberitakan di media online terhadap mantan  direktur PT. Bontang Transport, hal tersebut juga setelah melihat dokument terkait SK yang mengangkat dirinya menduduki jabatan yang disangkakan itu tidak ada tumpang tindih soal waktu, dan ketiga SK tersebut di buat secara terpisah dan tahun yang beda, kemudian dikatakan rangkap jabatan, saya kira itu keliru. Kecuali dalam pengangkatan dirinya menduduki sebuah jabatan di buatkan surat keputusan yang sekiranya masa periode jabatan sebelumnya belum selesai kemudian di buatkan surat keputusan baru menduduki jabatan lain. Itu baru bisa dikatakan sebagai rangkap jabatan. Adapun terkait pengembalian anggaran yang dimaksud terkait dengan adanya kerugian negara itu juga tidak benar, mantan direktur PT. Bontang Transport tidak pernah mengembalikan dana terkait dengan sangkaan tindak pidana korupsi, namun pada tahun 2017 dirinya menyerorkan Dividen kas daerah, setoran dividen inilah yang di anggap pengembalian dana atas sangkaan kerugian negara akibat perbuatan tindak pidana korupsi yang disangkakan, dan itu ada bukti setoran dividen dipegang oleh yang bersangkutan.


Seharusnya sejak awal kasus ini bisa diselesaikan ketika memang dalam hasil pemeriksan atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)  BPK terdapat kerugian negara, Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, namun dugaan saya dalam hasil audit dan pemeriksaan BPK tidak ditemukan adanya kerugian negara sehingga pihak penyidik menggunakan metode lain dalam mengungkap dan membuktikan dugaan kasus tindak pidana korupsi ini, sehingga kesannya jalan ditempat satu tahun terakhir,  Pasal 10 ayat (2) UU BPK menyatakan bahwa penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK dan Pasal 11 huruf c UU BPK menyatakan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. 


Pihak kejaksaan harusnya bisa lebih transparan terhadap segala bentuk proses dan tahapan penanganan kasus ini, sehingga publik tidak dibingungkan dengan molornya penanganan kasus tersebut yang dimaksud. Anehnya dalam penetapan tersangka tidak disebutkan berapa nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh yang bersangkutan, kemudian untuk menetapkan kerugian negara tersebut tentunya rujukan aparat penegak hukum adalah hasil pemeriksaan dan audit BPK karena secara kewenangan BPKlah yang menetapkan adanya kerugian negara.


Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 19 yang terdiri dari 2 (dua) ayat mengatur sebagai berikut: Ayat (1) Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan keapda lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Ayat (2) laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


Sementara Undang Undang  14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik  Pasal 7 ayat 3 berbunyi  badan publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi pengelolaan informasi publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah, sedangkan di pasal 9 ayat 3 mengatakan kewajiban menyebarluaskan informasi publik sebagaimana yang disampaikan pada ayat (1) dengan cara mudah dijangkau oleh masyarakat dengan bahasa yang mudah dipahami.


Pertanyaannya dimana hasil audit dan pemeriksaan BPK Tersebut ?


Berapa kerugian negara yang ditimbulkan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK ?


Kemudian keterkaitan dengan hasil pemeriksaan inspektorat pertanggal 30 Juni 2016 tentang 3 (tiga) aset milik BUMD Perusda AUJ Kota Bontang kendaraan roda empat Kijang Inova, Honda Jazz dan BMW yang tidak diketahui keberadaannya dan di anggap menimbulkan kerugian negara sebesar 439 juta, kemudian di alamatkan ke pada mantan direktur bontang transport. 


Jelas dalam fakta persidangan terpidana mantap direktur perusda AUJ mengakui adanya serah terima 3 ( tiga) unit yang dimaksud bahkan yang bersangkutan (direktur bontang transport) punya dokument serah terima asset milik perusda tersebut dari bontang transport ke perusda AUJ, masing masing bertanda tangan, berdasarkan fakta persidangan dan adanya dokumen serah terima asset tersebut dari bontang transport ke perusda AUJ itu, apa yang dimaksud dalam hasil pemeriksan inspektorat pertanggal 30 juni 2016 soal tidak diketahuinya keberadaan 3 unit kendaraan tersebut menurut saya gugur dengan sendirinya. Dan perlu diketahui bahwa tidak ada keterkaitan dengan penyertaan modal 1  miliyar ke PT. bontang transport dengan 3 unit kendaraan tersebut, karena pembelian 3 unit kendaraan tersebut berlangsung di tahun 2012 sementara penyertaan modal dari pemerintah ditahun 2014-2015, jadi 3 unit kendaraan tersebut sudah ada sebelum penyertaan modal dari pemerintah tersebut.  Substansi perkaranya tidak masuk ketika 3 unit mobil itu dikaitkan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana penyertaan modal.


Melihat kondisi penegakan hukum kita saat ini terkhusus di Kota Bontang, sangat memprihatinkan, tidak hanya pada persoalan penegakan supremasi hukumnya yang kesannya bermasalah tapi tentu implikasi terhadap individu yang disangkakan terhadap kasus tertentu secara psikologi sangat terganggu, ketika prosesnya jalan ditempat seperti gambaran diatas yang bisa sampai 2 tahunan tidak juga masuk pada rana persidangan, terutama bagi keluarga pastinya, cibiran orang lain tentu tidak bisa dihindari ketika masyarakat mengetahuinya apalagi kasus korupsi. Kemudian setelah berjalan setahun lebih ditetapkan statusnya sebagai tersangka, begitu panjang tekanan psikologi yang di dapatkan.

Hukum pada prinsip dan esensinya hadir  untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, baik yang terbukti melawan hukum maupun yang belum terbukti melawan hukum. Penegak atau aparat Hukum tentunya perlu mempertimbangkan banyak hal dalam menangani setiap perkara dugaan melawan hukum diataranya Hak asasi manusia,  kearifan lokal dan tentu norma norman lain yang menyangkut soal kehiduapan sosial kemasyarakatan. Korupsi memang adalah kejahatan atau tindak pidana yang tergolong berat dinegeri ini, namun dalam penetapan seseorang sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi ada tahapan dan mekanisme yang patut dihormati setiap warga negara republik indonesia termasuk aparatur penegak hukum tentunya.


Kita semua tentunya sepakat bahwa korupsi yang sudah menjadi sebuah budaya laten dan menggurita dinegeri ini sampai keakar rumput adalah musuh kita bersama, dan tentunya sebagai masyarakat sipil kita wajib memberikan dukungan moral bahkan moril kepada para aparatur penegak hukum kita, entah itu ditingkat pusat, regional maupun lokal. Itu juga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam mewujudkan supremasi hukum yang berkeadilan dinegeri ini. Begitupun sebalikanya aparat penegak hukum tentunya harus bisa bersinergi dengan masyarakat dalam menuntaskan pekerjaan berat ini, transparansi, keterbukaan informasi tentunya menjadi hal penting dalam sinetgitas ini.

Next...!!!

Sabtu, 14 Agustus 2021

BANYAK PENERIMA BANTUAN UMKM, BUKAN BAROMETER KEBERHASILAN PEMULIHAN EKONOMI MASA PANDEMI.

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang,14 Agustus 2021

" Kuantitas Yes Kwalitas Belum Tentu Yes " 


Secara kuantitas harus diakui bahwa penambahan jumlah pelaku UMKM dari tahun ketahun pasti bertambah, indikatornya jelas terjadinya pertambahan ini, berikut beberapa indikatornya :

  1. Kemudahan membuat surat keterangan usaha melalui link yang disediakan pemerintah menjadi salah satu faktornya.
  2. Sumber bantuan yang tidak hanya dari pemerintah daerah tapi termasuk pemerintah pusat yang mudah diakses para pelaku.
  3. Kondisi pandemi salah satunya mendorong para pelaku usaha rumahan tadinya yang tidak memiliki keterangan usaha dan terdaftar di instansi terkait tergerak melegalkan usahanya sekaligus untuk mengakses bantuan itu tadi.
  4. Kebijkan Pemberlakuan PPKM  yang membatasi ruang gerak para pelaku usaha mengambil inisiatif untuk melegalkan usahanya untuk tambahan modal utama termasuk infrastruktur untuk beralih strategi dengan metode penjualan  online.

Kalau melihat data pelaku UMKM tahun 2020 yang hanya di angka 8.900, kemudian di juni 2021 ini ada 16.292 secara persentase kenaikan di sekitaran 50% tentunya.

Tahun lalu besaran yang diterima dari BLT  BPUM untuk UMKM cukup signifikan secara besaran nilai karena tahun lalu setiap penerima masing masing mendapatkan 2,4 juta rupiah, kalau kita total secara keseluruhan penerima ditahun 2020 banyaknya 8.900 penerima x Rpm 2.4000.000 = Rp. 21.360.000.000 (dua puluh satu milyar tiga ratus enam puluh juta rupiah )

Tahun ini kalau dilihat dari kuantitas atau jumlah penerima,  lebih besar dari tahun sebelumnya tapi total akumulasi yang diterima lebih rendah dibanding tahun sebelumnya karena tahun ini jumlah bantuan yang diterima setiap pelaku usaha hanya 1.2 juta rupiah. 16.292 penerima x Rp. 1.200.000 = Rp. 19.550.400.000.

Angka ini tidak bisa dimanipulasi, angka ini cukup signifikan untuk kota kecil seperti bontang dalam rangka pemulihan ekonomi ditengah pandemi. Pertanyaannya,  Sejauh mana pemerintah daerah mengawasi para pelaku usaha UMKM untuk mewujudkan pemulihan ekonomi tadi itu ? Itu yang penting pada program ini. 

Kalau hanya sekedar menyediakan formulir dan melakukan verifikasi calon penerima bantuan serta mendistribusikan bantuan, tidak hanya instansi pemerintah yang bisa melakukan hal hal seperi  itu, bahkan lembaga sosial, swadaya masyarakat bisa melakukan hal tersebut, cuman yang membedakan adalah bentuk tanggung jawab serta kewenangan.

