Oleh : Muhammad
Muqrim
Bontang, 10 Februari
2023
Undang-Undang Dasar 1945
mengamanahkan kepada unsur lembaga negara Trias Politica dengan tugas masing masing, Legislatif bertugas membuat undang-undang, bidang legislatif
adalahDPR. Eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan
undang-undang. Bidang leksekutif adalah
Presiden dan Wakil Presiden beserta menteri-menterinya yangmembantunya. Yudikatif bertugas
mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Belakangan hal diatas tidak lagi
terlihat di negeri ini, demokrasi seakan diartikan sebagai sebuah kebebasan
yang absolute dalam rangka mewujudkan kepentingan masing-masing, baik itu
kepentingan yang sifatnya individual maupun kelembagaan dalam konteks
bernegara.
Sistem Demokrasi Pancasila yang berlaku di Indonesia bersumber dari tata nilai sosial dan budaya
bangsa Indonesia serta berasaskan musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan
keseimbangan kepentingan. Namun pada kenyataannya yang terjadi dewasa ini
justru terlihat bertentangan, sehingga bangsa ini jauh dari kata Demokratatis.
Aristotetles mengatakan negara yang cacat adalah
negara yang hanya mementingkan kepentingan dan keinginan penguasa politis, Bentuknya
bisa beragam, mulai dari monarki, sampai dengan totalitarisme militer.
Argumen sentral Aristoteles, yakni Demokrasi
sebagai komunitas orang-orang bebas, belumlah menjadi roh demokrasi di
Indonesia. Warga negaranya masih hidup dalam kungkungan dua hal, yakni
kungkungan agama yang penuh dengan perintah dan larangan, serta kungkungan
hasrat untuk mengumpulkan harta benda dan uang. Dengan kata lain, kebebasan
adalah prasyarat demokrasi. Selama orang masih mengikat dirinya sendiri dengan
kebodohan-kebodohan mitologis, maka selama itu pula, mentalitas demokratis
tidak akan tercipta, walaupun sistemnya sudah di bangun Reza alexander
antonius wattimena pendiri rumah filsafat: untuk dunia yang sadar dan bernalar
sehat (1)
Belakangan isu soal system pemilu Proporsional tertutup dan
terbuka menjadi mengemuka di publik, berbagai forum diskusi dan tulisan tulisan
di berbagai beranda media sosial menyoal isu tersebut, berbagai argumentasi dan
narasi lahir menyikapi dinamika tersebut, menariknya karena meguatnya isu ini
disaat menjelang pelaksanaan pesta demokrasi 5 tahunan di negeri ini.
Isu tersebut semakin membuat konstelasi politik nasional menjadi
gaduh, delapan parpol yang ada di palemen menolak tegas adanya upaya untuk
mengembalikan system pemilu yang telah di tinggalkan itu, yakni system pemilu
proporsional tertutup dimana sistem ini ddianggap mencederai hak demokratisasi
rakyat karena di paksa memilih wakilnya secara tidak terbuka, di ibaratkan
beli kucing dalam karung. Delapan parpol tersebut diataranya Partai Golkar,
Gerindra, Nasdem, Kebangkitan Bangsa, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera,
Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Jika Demokrasi diasumsikan hanya sebagai alat untuk mencapai
kekuasaan, maka watak para pemimpin menjadi sangat instrumentalik dan menjadi
politisi yang mekanistik. Tak ada lagi nilai yang diperjuangkan. Akan terjadi
politik manipulatif, tipu daya dan kegaduhan terus menerus. Demokrasi adalah
sistem bernegara yang baik, sayangnya para pelaku demokrasi khususnya para elit
politik dan parpol telah mereduksi makna dan praktek demokrasi sedemikian rupa
sehingga pemilu dan pilpres justru menjadi olok-olok dan cemoohan rakyat.
Kalaupun pada akhirnya berubah sistem Pemilu, tentu akan sangat merepotkan para
penyelenggara, karena butuh waktu, pikiran dan tenaga untuk sosialisasi sistem
yang baru. Publik akan kebingungan, para pemilih, peserta Pemilu akan
menyesuaikan lagi strateginya, sementara waktu menuju penyelenggaraan Pemilu
tinggal 14 bulan yaitu pada 14 Februari 2024. Abdul Aziz Saleh Majelis Anggota Nasional Perhimpunan Bantuan
Hukum dan HAM Indonesia PBH ( 2)
Tingginya biaya pemilu saat ini merupakan konsekwensi bangsa
ini yang memiliki luasan wilayah dan kepulauan, hal tersebut tidak bisa menjadi
alasan kemudian system proporsional tertutup kembali untuk di terapkan karena
tidak juga merubah tatanan dan infrastruktur pelaksanaan pemilu yang telah di
persiapkan oleh lembaga penyelenggara pemilu hari ini.
Tidak bisa di pungkiri bahwa politik transaksional itu
terjadi dan bahkan marak terjadi disaat perhelatan demokrasi itu berlangsung,
karena itulah lembaga BAWASLU sebagai lembaga mitra penyelenggara pemilu (KPU)
bertugas mengawasi dan mengantisipasi terjadinya pelanggaran yang dianggap
mencederai marwah demokrasi itu sendiri, tidak terkecuali money politic atau politik
transaksinal di tingkatan lembaga lembaga kepartaian maupun pada tingkatan
pemilih ( electoral).
Kesadaran berpolitik dan berdemokrasi itu penting di tanamkan
kepada setiap kader kader partai yang kemudian didorong oleh partai untuk
berkempotisi secara langsung di perhelatan demokrasi pemilu legislatif,
presiden maupun pemilihan kepala daerah, sehingga mereka para kader potensial
ini benar-benar mejaga marwah demokrasi itu.