Oleh : Muhammad MuqrimBontang, 15 Oktober 2021
" Pertamina Unit Manager Communication & CSR MOR I, Roby Hervindo Mengatakan Indonesia Di Perkirakan Kehabisan Cadangan Minyak Bumi Pada Tahun 2030. Hal Itu, Terlihat Dari Cadangan Minyak Bumi Indonesia Yang Saat Ini Hanya Sekitar 3,3 Miliar Barel "
Berita Tempo Rabu 6 Maret 2019
Sejarah Singkat Beroperasinya PT. Badak NGL
Di awal Tahun 1972 dimana negara dalam hal ini PT. Pertamina menggandeng perusahaan Migas luar negeri Huffco Inc. melakukan eksplorasi sampai dimulainya proses pertambangan migas diwilayah kalimatan timur saat ini dikenal sebagai Kabupaten Kutai Karta Negara, kemudian Badak LNG dikenal sebagai perusahaan LNG terbesar di Indonesia didirikan pada tanggal 26 November 1974 sebagai perseroan terbatas diwilayah administrasi yang sama, namun setelah terjadinya pemekaran wilayah keberadaan kilang PT. BADAK tersebut berada diwilayah Kota Bontang sebagai daerah otonom baru hingga hari ini.
Perjalanan Badak LNG dimulai dengan ditemukannya gas alam dalam jumlah besar di dua wilayah terpisah. Area pertama yang terletak di Lapangan Gas Arun, Aceh Utara, ditemukan oleh Mobil Oil Indonesia pada akhir tahun 1971 sedangkan area kedua, Lapangan Gas Badak, Kalimantan Timur, ditemukan oleh Huffco Inc. pada awal tahun 1972. Kedua perusahaan tersebut bekerja di bawah Production Sharing Contracts (PSC) dengan Pertamina.
Saat itu bisnis LNG belum begitu dikenal dan hanya ada empat kilang LNG di seluruh dunia dengan pengalaman operasi 3-4 tahun. Meski tanpa pengalaman sebelumnya di bidang LNG, Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco Inc., sepakat untuk mengembangkan proyek LNG yang dapat mengekspor gas alam cair dalam jumlah besar.
Seperti yang telah ditunjukkan sejarah, proyek ini didasarkan pada optimisme dan ambisi yang kuat dengan keyakinan pada kekuatan permintaan pasar. Kerja keras berbulan-bulan telah diambil oleh Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco Inc. untuk menjual proyek tersebut kepada dua calon konsumen LNG, calon pemberi dana, dan calon mitra di seluruh dunia. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan persetujuan kontrak penjualan LNG pada lima perusahaan Jepang: Chubu Electric Co., Kansai Electric Power Co., Kyushu Electric Power Co., Nippon Steel Corp. dan Osaka Gas Co. Ltd., pada bulan Desember. 5, 1973.
Kontrak yang kemudian dikenal dengan "The 1973 Contract" tersebut memuat komitmen pembeli untuk mengimpor LNG Indonesia selama 20 tahun, dimana kilang LNG tersebut belum juga selesai dibangun. Sedangkan pada pertengahan tahun 1977 Pertamina telah menyetujui untuk memasok LNG dari dua kilang LNG yang akan dibangun dalam waktu 42 bulan. Dengan didirikannya kilang LNG, pembangunan kapal tanker untuk armada pengangkut dan pembangunan beberapa terminal penerima, termasuk pengaturan pembiayaan untuk proyek-proyek tersebut kemudian harus dilaksanakan secara bersamaan.
Berkat kerjasama berbagai pihak, proyek besar ini pun berhasil. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari dukungan perusahaan asing, perbankan, lembaga keuangan dan kerja sama tiga negara: Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat. Atas dasar optimisme, ambisi dan kerja keras bersama, catatan sejarah telah ditorehkan Badak LNG telah tercatat sebagai ujung tombak sejarah industri LNG Indonesia.
Badak LNG selama lebih dari 4 dekade telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam industri gas internasional sehingga Badak LNG telah dikenal sebagai perusahaan Perusahaan LNG yang professional, terpercaya dan dapat diandalkan.
Sejarah Singkat Ditetapkannya Kota Bontang Sebagai Daerah Otonom.