Semestinya memasuki tahun 2021 geliat UMKM ditengah pandemi yang di klaim terjadi peningkatan 94%  secara kuantitas mestinya dibarengi kualitas dan asas manfaat juga tentunya. Justru klaim pemerintah ini terlalu terburu buru, harusnya disaat memaparkan program ini, tentunya tidak hanya dijelaskan dari sisi jumlah penerima saja, klasifikasi usaha, output, dan seperti apa bantuan ini bisa menjadi salah satu pilar ekonomi bangsa hari ini yang sedang dilanda pandemi covid-19.

Pemerintah daerah harus lebih progresif dan inovatif dalam merumuskan strategi bagi  para pelaku usaha UMKM ini, sebagai bentuk tanggung jawab dalam rangka mewujudkan pemulihan ekonomi masa pandemi pemerintah wajib hadir mengawal dan mengawasi jalannya program ini, jangan kesannya seperti menggugurkan kewajiban saja kepada pemerintah pusat, bahwasanya bontang sukses meningkatkan para pelaku usaha UMKM secar kuantitas, tapi secara kwalitas dan asas kemanfaatan bantuan tersebut tidak.

Jangankan kontribusi pemulihan ekonomi secara nasional untuk lokal saja tidak kelihatan seperti apa dan bagaimana bentuk kontribusinya, ini yang penting menjadi perhatian pemerintah daerah, tidak hanya Kota Bontang, Mungkin tidak hanya Kota Bontang yang mengalami hal demikian, kota dan kabupaten lain mungkin saja mengalami hal yang sama. Cuman data yang disuguhkan terkait penerima ditahun 2020 dan 2021 data kota bontang, saya meyakini bahwa persoalan dan dinamika yang dihadapi setiap daerah dimasa pandemi terkait dengan UMKM kurang lebih sama dan lagi lagi daerah kurang peka terhadap persolan ini.

Padahal persoalan ini bukan hanya persoalan yang dihadapi pemerintah daerah tapi ini juga adalah persoalan krusial pemerintah pusat dalam rangka menyelamatkan perekonomian bangsa, terkhusus dimasa pandemi saat ini. Bersyukur bangsa ini berhasil keluar dari resesi ekonomi pada kuartal II tahun 2021 ini, dimana pertumbuhan ekonomi melejit naik diangka 7.07 persen secara tahunan ( Year On Year / YOY)  capaian ini menjadi titik balik dimana kuartal sebelumnya masih mencatat kontraksi -0,74 persen.

Sabtu, 07 Agustus 2021

16 M SUMBER KEUANGAN DARI DAK DI DUGA BERMASALAH, POKJA PEMILIHAN DAN PPK SAMA SAMA KECOLONGAN.

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 7 Agustus 2021


Tahapan seleksi dan pemilihan calon rekanan pengerjaan pembangunan jalan lingkungan kampung nelayan selambai kelurahan loktuan (DAK Integrasi) telah usai, dan dokumen hasil pemilihan sudah disampaikan ke pihak OPD selaku pengguna anggaran untuk tahapan lebih lanjut yakni tahapan penandatanganan kontrak dan sebagainnya.


Setelah dikonfirmasi ke pihak OPD ternyata kontrak sudah ditanda tangani, sekitar seminggu yang lalu. Berdasarkan pantauan dari berbagai sumber ternyata ada kesalahan dalam kualifikasi dokumen, ada dugaan memanipulasi dokumen kualifikasi, Kalau kita melihat kesamaan dokumen dari website perusahaan tersebut, dan website LPJK sendiri dengan dokumen hasil penetapan pokja dalam berita acara pengumuman pemenang maka bisa dipastikan bahwa dokumen itu sengaja di manipulasi atau dirubah. Secara spesifik bisa diperhatikan pada redaksi judul kegiatan dan tahun pelaksanaan kegiatan disitu ada perbedaan, sementara untuk pemberi kerja, nomor surat dan nilai kontrak tidak ada perbedaan sama sekali.


Pertanyaannya adalah apa motifasi dan modus memanipulasi judul dan tahun kegiatan tersebut ?


Ternyata pada syarat kualifikasi nomor 9 diterangkan bahwa  memiliki pengalaman paling kurang 1 (satu) pekerjaan kontruksi dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir baik dilingkup pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman subkontrak, kecuali bagi pelaku usaha yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun. Kalau kita berangkat dari syarat ini maka motifasinya merubah tahun yang harusnya 2016 menjadi 2017 supaya perusahaan ini bisa lolos secara administrasi sesuai yang dipersyaratkan memiliki pengalaman 4 tahun Terakhir.


Kalau melihat kejadian ini pokja ULP sepertinya kecolongan, ini manusiawi tapi harusnya pada tahapan penanda tanganan kontrak kesalahan ini tidak seharusnya terulang, ketidak hati-hatian PPK dalam memeriksa dokumen perusahaan calon rekanan tentunya menimbulkan pertanyaan baru, kenapa bisa demikian ? 


Apakah dalam memeriksa dokument itu tidak membandingkan dengan dokumen yang di upload di portal ULP dengan dokumen asli atau bagaiamana ?


Harusnya secara kewenangan PPK seyogyanya melakukan pembanding, sebagai bentuk klarifikasi langsung baik dari sisi dokumen maupun kepada pemberi kerja sesuai dokumen yang upload di portal ULP, dan yang diserahkan oleh pihak pokja kepada OPD pasca pemilihan atau lelang. Kecolongan yang kedua kalinya ini juga menegaskan bahwa adanya tindakan ketidak hati - hatian para pihak baik Pokja Pemilihan maupun OPD dalam hal ini PPK memastikan dokumen tidak ada masalah.


Sebagai rujukan masalah, harusnya para pihak berkaca pada kasus cleaning service dimana disana ada dugaan manipulasi dokumen yang dipersyaratkan sehingga kegiatan tersebut diputus secara sepihak berdasarkan temuan pasca penetapan pemenang, dan penanda tanganan kontrak kerja antara rekanan dan pemberi kerja. 


Semoga dengan adanya tulisan ini, permasalahan ini bisa di urai benang kusutnya, sehingga dalam menciptakan sebuah pemerintahan yang bersih "clean governance dan Good Governance"  pemerintahan yang baik bisa kita wujudkan, paling tidak belajar dari kesalahan atau kejadian masa lalu.

Kamis, 05 Agustus 2021

MENDOMPLENG DI NOMENKLATUR LAMA, KEBIJAKAN TURUNAN SEPERTINYA SALAH KAPRAH LAGI (Bagian Ke-2)

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 5 Agustus 2021

Serupa Tapi Tak Sama (Sumber Berbeda Tapi Peruntukan Sama)


Alokasi anggaran penanganan covid 19 tahun 2021 menjadi perdebatan yang tiada akhirnya baik dilingkup pemerintahan sendiri begitupun di ruang publik, tentu ketika bicara soal anggaran apalagi ditengah sulitnya keadaan saat ini, ditambah lagi dengan belum adanya bantuan dari pemerintah pasca pemberlakuan PPKM, hampir semua media baik cetak maupun online memberitakan perihal tersebut.


Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya tentang " KEBIJAKAN TURUNAN SEPERTINYA SALAH KAPRAH" ( Otonomi Daerah Harus Relevan Dengan Kebijakan Kebijakan Pusat ) 8 Juli 2021.


https://muqrim.blogspot.com/2021/07/kebijakan-turunan-sepertinya-salah.html?m=1


Saya sepakat ketika program yang lama masih tetap dijalankan, karena memang floating anggarannya sudah ada sejak APBD tahun 2021 diparipurnakan, yang salah itu ketika itu hilang. Apalagi kan RPJMD pemerintahan yang baru baru baru ini saja di sahkan. 


Cuman klaim pemerintah hari ini yang mengatakan bahwa itu merupakan bagian dari pada agenda penanganan bencana pandemi covid-19 saya kira sangat keliru. Nomenklatur atau judul kegiatan ini sudah ada sebelum pandemi covid-19 ini ada, boleh dikata bahwa ini termasuk belanja rutin tiap tahun.


Harusnya pemerintah punya terobosan baru, dengan mengacu pada regulasi dari pusat, mukai dari PMK, Imendagri dan kebijakan lain yang secara spesifik mengatur tentang penanganan covid-19. Bukan malah menjadikan program lama sebagai judul untuk mengalokasikan anggaran penanganan covid-19 ditahun berjalan  ini.


Hampir di setiap pemberitaan Walikota Bontang Bapak Basri Rase selalu mengatakan bahwa kami hanya menjalankan aturan dan ketentuan yang di berikan oleh pusat, kami hanya menjalankan saja, tapi kenyataannya tidak demikian kalau kita melihat hasil rapat komisi II dan tim TAPD yang dipimpin oleh bu sekda. Secara teknis dilapangan itu memang regulasi dari pusat, tapi teknis pengalokasian anggaran bencana covid-19 acuannya kan pada regulasi lokal atau pemerintah daerah Kota Bontang. Jadi sebenarnya siapa yang bohong ?  


Entahlah....!!!!


Strategi dan Kerangka alokasi anggaran penanganan covid-19 harusnya terpisah, kenapa harus terpisah karena kebijakan pengalokasiannya kan juga terpisah, alokasi anggaran covid-19 mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan republik indonesia nomor 17/PMK.7/2021 tentang Refocusing yang bersifat tertentu, atau anggaran utuk kegiatan tertentu tidak bisa disamakan dengan alokasi anggaran yang  yang sudah rutin dilakukan pemeritah daerah.


Kebijakan refocusing itu harusnya pemerintah yang lebih paham, bahwa kebijakan ini adalah kebijakan yang sifatnya darurat atau tertentu untuk menggeser atau memotong pagu anggaran berdasarkan ketentuan yang sudah diatur dalam teknis atau pelaksanaan refocusing itu. Contoh misalnya merefocusing atau mengambil 8 % dari alokasi transfer pusat Atau DAU untuk penanganan covid-19.


Jadi keliru ketika pemerintah daerah mencampur adukkan pengalokasian anggaran covid-19 yang sumbernya dari refocusing tadi dengan kegiatan kegiatan belanja daerah yang tergolong sudah rutin dilakukan. Ini bisa berdampak hukum karena terkait tentang ketidak patuhan terhadap peraturan perundang undangan. Ketidak patuhan yang saya maksud disini adalah tentang tidak siapan pemerintah daerah dalam mendistribusikan anggaran penanganan covid-19 yang berujung pada pengklaiman nomenklatur atau judul kegiatan lama sebagai sasaran kucuran dana covid-19 tersebut. Padahal harusnya itu terpisah.


