Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 6 Juli 2021
Kegaduhan politik ini secara terang terangan di pertontonkan di awak media sehingga publikpun melihat dan memberikan tanggapan yang beragam terhadap kinerja pemeritahan yang baru hari ini Basri Rase - Hj. Najirah sebagai Walikota Dan Wakil Walikota Bontang yang baru menapakan kaki menyelesaikan program janji 100 harinya.
Kegaduhan politik ini dimulai saat mengajukan rancangan peraturan daerah tentang RPJMD tahun 2001 -2026 yang bolak balik diminta untuk di revisi karena Dewan menganggap apa yang di ajukan tersebut masih terkesan "Abstrak" diperlukan penjabaran yang lebih detail terhadap implementasi semua program program jangka menengah yang tertuang dalam rancangan tersebut termasuk tolak ukur tingkat keberhasilannya yang sangat fokus di kritisi oleh lembaga DPRD Kota Bontang kala itu terkhusus unsur pimpinan DPRD Kota Bontang.
Kemudian polemik tentang pengapalan batu bara yang sempat menjadi viral dimedia sosial diperbincangkan, di soroti oleh berbagai pihak, baik dari masyarakat begitupun lembaga DPRD. Penempatan gedung uji kir yang juga menjadi perhatian publik Karena dianggap Walikota tidak konsisten dengan keputusannya, sebelumnya akan dibangun diloktuan kemudian berubah lagi dan akan dibangun di Bontang lestari, belum lagi soal lokasi yang diklaim oleh dinas perhubungan dan pihak kelurahan loktuan.
Kemudian lagi soal perhelatan lomba MTQ yang menyisahkan persoalan persoalan yang krodit menurut saya diantaranya adalah soal pelanggaran "prokes" yang nyata nyata di depan mata, bahkan pengakuan dari pihak pemerintah jelas di berbagai media sosial soal permintaan maaf atas pelanggaran prokes yang dilakukan tersebut, namun tidak ada penindakan sama sekali sebagai bentuk pembelajaran untuk masyarakat termasuk menjalankan amanah penegakan hukum terkait protokol kesehatan "PROKES"
Kegaduhan semakin terlihat ketika pemerintah kota Bontang dalam hal ini Walikota dan perangkatnya mengajukan pergeseran anggaran mendahului perubahan tahun 2021 yang menurut pimpinan DPRD tidak syarat dengan aturan yang berlaku serta terkesan terburu buru. Polemik ini sempat menyita banyak perhatian pihak lain termasuk pengamat dari luar kota Bontang tentang seperti apa polemik pergeseran anggaran yang tengah bergulir di kota Bontang saat itu. Tanpa terkecuali saat itu sayapun ikut memberikan kritik termasuk gambaran tentang regulasi yang mengatur hal hal terkait pergeseran anggaran mendahului perubahan tahun 2021.
Dan mungkin terakhir yang berpotensi menimbulkan kegaduhan kedepan adalah dicoretnya beberapa kegiatan di beberapa OPD yang disinyalir merupakan aspirasi anggota DPRD Kota Bontang yang notabene merupakan usulan mereka pasca melakukan road show dengan konsitwen masing-masing, Dalam hal ini tentu DPRD bisa dipastikan akan memperjuangkan aspirasi tersebut karena ini merupakan hasil dari berbagai agenda agenda anggota DPRD saat melakukan kunjungan ke basisi basis suara baik secara formal maupun non formal.
Praktis kegaduhan ini seolah tercipta karena tidak sinkronnya komunikasi lintas kelembagaan dilingkup pemeritah kota Bontang, baik itu lintas OPD maupun lembaga eksekutif dan legislatif. Saya melihat kegaduhan ini memang terjadi karena ketidak matangan para pelaku pelaku yang terlibat dalam kegaduhan ini, sehingga yang menjadi korban itu adalah masyarakat luas. Terlihat seperti ada pertarungan perebutan angka angka yang belum tentu itu mencerminkan kepentingan orang banyak, bisa saja itu merupakan kepentingan untuk kantong pribadi saja. Namun dikemas dengan baik seolah bahwa aksi aksi itu adalah aksi untuk memperjuangkan kepentingan orang banyak.
Ironis melihat kotaku hari ini yang setiap hari di pemberitaan, media sosial disuguhkan persoalan persoalan inkonsistensi kebijakan, kegaduhan politik dan pertarungan perbebutan angka angka yang harusnya tidak layak untuk menjadi konsumsi publik dan masyarakat luas, sementara didaerah lain yang sama memiliki kepala pemeritahan baru. Mereka justru sama sama bergandengan tangan untuk membangun kota termasuk menyelesaikan program program dan janji janji politiknya masa kampanye terkhusus penyelesaian program janji 100 hari kerja.
Saran saya untuk pemeritahan Hari ini, hentikan kegaduhan itu, fokus menyelesaikan program Janji 100 hari kerja, karena itu merupakan tolak ukur dalam menjalankan roda pemeritahan disisah waktu kedepan. Ketika ini tidak berhasil ditunaikan saya yakin masyarakat akan melihat dan menganggap pemeritahan hari ini tidak sanggup mengelola kota ini. Dan sikap apatis atau masa bodoh, tidak mau tau akan mempengaruhi jalannya roda pemeritahan kedepan. Pemeritah dan masyarakatnya harus se iya sekata sehingga dalam mewujudkan program, kebijakan dan aturan tidak akan ada lagi pertentangan yang terjadi di masyarakat dengan demikian maka pemeritah pun akan tenang dan lebih fokus mengurus kota ini.
Termasuk penanganan penyebaran covid 19 baik itu dari sisi pencegahan maupun penindakannya, karena kota Bontang ini termasuk salah satu dari 43 kota yang dikenakan oleh pemerintah pusat untuk PPKM Mikro seperti pulau Jawa dan Bali. Baca :
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210705195605-4-258509/daftar-43-kota-non-jawa-bali-yang-kena-pengetatan-ppkm-mikro