Menurut hemat saya pemerintah harus segera membenahi kekeliruan ini, ini tidak bisa dibenarkan kalau kita berangkat dari pedoman masing masing terkait regulasi yang mengatur tentang alokasi anggaran covid-19 dan alokasi anggaran keuangan daerah jelas perbedaannya. Kebijakan refocusing ( anggaran untuk kegiatan tertentu)  itu diatur oleh PMK Nomor 17 tahun 2021, sementara pengelolaan keuangan daerah itu diatur oleh peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Senin, 02 Agustus 2021

REFLEKSI KEUANGAN DAERAH MASA DEVISIT ANGGARAN DAN SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH ( PAD) 2016-2021 KOTA BONTANG.

Oleh : Muhammad Muqrim

Bontang, 2 Agustus 2021



DIMANJAKAN DANA BAGI HASIL (DBH)

KATA devisit seolah menjadi momok yang menakutkan bagi kita sebagai penghuni kota ini. Seolah ini menjadi bahasa yang sengaja diciptakan dalam membangun mindset di masyarakat. Bahwa pemerintah saat ini tidak memiliki anggaran, sehingga kita tidak bisa menuntut banyak ke pemerintah akan perubahan kota ini, baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. 

Bontang dari tahun ke tahun ketika kita berbicara sumber keuangan daerah, bergantung dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan lain-lain. Dan itu sampai hari ini memanjakan kita sehingga untuk berfikir meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak dimaksimalkan. 

Padahal ada banyak sektor yang kemudian bisa dikelola menjadi sumber PAD kota ini. Keberadaan dua perusahaan skala besar di Bontang, PKT Dan LNG Badak merupakan potensi besar yang kita miliki dan sangat kita harapkan untuk kemudian bisa bersinergi dengan pemerintah dalam rangka meningkatkan perekonomian perkotaan dan menciptakan ekonomi kreatif di masyarakat. 

Pertanyaannya kemudian, potensi apa yang ada di PKT dan PT Badak LNG ? Pertama, di PKT hampir setiap hari kebutuhan karung untuk mengemas pupuk sangat besar dan praktis bahan serta material (karung jadi) didatangkan dari luar Kota Bontang. Yang sebenarnya masyarakat Bontang bisa memproduksi kebutuhan tersebut dalam skala rumahan atau kelompok. 

Kedua, kebutuhan akan pakaian seragam (Alat Pelindung Diri/APD) yang cukup besar jumlahnya, baik itu di PKT maupun di PT Badak sangat memungkinkan untuk kemudian mampu  mendorong peningkatan ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan penjahit lokal. Dan bahkan bukan sekadar penjahitnya saja yang kemudian diuntungkan, bisa ada sektor lain yang kemudian merasakan dampak dari kegiatan tersebut. Begitupun dengan kegiatan kegiatan yang lain. 

Masih banyak yang bisa dilakukan masyarakat Kota Bontang ketika kiranya pihak pemerintah dan perusahaan bisa bersinergi dan memikirkan Bontang kedepan dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. 

Kita sama-sama menyadari bahwa kondisi hari ini begitu sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan walaupun itu hanya serabutan. Apalagi menjadi karyawan perusahaan, sangat susah saat ini. 

Di beberapa waktu terakhir banyak kejadian atau gejolak sosial kemasyarakatan yang kita rasakan dan kita lihat sendiri. Kejadian maraknya penjualan narkoba, pencurian dan lain-lain merupakan dampak dari pada kondisi perekonomian kita saat ini. 

Sekiranya kejadian kejadian seperti ini tidak bisa dianggap sepele dan kejadian biasa saja. Kejadian seperti ini harus menjadi barometer serta motivasi pemerintah untuk kemudian membuat langkah konkrit mengatasi problematika sosial tersebut. 

Tidak ada alasan untuk pemerintah tidak melakukan perubahan dan berfikir kreatif dalam menciptakan iklim usaha kecil yang berorientasi dan berbasis kerakyatan dengan melibatkan pihak perusahaan yang ada di Kota Bontang.

LALAI MEMAKSIMALKAN POTENSI KELAUTAN 

BONTANG secara geografis terletak 117023’ Bujur Timur sampai 117038’ Bujur Timur serta di antara 0001 Lintang Utara dan 0012’ Lintang Utara. Menempati wilayah seluas 497,57 km2, wilayah Kota Bontang didominasi oleh lautan dengan luasan 349,77 km2 (70,30 %), sementara wilayah daratan hanya 147,8 km2 (29,70%) saja. (sumber BLOG BONTANG)  

Apa artinya? 

Potensi maritim (kelautan) Bontang secara geografis sangat besar. Pertanyaannya kemudian, apakah pemerintah sudah melakukan atau mengoptimalkan sektor kelautan dalam rangka mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Dan kemudian menjadikan sebagai ujung tombak pergerakan atau peningkatan ekonomi kerakyatan. 

Ada beberapa sektor yang bisa dikelola oleh pemerintah dari potensi kemaritiman yang kita miliki, di antaranya adalah pariwisata dan hasil perikanan. Memang tidak mudah kemudian dengan serta merta melakukan atau mengimplementasikan setiap gagasan yang ada, baik yang datang di internal pemerintah sendiri ataupun gagasan dari luar pemerintah. 

Perlu sebuah regulasi yang kemudian menjadi dasar untuk mengimplelentasikan gagasan-gagasan tersebut. Tinggal bagaimana pemerintah, dalam hal ini eksekutif dan legislatif bersinergi untuk kemudian melahirkan produk hukum. Apakah itu bentuknya perda ataupun perwali sehingga apa yang menjadi nawacita pemerintah untuk lebih memaksimalkan sektor kelautan bisa direalisasikan.

Beras Basah misalnya. Salah satu potensi wisata yang begitu dikenal bukan hanya daerah tetangga namun juga di luar Pulau Kalimantan. Harus ada keseriusan pemerintah untuk kemudian mengelola daerah wisata ini secara profesional, sehingga pundi-pundi PAD Kota Bontang bisa dimaksimalkan.

Bukan hanya Beras Basah, pun demikian dengan Bontang Kuala yang begitu dikenal sebagai tempat wisata kuliner dan permukiman warga di atas laut. Dan banyak lagi potensi wisata kita dari sektor kelautan yang bisa digali, Sungai Belanda, Pulau Segajah dan lain lain. 

Begitupun dengan perikanan kita yang begitu potensial. Bukan rahasia lagi bahwa ikan hasil tangkapan nelayan Bontang banyak disuplai ke luar daerah seperti Samarinda dan Balikpapan dan sekitarnya. Hanya saja ini tidak berdampak positif bagi pemerintah maupun masyarakat. Yang pada dasarnya dari sumber ini bisa mendorong ekonomi kerakyatan kita di sektor kemaritiman. Bahkan keduanya bisa diintergrasikan dengan pariwisata kuliner.

Bontang memiliki beberapa pelabuhan yang menjadi perputaran ekonomi nelayan, yakni Pelabuhan Tanjung Limau, Pelabuhan Berbas (Prakla), dan Tanjung Laut. Tapi hampir bisa dipastikan bahwa perputaran ekonomi tersebut tidak sama sekali berdampak pada peningkatan ekonomi kerakyatan beserta peningkatan PAD Kota Bontang.

Padahal, ketika pemerintah bisa memaksimalkan pengelolaannya, sesungguhnya sumber-sumber inilah kemudian bisa menjadi pundi-pundi PAD serta mengintegrasikan pada peningkatan perekonomian yang berbasis kerakyatan dari sektor maritim.

Belum lagi bicara tentang rumput laut yang notabene hasil budidaya petani rumput laut ini dikategorikan sebagai rumput laut terbaik (super). Ini juga merupakan potensi yang besar untuk bisa menjadi pendorong kebangkitan ekonomi kita. Namun lagi-lagi semua kembali ke pemeritah, apakah ada keseriusan untuk kemudian keluar dari persoalan saat ini.

Dari tulisan pertama dan kedua saya, jelas bahwa Bontang memiliki potensi yang besar dan luar biasa. Yakni, sektor industri dan kemaritiman untuk bisa keluar dari kegelisahan ini. Dukungan politik sangat berpengaruh besar dalam pengambilan kebijakan. Pemerintah dalam hal ini eksekutif dan legislatif harus bisa bersinergi untuk kemudian merumuskan regulasi dalam rangka keluar dari persoalan ini.

Lagi lagi, jangan tergantung akan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan lain lain. Jika ingin dikatakan berhasil. Pemeritah harus lebih visioner dan kreatif untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggali potensi-potensi yang ada.

ALOKASI ANGGARAN YANG TIDAK TEPAT SASARAN

MEMASUKI pertengahan tahun 2016, kondisi keuangan daerah di Kaltim mengalami penurunan begitu drastis, tidak terkecuali Kota Bontang. Bontang pada 2016 APBD ditetapkan di angka Rp 1,9 triliun saat masa pemerintahan Adi Darma. Menjadi Rp 1,2 triliun di masa pemerintahan saat ini, Neni Moerniaeni setelah dilakukan rasionalisasi beberapa kali. Bahkan pada pembahasan APBD 2017 makin menurun hingga mencapai Rp 800 miliar.

Penyebab utama, berkurangnya anggaran transfer ke daerah diakibatkan dana transfer pusat yang masuk dalam kategori dana bagi hasil (DBH) migas dan lain lain tidak sesuai harapan yang tadinya diasumsikan sepenuhnya berjalan normal bahkan diprediksi bisa meningkat, justru malah berkurang drastis.

Bontang yang tergolong minim pendapatan asli daerah (PAD), sangat merasakan dampak dari pengurangan tersebut. Pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, belanja pegawai baik negeri maupun honorer ikut pula merasakan dampak tersebut, bahkan masyarakat pun demikian.

Ditambah meningkatnya jumlah pengangguran serta minimnya lapangan pekerjaan menambah sempurnanya gejolak sosial masyarakat yang melanda Kota Bontang yang kita cintai ini. Tidak bisa dipungkiri maraknya penggunaan narkoba, meningkatnya kriminalitas yang terjadi di masyarakat merupakan dampak yang nyata dari semua itu.

Apakah kita mau terus menerus berada dalam kondisi seperti ini?. Saya kira semua tidak menginginkan itu.

Dari tahun ke tahun memang kita senantiasa dimanjakan oleh dana transfer pada dana bagi hasil.

Pembangunan infrastruktur yang dialokasikan dari dana tersebut semestinya sudah bisa mengurai persoalan kekinian dimana ekonomi kerakyatan begitu lesu dan bisa dikatakan tidak ada peningkatan.

Banyak pembangunan yang terkesan mubazir dan tidak tepat sasaran, misalnya pembangunan GOR yang ada di Sekambing yang saat ini menjadi beban pemerintah dalam hal pemeliharaan.

Pembangunan gedung PAUD di belakang kantor DPRD Bontang, yang sampai saat ini tidak di fungsikan. Pembangunan bumi perkemahan yang saat ini mangkrak dan entah sampai kapan kelanjutan pembangunannya yang dimana pembangunan tersebut mulai dari kepemimpian Bapak Sofyan Hasdam hingga kepemimpinan Bapak Adi Darma yang dialokasikan dari anggaran tersebut.

Seharusnya masa pemerintahan sebelumya mendorong pembangunan yang berbasis kemaritiman berdasarkan potensi yang kita miliki yang kemudian mampu mendorong perekonomian dan meningkatkan PAD.

Di masa pemerintahan sekarang, kita tidak inginkan ada pembangunan infrastruktur yang nantinya terkesan mubazir dan tidak memiliki dampak yang nyata akan peningkatan ekonomi kita. Perlu sebuah pengawasan dan kontrol semua pihak sehingga anggaran yang minim bisa membawa kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah harus mampu mengurai persoalan yang terjadi saat ini, sehingga produk kebijakan dalam hal ini pengalokasian anggaran betul-betul tepat sasaran, sehingga gejolak sosial di masyarakat tidak terjadi seperti saat ini. Dimana protes masyarakat hampir setiap kita membuka media sosial, media pemberitaan cetak, tv dan online selalu kita temui baik secara personal maupun secara kelembagaan.

Perlu ada sebuah langkah nyata yang dilakukan pemerintah sehingga semua elemen masyarakat bisa secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pengawasan penggunaan anggaran. Meskipun dalam aturannya, pemerintah adalah sepenuhnya pengguna anggaran yang dilindungi oleh undang undang.

Langkah tersebut yang saya maksud adalah transparansi publik dalam hal penggunaan anggaran dengan cara membuat kalender APBD yang kemudian bisa secara langsung diawasi oleh masyarakat. Sehingga masyarakat juga merasa bahwa pemerintah begitu terbuka, yang kemudian menimbulkan rasa saling memiliki.“Massolongpawo, mangelle, Wae Pasang”. Yakni, “Kebijakan dari atas dipertemukan dengan aspirasi dari bawah”. Ibarat air yang tercurah dari atas sebagai air hujan yang bertemu dengan luapan air dari bawah yang menggenang merata sebagai air pasang. (Lontara Attoriolong Luwu). 

Cukup pemerintahan sebelumnya yang kemudian melakukan kesalahan, pemerintahan saat ini harus lebih visioner, kreatif dalam membangun kota ini dalam kondisi defisit, dengan memaksimalkan anggaran dengan mendorong peningkatan PAD melalui ekonomi kerakyatan dan potensi lainnya.

POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG PERLU DI KEJAR.

SAAT ini jenis pajak yang dimiliki Badak LNG  masih termasuk dalam kategori PBB Sektor Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan (PBB P3), PBB P-3 itu dianggap bagian dari sektor industri hulu, dan pajaknya dibayarkan dipusat,  jika PBB P-3 diubah menjadi PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), sektor itu bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Objek PBB P-2 sendiri adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Hal itu juga bisa didasari dengan payung hukum Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah. Yaitu PBB yang masuk dalam lingkup kabupaten/kota. Area kilang Badak LNG sendiri masuk dalam kawasan Kota Bontang.

Dalam undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ada peluang untuk mendapatkan hak tersebut ketika pemerintah daerah serius dalam mengawal hal tersebut. Esensinya adalah  pemerintah bisa bersandar di kewenangan otonomi daerah, itu yang lebih jelas.

Tidak hanya perusahaan penghasil minyak dan gas ini, perusahaan besar lainnya juga demikian misalnya PT. Pupuk Kalimantan Timur. Saya kira disana juga banyak potensi yang pendapatan asli daerah yang perlu kita kejar yang seharusnya masuk dikas daerah tapi itu masuk dikas negara. 

Ditengah pandemi memang banyak sumber sumber pendapatan asli daerah yang kontribusinya menurun signifikan, tapi masih banyak sumber sumber lain yang perlu digali dan dimaksimalkan oleh pemerintah daerah kota bontang untuk menutupi kebocoran pendapatan asli daerah dari sektor tadi. Diperlukan sebuah kekompakan secara kelembagaan didaerah untuk bisa memaksimalkan upaya menutupi kebocoran tersebut, baik lembaga, legislatif, lembaga kemasyarakatan dan lembaga lembaga lain. Bapenda sebagai leading sektor atau sektor basis yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi daerah dan kemadirian fiskal daerah baik dari segi kontribusi maupun daya saingnya. 


" Ketika pemerintah saat ini tidak mampu keluar dari persoalan ini, maka saya katakan pemerintahan saat ini adalah pemerintahan yang gagal. Begitu besar harapan masyarakat saat ini dengan kepala pemerintahan yang baru, bisa membawa Kota Bontang ini lebih sejahterah "



Sabtu, 31 Juli 2021

BUKAN 120 MILYAR, ADA 210 MILYAR RUPIAH UNTUK PENANGANAN COVID-19 DI KOTA BONTANG TAHUN 2021.

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 31 Juli 2021

Pandemi covid-19 tidak juga menunjukkan penurunan secara drastis meskipun upaya pemerintah dalam melakukan penanganan sudah dianggap maksimal, apalagi dengan mengalokasikan anggaran yang begitu besar yang bersumber dari APBD tahun 2021 Kota Bontang.


Pemerintah Kota Bontang sampai menganggarkan senilai 210 milyar rupiah dalam rangka pemulihan ekonomi sejak tahun 2021 secara bertahap. Untuk tahap awal 8 persen dulu dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang direfocussing,” ujar Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bontang, Aji Erlynawati, sumber : kitamudamedia.com Kamis (01/4/2021).


Beberapa waktu lalu juga kita sama sama mendengar informasi tentang wacana refocussing lagi senilai 20 milyar rupiah peruntukannya adalah pembayaran nakes yang sempat tertunggak, hal itulah yang melatar belakangi wacana kembalinya dilakukan refocussing anggaran untuk penanganan covid-19. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah kemana anggaran yang senilai 210 milyar tersebut yang hingga hari ini kita tidak melihat bentuk realisasi dilapangan, apakah itu bentuk bantuan langsung tunai, maupun bantuan sosial lainnya terutama bagai para pelaku UMKM yang merupakan pilar perekonomian kita saat ini.


Hampir semua bantuan yang ada hari ini merupakan donasi dari pihak perusahaan, baik itu sembako maupun alat APD untuk para nakes yang berada di garda paling depan untuk memerangi virus corona ini. Alangkah ironis keadaan kita hari ini, dengan anggaran yang besar yang sudah dialokasikan oleh pemerintah tapi tak satupun wujud bantuan secara nyata terlihat dimasyarakat hingga hari ini, bahkan wacana bantuan 250 ribu per kepala keluarga masih dalam tahap verifikasi. Entah beras 400 gram yang dijanjikan sudah sampai pada tahap mana itu juga belum diketahui.


Kalau beberapa hari yang lalu saya secara gamblang menanyakan kemana anggaran 120 milyar yang bersumber dari 10 persen APBD Kota Bontang tahun 2021, saat ini pertanyaannya pun sama, kemana anggaran 210 milyar yang sudah di alokasikan melalui refokusing anggaran selama tahun 2021 ini, ini baru akhir bulan juli, anggaran sebesar itu sudah dinyatakan belum mencukupi, untuk beberapa bulan kedepan berapa lagi kira kira anggaran yang dibutuhkan untuk sampai diakhir tahun ?


Kita semua tentu tidak akan keberatan ketika itu dialokasikan dan digunakan sesuai peruntukannya, namun ketika itu tidak sesuai peruntukannya tentu akan menjadi sorotan. Dibutuhkan transparansi pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut, ini juga sebagai bentuk keterbukaan informasi publik dan transparansi. Jangan ada dusta diantara kita.

Kamis, 22 Juli 2021

KEKUASAAN OTORITER, INSTRUMENNYA DAN UU ITE 11/2008

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 22 Juli 2021

Kekuasaan atau pemerintahan otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu, kekuasaan ini pada era orde baru banyak dianut para penguasa penguasa kecil didaerah, mungkin juga karena saat itu penguasa negara ini memang mempraktekkan paham otoritarianisme dalam menjalankan pemerintahan.


Harusnya di era pasca reformasi tahun 1998 paham ini tidak lagi relevan dengan kondisi negara kita hari ini yang menganut paham demokrasi yang utuh, dimana kemerdekaan  berkumpul dan berserikat, menyampaikan pendapat dimuka umum baik lisan dan tulisan dijamin oleh undang undang 1945 pasal 28. Kebebasan berbicara adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian.


Meskipun belakangan masyarakat dunia maya atau media sosial diresahkan dengan lahirnya undang undang UU ITE atau Informasi Dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 10 tahun pasca Reformasi tersebut. Bagi penggiat demokrasi yang menganggap media sosial salah satu instrument demokrasi untuk menyampaikan pendapat masukan serta kritik atas kebijakan kebijakan publik di era digitalisasi merasa bahwa hak hak mereka mulai dikebiri oleh negara. Dan itu terbukti setelah undang undang ini diterapkan. Banyak para aktivis dijerat oleh pasal pasal ITE, pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong (Hoax) dan ujaran kebencian.


Eksistensi penerapan undang undang ITE yang dinilai para kalangan yang tergabung dalam tim kajian UU ITE di antaranya aktivis, praktisi bahkan pakar di bidang hukum, sosiolog,  cyber law, praktisi media sosial dan asosiasi pers misalnya, beberapa bulan lalu tepatnya 17 Maret 2021 kelompok ini hadir disebuah forum diskusi, dan dalam diskusi tersebut semua lebih fokus pada urgensi penerapan beberapa pasal pasal yang dinilai multi tafsir dan terkesan karet. Dengan adanya diskusi ini tentu akan lebih menyempurnakan undang undang ketik niatan presiden republik indonesia ingin merevisi undang undang yang lahir dimasa pemerintahan SBY saat itu di tahun 2008 sepuluh pasca reformasi digulirkan.


Perlunya pemahaman kita terhadap peraturan perundang undang itu sangat berpengaruh pada perilaku dan kita dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, begitu juga pemerintah didaerah penting untuk memahami peraturan perundang undangan itu sehingga dalam mengambil sebuah keputusan atau memutuskan kebijakan yang tidak "Debatable" oleh masyarakat khususnya yang memiliki disiplin ilmunya pada bidang itu. Tentu ketika kebijakan itu melahirkan perdebatan maka efeknya pasti mengarah pada sebuah bentuk kritik, dan ketika pemerintah itu anti kritik maka bisa dipastikan polemik itu akan menjadi berkepanjangan, asumsi publik tidak bisa dihindari karena ciri pemerintahan yang otoriter itu salah satunya adalah tidak mau di kritik (Anti Kritik).


Instrumen atau alat bentuk kekuasan otoriter itu tugasnya memberangus suara kritis, tidak hanya datang lingkaran kekuasaan atau pemerintah itu sendiri, tapi relasi personal, kelembagaan juga termasuk instrumen dan alat kekuasaan yang berkomitmen mengawal kekuasaan otoriter tersebut. Perintah langsung atau tidak langsung dalam memberangus para kritikus kebijakan atau performa seorang penguasa itu bukan masalah, yang pasti bekerja dulu sebagai pembuktian diri bahwa meraka satu barisan.


Pendelegasian itu sudah terbangun sejak awal, dan mungkin saja dibangun dalam bentuk sebuh komitmen apa dan dapat apa ?


Pemerintah Daerah  pelu memahami posisinya sebagai keterwakilan negara yang ada didaerah, tidak memiliki kesalahan saja kritik dari lawan politik pastinya ada, apalagi kalau pemerintah daerah salah dalam mengambil atau merumuskan sebuah keputusan atau kebijakan sudah barang tentu itu akan menuai kritikan. Penguasa harus lebih hati hati, biasanya kegagalan seorang penguasa itu bukan karena dirinya tapi lebih banyak karena ulah para orang orang yang ada di sekitar penguasa sendiri. Orang orang sekitaran penguasa cara berfikirnya praktis tidak sistematis, apalagi secara keilmuan atau disiplin ilmunya terkait perannya tidak ada.

Rabu, 21 Juli 2021

KRIMINALISASI KRITIK, PEMBUNGKAMAN DEMOKRASI (Kriminalisasi Terhadap Suara Suara Kritis Di Tengah Pandemi Covid-19 Menjadi Ancaman Serius Dalam Berdemokrasi)

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, rabu 21 Juli 2021

Di indonesia dilarang orang berkomentar macam-macam tentang covid-19,  itu pembungkaman juga (Pembungkaman Demokrasi), Pemerintah memanfaatkan covid untuk membungkam orang berkomentar (Kritik) padahal kritik itu membangun solidaritas. Pemerintah sedang mempraktekkan otoritradisme, dimana pemerintah hanya ingin mengendalikan opini dari dalam istana saja. "Rocky Gerung menanggapi pernyataan Luhut Binsar Panjaitan, melarang berkomentar macam macam tentang covid-19"


Itu adalah gambaran sekilas tentang dinamika berdemokrasi kita di bangsa ini, ditengah wabah pandemi virus covid-19 sedang melanda. Ada upaya untuk mencoba membungkam suara suara minoritas dimasyarakat yang merasa tidak mendapatkan manfaat atas segala bentuk kebijakan yang mengatur tentang penanganan pandemi covid-19 ini, tidak hanya itu saja. Bahkan kebijakan itu dinilai justru mendatangkan banyak sisi negatifnya dimata mereka para kritikus, pastinya terhadap pelaku pelaku usaha penggerak roda perekonomian skala kecil atau ekonomi kerakyatan.


Tidak hanya di pemerintah pusat hal seperti ini terjadi, bahkan di daerah pun demikian. Suara kritis masyarkat dibungkam dengan berbagai macam cara,  pemerintah atau penguasa untuk menghindarkan dirinya sebagi pembungkam hak hak demokrasi masyarakat atau kaum minoritas (kelompok kritis), pemerintah atau penguasa menggunakan alat kekuasaannya yakni  kelompok kelompok tertentu sebagai delegasi kekuasaannya atau perpanjangan tangannya membungkam suara suara kritis itu.


Pemerintah mungkin berfikir bahawa dengan memperlakukannya seperti ini tidak akan ada lagi suara suara kritis untuk menelanjangi kegagalan pemerintah dalam membangun dan mengelola kota ini. Upaya atau cara cara seperti ini (mengkriminalisasi) justru malah memantik semangat baru bagi kami sebagai pemerhati kebijakan publik untuk semakin massive mengkritik kebijakan kebijakan pemerintah yang seolah otoriter (Otoritarianisme) "Otoritarianisme biasa disebut juga sebagai paham politik otoriter, yaitu bentuk pemerintahan yang bercirikan penekanan kekuasaan hanya pada negara atau pribadi tertentu, tanpa melihat derajat kebebasan individu"


Kasus pemanggilan pak "Miswanto" yang kesehariannya berprofesi sebagai Ojol (ojek online) memprotes/mengkritisi kebijakan pemerintah soal penerapan PPKM Darurat di Kota Bontang terutama penyekatan jalan dalam kota yang bagi dirinya sangat dirugikan dan mematikan mata pencahariannya. Sementara dia sebagai tulang punggung keluarga, dirinya juga sedang menempuh pendidikan perkuliahan semester terakhir fakultas hukum universitas trunajaya bontang.


Bagi saya pak "Miswanto" adalah seorang sahabat dan sekaligus kawan diskusi, beliau saya kenal sebagai seorang pribadi yang sopan dan enak diajak berkomunikasi, beliau saya kenal disaat beliau sedang memperjuangkan nasib ratusan kepala keluarga yang nyaris menjadi korban kebisingan suara pabrik, pencemaran udara dan mungkin banyak lagi limbah limbah kimia lainnya seandainya beliau tidak tuntas berjuang saat itu menolak pembangunan pabrik NPK Claster di kelurahan Loktuan kecamatan Bontang Utara tepatnya di Area Pos 7 Loktuan.


Bentuk kriminalisasi terhadap dirinya sangat mencederai proses berdemokrasi di negeri ini, kritik dirinya terhadap kebijakan pemerintah hari ini dinilai sebagai ujaran kebencian yang seolah dirinya tidak senang dengan penguasa hari ini, padahal kritik tersebut selain sebagai bentuk protes atas kebijakan tidak memihak terhadap pelaku usaha UMKM termasuk Ojek Online (Ojol), sekaligus sikap protes dirinya sebagai korban langsung dari kebijakan tersebut.  


Sikap anti kritik pemerintah hari ini sudah cukup membuktikan dengan kasus adanya upaya indikasi kriminalisasi dirinya "miswanto" di polres bontang 18 juli 2021 menjalani pemeriksaan atau di BAP dari sore pukul 15.00 sampai pukul 23.00 Wita.  Bagi kami hal seperti ini bukanlah sebuah kendala dalam menuliskan artikel atau opini tentang sebuah kondisi sosial kemasyarakatan, begitu juga dengan kebijakan kebijakan pemerintah yang menurut kaca mata kami  tidak memihak kepada kepentingan rakyat atau orang banyak.


Kritik ini juga tidak hanya untuk pemerintah saja selaku keterwakilan negara yang hadiri ditengah tengah masyarakat untuk menghadirkan rasa aman dan berkeadilan, termasuk pihak aparatur negara lembaga kepolisian republik indonesia dalam hal ini Polres Bontang selaku penyelenggara hukum dinegeri ini untuk mengedepankan serta memperhatikan  hak hak demokrasi warga negara terkhusus di Kota Bontang yang kita cintai ini. Apalah artinya kita hidup berdampingan sesama anak bangsa untuk bernegara, namun kemudian kita sendiri justru tidak lagi taat dan patuh terhadap aturan - aturan sebagaimana tuntutan bernegara.

Minggu, 18 Juli 2021

INI KRITIK, DAN JUGA MASUKAN, PASTINYA BUKAN NYINYIR ( Mengukur Kepekaan Seorang Pemimpin Kota )

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 18 Juli 2021

Kebijakan PPKM yang di praktekkan hari ini tentu sebagai warga negara yang baik yang taat aturan wajib mengapresiasi kebijakan ini, karena kebijakan inilah yang menjadi harapan kita bersama untuk bisa keluar dari ancaman virus corona covid19 yang semakin hari semakin memprihatinkan. Kita hormati keputusan ini untuk diterapkan dan mematuhi segala bentuk pengaturan yang ada didalamnya tanpa terkecuali selama itu tidak bertentangan dengan peraturan peraturan diatasnya.

Namun ternyata implementasi kebijakan itu terkadang tidak sesuai harapan yang diinginkan, mungkin sebagian pihak menilai ini efektif dan pihak lain yang berpendapat lain bahwa ini tidak efektif dan Itulah kebijakan, masuk pada tahapan implementasi pro dan kontra itu pasti ada. Namun saya pribadi melihat dan menilai secara objektif tanpa adanya niat untuk mendiskreditkan pihak pihak tertentu bahwa PPKM ini gagal dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona ini, banyak tentunya fakta fakta dilapangan yang bisa menjadi sebuah acuan atau rujukan saya sehingga mengatakan itu gagal dalam memutuskan mata rantai penyebaran. Yang ada justru memprihatinkan, angka terpapar semakin tinggi, kondisi memprihatinkan lagi, pelaku usaha UMKM yang sangat terdampak atas kebijakan PPKM ini semakin terpuruk.

Pembatasan jadwal jualan, penyekatan ruas jalan dalam kota dan kebijakan take away  menjadi virus mematikan bagi pelaku usaha UMKM selain corona itu sendiri. Mungkin bagi para pelaku usaha yang bukan lapak lapak dipinggir jalan tidak terlalu dirugikan oleh kebijakan ini, namun bagi kami yang hari ini tidak kerja besok tidak bisa makan sangat merasakan sulitnya masa ppkm ini. Bukannya pemerintah mendorong ekonomi kerakyatan ini tetap bangkit, ini justru mala seakan dimatikan secara tidak langsung.

Sasaran Penerapan PPKM adalah meniadakan kerumunan, untuk mengurangi tingkat resiko penyebaran karena kerumunan dianggap sebagai biang kerok penyebaran virus corona, bagaimana agar potensi kerumunan tidak terjadi ?

Ada 2 metode yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya kerumunan di titik titik tertentu.

1. Membatasi ruang gerak masyarakat atau mobilitas pengguna jalan dengan melakukan penyekatan dititik titik tertentu, termasuk pembatasan waktu pelaku usaha dan para konsumen. Efeknya pelaku usaha merugi, karena konsumen tidak bisa belanja.

2. Tidak membatasi ruang gerak masyarakat, termasuk pelaku usaha, tapi pengawasan berjalan ketat, satu lapak usaha di jaga 1 personil ASN untuk mengantisipasi terjadinya kerumunan. Efeknya perputaran ekonomi sehat,  covid19 tetap diwaspadai. ( Pendekatan Humanis)

Pertanyaan kemudian, dari mana pemkot atau gugus covid 19 mendapatkan personil menjaga lapak tersebut ?

Kebijakan PPKM mengharuskan WFH 75%, artinya ada 75% pegawai yang berada dirumah saat PPKM ini berlangsung. Kalau di persentasi jumlah pelaku UMKM dan ASN yang dirumah saat PPKM, tentu lebih banyak ASN yang dirumahkan (berkantor dirumah). Pemerintah harusnya sudah mempertimbangkan hal ini, dan mereka tidak perlu lagi di gaji, toh mereka udah digaji tiap bulan. Panggil mereka untuk membantu menyelesaikan persoalan covid ini, instruksikan untuk segera berada dilapangan mengawasi cafe cafe atau lapak lapak pelaku UMKM, 1(satu) ASN 1 (satu) Lapak. 

Sejak kebijakan ini mulai dirumuskan hingga ditetapkan, saya melihat pemerintah seakan tidak ingin melibatkan warganya dalam memerangi persoalan covid19 ini, kalau seperti itu yang diinginkan pemerintah saya rasa itu sikap yang sangat keliru. Justru masyarkat sebagai orang yang terdampak dari kebijakan ini harusnya dilibatkan dalam merumuskan kebijakan itu, sehingga ada transformasi ide dan gagasan antara pembuat kebijakan dan objek kebijakan itu sendiri. Ketika ini dilakukan oleh pemerintah tentu tidak ada lagi pertentangan di kemudian hari, karena kebijakan yang terapkan itu adalah kebijakan yang disepakati bersama keterwakilan representasi  warga dan kelompok masyarakat, dan kondisinya mungkin saja tidak seperti hari ini yang diwarnai oleh banyaknya pertentangan soal pemberlakuan PPKM ini dilapangan. 

Kondisi hari ini yang memang menurut saya adalah kondisi atau fase yang paling terburuk sepanjang sejarah pemerintah mengelola corona virus covid19 ini dari 2019 lalu. Ketika ini gagal dilaksanakan oleh pemerintah kota bontang dan tim gugus covid19 maka yang dipertaruhkan adalah marwah dan martabat pemerintah kota bontang, dan tentu lebih spesifik lagi bahwa kepala daerah/walikota akan kehilangan kepercayaan warga masyarakat bontang, Dan itu secara politis merugikan walikota hari ini ketika di 2024 ada niatan melanggengkan kekuasaan yang hari ini di pundaknya.

Evaluasinya harus menyeluruh, dan hasil evaluasi wajib melahirkan kebijakan yang solutif tentunya, dalam pelaksanaan dilapangan upayakan pendekatannya itu lebih humanis, kewajiban pemerintah mengalokasikan  bansos juga jangan sampai terabaikan, karena sudah barang tentu akan menjadi berita menarik bagi pewarta untuk disajikan ke publik.

Kamis, 15 Juli 2021

PASIEN "ISOMAN" TANGGUNG JAWAB SIAPA ?

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 15 Juli 2021

Lonjakan positif covid-19 beberapa pekan terakhir semakin memprihatinkan, apakah pasien isoman bukan salah satu penyebab penyebarannya karena kurang pengawasan ? Kalau kita melihat kondisi hari ini itu bisa saja menjadi penyebabnya, karena pemerintah disibukkan oleh kegiatan kegiatan teknis dilapangan soal penyekatan, soal bansos dan lain sebagainya.


Pasien isoman perlu perhatian khusus oleh pemerintah, pos pos di tingkat RT yang ada harus ini perlu di maksimalkan kerja kerjanya, pasien isoman ini sangat rentan menjadi penyebab terjadinya penyebaran yang lebih massive lagi dibanding interaksi interkasi lain diluar sana seperti penyekatan jalan jalan dalam kota dan penutupan lapak lapak UMKM.


Coba bayangkan ketika pasien isoman ini  kelaparan stock makanan mereka sudah habis, kemudian mereka keluar mencari makan ke warung warung dan berinteraksi dengan penjual atau sesama pembeli maka secara otomatis pembeli dan penjual tentu akan terpapar juga, siapa yang disalahkan ketika terjadi demikian tentu bukan mereka. Karena mereka kalau tidak belanja mereka kelaparan begitu juga dengan penjual dan pembeli lain, mereka juga tidak tau kalau mereka sedang berinteraksi dengan pasien isoman.


Kalau kita diperhadapkan pada situasi ini siapa yang bertanggung jawab ? Jawabannya adalah pemerintah dan aparaturnya harus bertanggung jawab atas segala bentuk pencegahan dan penanganan berdasarkan esensi dari dibentuknya tim gugus covid-19. Tim gugus covid 19 jangan menutup mata dan telinga atas masukan masukan dari masyarskat, masyarskat juga akan patuh ketika merak diminta tatap dirumah tapi kebutuhannya dipenuhi, masyarakat juga pasti takut ketika mereka diperhadapkan pada situasi seperti ini.


Saran saya kepada pemerintah, agar ini tidak menjadi masalah yang lebih besar maksimalkan aparat RT, upayakan semua warga lingkungan RT mengetahui siapa sebenarnya warga yang sedang menjalani isoman ini, agar sesama warga saling mengingatkan dan saling mewaspadai untuk tidak terjadi pentebaran yang lebih besar. Saya kira ini juga salah satu perintah dari PPKM Mikro yang kita jalankan hari ini.

Rabu, 14 Juli 2021

SE NO. 13 TAHUN 2021 SATUAN TUGAS PENANGANAN COVID19 KOTA BONTANG, TIDAK MEMILIKI LEGITIMASI HUKUM MENJADI ACUAN UNTUK PENGALOKASIAN ANGGARAN PENANGANAN COVID19 YANG BERSUMBER DARI APBD

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang : 14 Juli 2021

Keliru ketika pemerintah Kota Bontang kemudian menjadikan surat edaran satuan tugas gugus covid-19 nomor 13 tahun 2021 tentang perpanjangan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro dan mengoptimakan posko penanganan corona virus disease 19 ditingkat desa dan kelurahan untuk pengendalian penyebaran Corona Virus disease 2019 di Kota Bontang sebagai pijakan dalam pengalokasian dan pengelolaan keuangan daerah dalam rangka pembiayaan kegiatan PPKM yang hari ini dilaksanakan.

Meskipun dalam surat edaran itu yang bertanda tangan adalah bapak basri rase, tapi basri rase yang dimaksud  kapasitasnya bukan sebagai walikota bontang atau kepala daerah, tapi basri rase sebagai ketua satgas gugus covid 19 kota bontang. 

Jabatan dan kewenangan sebagai ketua satgas gugus covid 19 dan walikota bontang  sudah tentu itu Sangat berbeda dan bisa kita bedakan dengan merujuk pada  ketentuan perundang undangan yang mengatur tentang daerah otonom dan kepala daerah. undang undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pada BAB VII Penyelenggara Pemeritah Daerah, Bagian Ketiga  Kepala daerah dan wakil kepala daerah, Paragraf (1). Kepala Daerah, Pasal 59 ayat (1), setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan kemudian di sebut kepala daerah, ayat (2), Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Untuk daerah provinsi disebut gubernur, untuk Daerah kabupaten disebut bupati, untuk daerah kota disebut walikota.

Sementara satgas gugus covid di bentuk tujuannya jelas, sebagaimana tertuang dalam keputusan Presiden nomor 7 tahun 2020 kemudian dirubah menjadi kepres nomor 9 tahun 2020 tentang  Gugus Tugas Percepatan penanganan corona virus desease 2019 (covid-19) pasal 3 huruf b. Mempercepat penanganan covid-19 melalui sinergi antara kementrian/lembaga dan pemerintah daerah.

Esensi dibentuknya ketika melihat tujuan dibentuk tim gugus covid 19 pada kepres nomor 7 tahun 2020 pasal 3 huruf b termasuk di daerah kabupaten/kota adalah untuk mempercepat penanganan covid19 dengan melakukan sinergi antara pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang dimaksud menurut undang undang 23 tahun 2014 dipimpin oleh kepala daerah kepala daerah itu adalah walikota bontang bapak basri rase.

Kemudian kalau kita bicara soal kewenangan pengelolaan keuangan daerah, sudah tentu yang punya kewenangan itu adalah pemerintah daerah itu sendiri yang dibantu oleh perangkat perangkat daerah lainnya sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pada bab II pengelolaan keuangan daerah bagian kesatu, pemegang kekuasan pengelolaan keuangan daerah. pasal 4 ayat 1. Kepala saerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewaliki pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ayat 3.  dalam melaksanakan kekuasaan Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah melimpahkan sebagain atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggaran, penatausahaan,pelaporan dan pertanggung jawaban serta pengawasan keuangan daerah kepada pejabat perangkat daerah. Ayat 6. Pelimpahan kemuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

Basri rase sebagai Kepala Daerah (Walikota) dan juga ketua satuan tugas gugus covid19 kota bontang ketika ingin menghindari adanya kecurigaan konflik kepentingan harusnya melimpahkan sebagian kewenangannya terkait penganggaran  kepada pejabat perangkat daerah untuk mensuport  kegiatan gugus covid19 dan kemudian ketetapan itu dibuat dalam bentuk peraturan kepala daerah sebagaimana yang dimaksu pada ayat 6 pasal 4 bagian kesatu Bab II Peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah.

Pemerintah daerah harusnya lebih jelih dan cerdas melihat aturan perundang undangan yang ada, aparatur negara itu terikat oleh peraturan perundang undangan. Jangan memperlihatakan kedunguan itu diruang publik, yang pada akhirnya masyarakat memberikan penilaian yang buruk terhadap performa dan kinerja anda. 

Maksimalkan semua perangkat perangkat pemerintahan yang ada, terutama perangkat yang membidangi soal hukum, perangkat daerah ini adalah garda yang harusnya paling terdepan dalam setiap agenda agenda pemerintah yang rencana untuk  dilaksanaka, berikan ruang  mengkaji soal legitimasi atau dasar hukum setiap pelaksanaan agenda pemerintahan, sehingga dikemudian hari tidak berdampak hukum yang merugikan pemerintah sendiri. 


Referensi :

Undang undang nomor 9 tahun 2015 tentang perubahan kedua undang undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemeritahan daerah.

Peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan darah.

Keputusan Presiden nomor 9 tahun 2020 perubahan atas keputusan presiden nomor 7 tahun 2020 tentang Saruan Tugas Gugus Covid19

Surat Edaran Satuan Gugus Covid19 Kota Bontang Nomor 13 tahun 2021

Selasa, 13 Juli 2021

PASIEN COVID -19 MENINGGAL KARENA TERLAMBAT MENDAPATKAN PLASMA KONVALESEN ( Cerminan Kebijakan Yang Tidak Matang Dan tidak terintegrasi Langsung Dengan kesiapan proses pelayanan pasien covid-19 di lapangan )

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 13 Juli 2021

Tidak terintegrasinya kebijakan yang mengkategorikan kota Bontang sebagai kota darurat covid-19 dengan pelayanan kesehatan akhirnya nyawa pasien covid tidak terselamatkan.

Sejatinya pemeritah sudah matang dan clear pada tataran itu (Teknis Pelayanan dari Hulu Ke hillir ) sebelum kebijakan itu diberlakukan, sehingga pada tataran pelaksanaan tidak menjadi persoalan yang hanya karena sifatnya teknis saja berakibat fatal, seperti kejadian hari ini seorang ibu meninggal dunia akibat tidak siapnya pemerintah dalam menghadapi penanganan wabah virus Corona covid-19, terkhusus pelayanan Laboratorum Daerah Kota Bontang yang satu satunya tempat untuk donor plasma, tutup dihari Sabtu dan Minggu di masa PPKM Mikro diperketat diberlakukan.

Salah satu pasien covid-19 Di RS. PKT Kota Bontang meninggal dunia akibat terlambat mendapatkan donor Plasma Konvalesen yang menuru diagnosa oleh pihak rumah sakit tempat pasien di rawat bisa menyelamatkan pasien dari situasi kritis saat itu (info:"Aldi"). keterlambatan ini bukannya diakibatkan oleh ketidak siapan dan tidak sanggupnya  pihak keluarga untuk mendapatkan darah yang dibutuhkan dan juga termasuk ketidak siapan calon pendonor yang sudah dinyatakan memenuhi syarat. Tapi justru keterlambatan ini diakibatkan oleh lalainya pemerintah daerah dalam menerapkan peraturan tentang penanganan atau menanggulangan pasien covid 19 yang akhirnya meninggal pada Selasa 12 Juli 2021.

Kebijakan itu harus terintegrasi dari hulu ke hilir. terintegrasi yang saya maksud dalam hal ini adalah terkait dengan kesiapan pemerintah dan terkhusus para Nakes yang memang secara khusus  menangani pasien covid19, apalagi setelah kota ini ditetapkan sebagai Kota darurat covid19. Mobilitas, intensitas para nakes dan juga performa harus berbading lurus dengan penetapan Kota Bontang menjadi kategori Darurat, dengan memperhatikan asupan yang harus dikonsumsi untuk mejaga tubuh para nakes tetap prima dalam memberikan pelayanan. Itu adalah tanggung jawab negara sepenuhnya termasuk dampak yang ditimbulkan dari gagalnya pelayanan yang diberikan oleh negara terhadap rakyatnya.

DiKota Bontang saat ini tempat untuk melakukan donor darah itu ternyata hanya ada disatu tempat saja, yakni di laboratorium daerah Kota Bontang, yang letaknya dekat rumah sakit tipe D yang baru di bangun tapi belum digunakan layaknya rumah sakit, dan jadwal bukanya pun dari hari Senin sampai hari Jum'at  saja. Hari Sabtu Minggu itu libur dan tutup tidak ada pelayanan. ( Info calon pendonor). 

OKELAH YA...!!!  

Sabtu dan Minggu mungkin sebelum kondisi kota ini dinyatakan Kriteria PPKM Mikro diperketat , masih bisa ditoleransi alasan tersebut. Namu setelah pemberlakuan PPKM Mikro diperketat dan semakin meningkatnya pasien setiap hari yang terpapar virus ini menjadi pertimbangan agar pelayanan kesehatan bagi yang terpapar virus ini tidak hanya di laboratorium Daerah Kota Bontang saja,  tapi disemua titik titik yang terintegrasi dengan sistem pelayanan pasien covid-19 itu semakin ditingkatkan kesiagaannya dalam mengantisipasi adanya kejadian seperti hari ini.

Dari kejadian ini saya menilai bahwa pemeritahan yang baru hari ini sepertinya sudah gagal dalam mengelola kota ini, dengan kejadian ini gagalnya pihak pemerintah menyelamatkan nyama akibat dari bobroknya sebuah aturan terkait pelayanan ditengah kondisi darurat covid19 menjadi salah satu tolak ukur ketidak Mampuan pemeritah dalam menangani persoalan pesoalan Di Kota ini terkhusus wabah hari ini, belum lagi kita bicara soal kebijakan kebijakan lain yang penerapannya terkesan Kontradiktif dengan kondisi kota hari ini,  

Pemerintah dalam hal ini Walikota dan Wakil Walikota  sebagai penanggung jawab penuh Pelaksanaan pemerintahan didaerah  wajib hadir sebagai bentuk pertanggung jawaban atas adanya kejadian ini, ada tanggung jawab moral lebih lagi tanggung jawab secara konstitusional yang melekat dalam diri sebagai aparatur negara atau aparatur sipil negara yang digaji dari uang negara yang bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh segenap rakyat yang ada di Nusantara ini. Termasuk almarhuma yang wafat akibat kelalaian dan kebobrokan kebijakan daerah hari ini terkait penanggulangan dan penanganan pasien yang terpapar virus covid19.

Mungkin bagi pemerintah melihat kejadian hari ini adalah kejadian yang biasa biasa saja dan mungkin menganggap bahwa kejadian seperti ini bagian dari resiko dan konsekwensi sebuah tanggung jawab jabatan, tapi bagi kami masyarakat (penulis) dan pihak keluarga tentunya yang ditinggalkan sangat tidak bisa menerima begitu saja adanya kejadian ini, seandainya meninggalnya almarhumah bukan karena di akibatkan oleh adanya kelalaian pemerintah Kota Bontang dalam menjalankan dan  melaksanakan kewajibannya, yang terkait  pelayanan terhadap pasien covid-19 dimasa pandemi dan pemberlakuan PPKM Mikro diperketat,  mungkin masih bisa di terima dengan  iklhas atas semua apa yang terjadi hari ini.


KRONOLOGI KEJADIAN...!!!

Pada tanggal 9 Juli 2021 pihak perusahaan Indominco mandiri mengumumkan di media sosial bahwa sedang mencari pendonor plasma konvalesen golangan darah O, kebetulan pasien tersebut adalah karyawan PT. Indominco Mandiri. Kemudian pada panflet pengumuman itu si calon pendonor adalah orang  yang memiliki plasma konvalesen golongan darah O, Palasma konvalasen ini perlu diketahui bahwa hanya calon pendonor inilah yang punya menurut informasi dari pihak keluarga pasien Bahwa hanya calon pendonor penyintas covid inilah satu satunya yang berasal dari Bontang, selain dirinya belum ada ditemukan hingga hari ini pada orang yang pernah terpapar covid19 yang dirawat di rumah sakit tempat pasien tersebut dirawat.

Kemudian Pada hari Sabtu 10 Juli 2021, Pukul 17.00 calon pendonor Konvalesen darah O kemudian dengan segera mengarah ke kantor PMI setelah bertemu dan berbincang bincang panjang lebar dengan pihak keluarga pasien yang meninggal, dengan segera  calon pendonor dengan memanfaatkan sisa waktu yang ada di sore hari itu, langsung mengarah ke kantor PMI Kota Bontang.

Sesampainya di kantor PMI dengan segerah melakukan wawancara Oleh petugas PMI, wawancara singkat itu adalah menayakan soal riwayat disaat terpapar covid-19 kemudian sampai dinyatakan sbuh oleh pihak rumah sakit Pupuk Kalimantan Timur, pengecekan anti body  dan pemeriksaan fisik sebagai syarat sebelum melakukan donor sekaligus mengisi formulir yang menyatakan kesiapan untuk melakukan donor Plasma Konvalasen, untuk pasien covid-19 yang dirawat di rumah sakit Pupuk Kalimantan timur,  tepat di hari itu juga dan tempat yang sama yakni di Kantor PMI Kota Bontang, calon pendonor diminta datang melakukan donor di laboratorium daerah pada hari Senin karena hari itu Sabtu 10 Juli 2021 laboratorium daerah tutup operasi sampai di hari Minggu, Senin baru buka lagi menurut informasi yang dihimpun dari calon pendonor. (Aldi)

Setelah segala bentuk persyaratan administrasi yang harus di siapkan untuk pelaksanan donor hari Senin sudah selasi di lengkapi tampa terkecuali calon pendonor, sembari komunikasi dengan pihak keluarga pasien untuk info perkembangan donor darahnya. Pihak keluarga sangat senang dengan adanya calon pendonor yang sudah bersedia mendonorkan plasmanya.  

Tepat di pagi hari, Senin tanggal 12 Juni 2021 calon pendonor sedang bersiap berangkat ke laboratorium kesehatan daerah kota bontang untuk melakukan donor sesuai yang dijadwalkan, Namun ternyata takdir berkata lain belum sempat melakukan donor darah sang ibu pasien covid19 tersebut sudah meninggal dunia di hari itu juga. Emosi campur sedih melihat kondisi dan keadaan saat itu pastinya, dan entah seperti apa dan bagaimana rasanya pihak keluarga yang ditinggalkannya menggambarkan suasana batinnya saati itu, saat mengetahui bahwa meninggalnya karena ada yang tidak beres akhirnya donor Plasma tidak sempat dilakukan dihari ibu itu meninggal dunia.

" Kemungkinan besar, seandainya hari Sabtu dan Minggu laboratorium kesehatan daerah tetap buka dan dihari Sabtu itu bisa langsung melakukan donor, nyawa almarhumah bisa saja terselamatkan"


Sumber informasi ; calon Pendonor ("Aldi" nama samaran) plasma golongan darah O.







.

Kamis, 08 Juli 2021

PEMERINTAH HARUS HATI HATI KETIKA ITU MENYANGKUT KEYAKINAN BERAGAMA ( Mengukur Konsistensi Pemerintah Kota Bontang Soal Penutupan Tempat Tempat Peribadatan Selama PPKM Mikro Darurat 6-20 Juli 2021)

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 9 Juli 2021



Insruksi menteri dalam negeri nomor 17 tahun 2021, Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 tahun 2021, instruksi Gubernur Kalimatan  Timur nomor 14 tahun 2021, Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bontang. Sederatan peraturan hukum tersebut kemudian menjadi acuan pelaksanaan PPKM MIKRO Darurat di Kota Bontang hari ini yang dimulai sejak 6 Juli sampai 20 Juli 2021 mendatang.


Kita tentu semua pasti sepakat bahwa virus Corona covid-19 ini perlu dilawan, dilawan tentu dengan mempertimbangkan efek efek negatif yang ditimbulkan dikemudian hari. Ketika kita melihat penerapan PPKM Mikro Darurat hari ini, ada beberapa aspek yang menurut saya justru penanganannya malah menimbulkan masalah yang baru yang serius. Dan masalah ini tentu tidak boleh kita anggap sebagai masalah sepele karena menyangkut soal Agama, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok tertentu lebih spesifiknya soal peribadatan ummat Islam yang di tiadakan sementara selama penerapan PPKM Mikro Darurat diberlakukan untuk menghindari terjadinya "kerumunan".


Sangat disayangkan ketika peribadatan itu ditiadakan sementara tempat tempat atau fasilitas fasilitas umum masih terbuka bahkan itu justru berpotensi menimbulkan kerumunan yang lebih besar. Menurut hemat saya fasilitas peribadatan tidak perlu ditutup tapi penerapan protokol kesehatan itu yang perlu diperketat toh waktunya juga tidak lama kok. Paling lama ketika pelaksanaan shalat Jum'at itu 45 menit saja dan itupun bisa diminta kepada pengurus masjid untuk lebih di persingkat dengan membatasi durasi untuk para penceramah, kemudian untuk pengetatan prokes misalnya, sehari sebelumnya pengurus mesjid sudah mengumumkan kepada masyarakat sekitar ketika besok hendak ke mesjid untuk shalat jum'at diwajibkan menggunakan masker, menggunakan hand sanitizer dan menjaga jarak, kalau perlu ada petugas dari pemerintah dilokasi untuk mengawasi jalannya ibadah di masjid masjid.


Pemerintah harus lebih hati hati dalam mengeluarkan kebijakan ketika itu  menyangkut persoalan keyakinan ummat beragama. Bukan tanpa alasan ketika masyarakat atau ummat muslim memaksakan diri untuk beribadah di mesjid, apakah itu shalat Jum'at atau mungkin shalat idul adha,  apakah kemudian  pemerintah mampu atau bisa untuk menghentikan hal itu, ini menjadi tanda tanya besar dalam benak saya.


Ketika ummat Islam di Kota Bontang memaksakan diri dan pemerintah  tidak bisa atau tidak mampu menghentikan itu maka pertaruhannya adalah harkat dan martabat serta Marwah pemeritah kota Bontang, karena kebijakan itu adalah kebijakan secara kelembagaan bukan pribadi seorang bapak Basri Rase. 


Ini harus dipertimbangkan dengan matang matang. Tentu ketika itu tidak berjalan sesuai harapan pemerintah atau lebih populer disebut sebagai bentuk inkonsistensi aparatur negara dalam menerapkan aturan dan perundang undangan maka di mata rakyat dan masyarakat luas pemeritah akan kehilangan kepercayaan. 


Krisis kepercayaan publik hari ini  terhadap seorang pemimpin atau kepala daerah tentu akan menjadi bumerang tersendiri dikemudian hari. Kepercayaan publik itu penting dalam menjalankan roda pemerintahan sehingga sinergitas itu bisa terbangun, sinergitas antara masyarakat dan pemeritah baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah dampaknya akan sangat buruk kedepan, maka dengan pertimbangan itulah sekali lagi keputusan tentang penutupan tempat peribadatan itu perlu untuk di evaluasi kembali dengan cermat sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang berujung pada terganggunya kondusifitas kota Bontang yang kita cintai.


Kritik ini tidak hanya kepada eksekutif, legislatif juga termasuk bertanggung jawab atas adanya kebijakan ini. Fungsi pengawasan sebagai anggota DPRD harus dijalankan, bagi saya ini sangat riskan terjadinya sebuah perselisihan ditengah masyarakat dikemudian hari. Maka karena itu saya berpandangan bahwa anggota DPRD perlu mengambil sikap untuk mengevaluasi kebijakan ini secara seksama.

KEBIJAKAN TURUNAN SEPERTINYA SALAH KAPRAH ( Otonomi Daerah Harus Relevan Dengan Kebijakan Kebijakan Pusat )

Oleh :  Muhammad Muqrim
Bontang, 8 Juli 2021



Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro Dan dan Mengoptimalkan posko Pengamanan Corona Virus Desease 2019 di Tingkat Desa Dan Kelurahan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Desease 2019.

1. Dalam surat intruksi ini tidak secara eksplisit dijelaskan bahwa semua kota yang dikategorikan sebagai kriteria level 4 model penanganannya harus sama, justru di Diktum Kedua dijelaskan bahwa dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi pengendalian wilayah hingga tingkat RT dan kriteria level sebagaimana yang dimaksud huruf c ada Diktum Kesatu.

Artinya bahwa model pengendalian dan pencegahan tidak harus sama dengan daerah lain, pengendalian itu harus dilakukan berdasarkan kriteria zonasi yang dimaksud, kalau Jakarta melakukan pengetatan didalam kota itu wajar karena Jakarta adalah kota besar banyak akses masuknya, untuk memproteksi orang yang bukan warga Jakarta itu sangat sulit dilakukan makanya pengetatan dilakukan sampai kedalam kota tidak hanya di pintu pintu masuk dan keluar.

2. Bontang belum bisa dikategorikan sama dengan kota kota besar yang sistem belanjanya sudah 100 persen menggunakan sistem online dan terintegrasi. 

Artinya bahwa infrastruktur kita ini belum siap ketika masyarakat dipaksakan untuk car food atau pembelanjaan online lainnya karena aplikasi aplikasi online ojek online misalnya belum terintegrasi dengan para pelaku pelaku UMKM, belum lagi kita bicara soal akses jaringan internet misalnya. Jadi lagi lagi saya mau katakan bahwa kebijakan PPKM Mikro hari ini sangat tidak relevan dengan kondisi rill masyarakat kita sekarang.

Kemudian "take awy" yang di syaratkan oleh pemeritah bagi pelaku UMKM ketika membuka usahanya dengan kebijakan blokade jalan saya kira juga ini sangat keliru. Bagaimana orang mau belanja dan pelaku UMKM dagangannya laku sementara jalan diblokade jangankan pembeli itu singgah untuk membeli lewat saja tidak di perbolehkan kan sedikit agak lucu kondisi seperti ini.

3. Seharusnya kalau kita mengamati secara seksama substansi dari Intruksi menteri dalam negeri no 17 tahun 2021 adalah pemeritah diharuskan melakukan penanggulangan, pencegahan itu secara terarah yang dimulai dari tingkat kelurahan hingga ke tingkat RT. Aparatur inilah secara eksplisit justru dijelaskan dalam intruksi ini untuk diberikan peran peran strategis untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan terutama mengarahkan masyarakat untuk tetap taat dan patuh terhadap prokes.

Artinya bahwa infrasturuktur penanganan covid 19 yang sejatinya sudah ada terbentuk hingga ke tingkat kelurahan dan mungkin sudah ada di tingkat RT itulah yang dimaksimalkan dan diberi peran peran penting selama PPKM MIKRO ini berlangsung dari 6 Juli sampai 20 Juli mendatang. Pemeritah harus lebih fokus pada tataran ini karena pada prinsipnya ketika pada tingkat ini sudah clear maka secara otomatis di sektor sektor lain tentu akan berdampak pula.

Saya melihat dalam melakukan kajian dan penafsiran intruksi menteri Nomor 17 tahun 2021 oleh pemeritah daerah  dan jajarannya sepertinya sangat terburu buru sehingga dalam memutuskan aksi aksi dilapangan tidak mempertimbangkan dampak negatif dari penerapannya. 

Kebijakan PPKM MIKRO Yang hari ini diterapkan perlu dievaluasi. Jangan samakan kota Bontang ini dengan kota kota besar dijawa. Bontang ini kota kecil pelaku UMKM pasarnya berasal dari para pengguna jalan salah satunya, ketika pengetatan dalam kota tetap dilakukan maka itu sama saja melumpuhkan aktifitas perekonomian dan menghilangkan mata pencaharian para pelaku UMKM.