Pada tahun 1999 melihat dan mempertimbangkan kondisi pada saat itu dari aspek pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, budaya dan sosial maka pada tahun 1999 Kota Bontang resmi memisahkan diri atau memekarkan diri dari kabupaten induk yakni Kabupaten Kutai Karta Negara, menjadi daerah otonom baru yang terdiri dari 3 kecamatan yakni kecamatan bontang selatan, bontang utara dan bontang barat, Kota Bontang mulai sejak saat itu dipimpin oleh kepala daerah yakni walikota.
Kota Bontang merupakan salah satu kota di Provinsi Kalimantan Timur yang terletak sekitar 120 km dari Kota Samarinda Ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Kota Bontang terletak diantara 0001’ Lintang Utara – 0012’ Lintang Utara dan 117028’ Bujur Timur dengan luas wilayah seluas 49.757 ha yang didominasi oleh lautan, yaitu seluas 34.977 ha (70,30%) sedangkan wilayah daratannya hanya seluas 14.780 ha (29,70%). Wilayah Kota Bontang terletak di bagian tengah wilayah Provinsi Kalimantan Timur, berada di pesisir pantai timur. Batas wilayah Kota Bontang sebagai berikut :
Batas Utara : Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur
Batas Timur : Selat Makassar
Batas Selatan : Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kertanegara
Batas Barat : Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur
Wilayah administratif Kota Bontang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Bontang Utara, Kecamatan Bontang Selatan dan Kecamatan Bontang Barat. Kecamatan Bontang Utara terdiri dari 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Guntung, Kelurahan Loktuan, Kelurahan Gunung Elai, Kelurahan Api-api, Kelurahan Bontang Baru, dan Kelurahan Bontang Kuala. Kecamatan Bontang Selatan terdiri dari 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Satimpo, Kelurahan Tanjung Laut, Kelurahan Berbas Pantai, Kelurahan Berebas Tengah, Kelurahan Tanjung Laut Indah dan Kelurahan Bontang Lestari. Kecamatan Bontang Barat terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Belimbing, Kelurahan Gunung Telihan dan Kelurahan Kanaan. Berdasarkan prosentasi tersebut wilayah adimistratif berdasarkan Kecamatan bahwa Kecamatan Bontang Selatan memiliki luasan terbesar 10.440 ha di bandingkan Kecamatan Bontang Utara 2.620 ha dan Bontang Barat 1.720 ha.
Sejarah Singkat Pengesahan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah diatur dengan Undang-Undang.
Peraturan Undang-Undang yang mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sebelum lahirnya undang undang 33 tahun 2004 adalah yang pertama (1) UU Nomor 32 tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-daerah, yang Berhak Mengurus Rumah-tangganya Sendiri. (Sudah dicabut, tidak berlaku), kedua (2) UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. (Sudah dicabut, tidak berlaku) kemudian lahir
UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah disahkan pada tangal 15 Oktober 2004 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004 oleh Sekretaris Negara RI Bambang Kesowo, mulai berlaku dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126. Penjelasan atas UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya.
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencabut UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Pertimbangan kondisi saat itu tidak selaras atau tidak relevan lagi dengan peraturan tersebut dan begitupun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakan otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur secara adil dan selaras dan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antarsusunan pemerintahan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga perlu diganti berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah:
Pasal 1 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 23C, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Ketiga rangkaian kejadian tersebut diatas bisa menjadi bahan rujukan bagi kita bersama untuk menarik benang merah persoalan marginalisasi, diskriminasi negara terhadap daerah otonom Kota Bontang yang merupakan satu rangkaian atau satu kesatuan dari proses pertambangan migas berdasarkan teori terori industrialisasi yang dikemukakan oleh beberapa ilmuan dimasa lalu dan masa kini dimana hak atas dana perimbangan antara kutai karta negara dan kota bontang tidak boleh dibeda bedakan.
Bab III
Permasalahan, Dinamika & Solusi
Akar Permasalahan Yang Esensial Adalah Ketidak Adilan
Sejak beroperasinya perusahaan migas yang ada dikota bontang dibawah naungan PT. Pertamina, masyarkat kota bontang termasuk pemerintah kota bontang sendiri merasa bahwa ada sikap diskriminasi atau perlakukan negara yang kurang adil terhadap daerah kota bontang terkait keberadaan kilang minyak PT. Pertamina tersebut. seyogyanya keberadaan perusahaan tersebut bisa memberikan kontribusi yang lebih terhadap laju perkembangan dikota bontang, baik dari sisi sumber daya manusia, pembangunan, ekonomi dan lain sebagaianya yang tentunya mampu membawa kota bontang dan masyarakatnya lebih sejahterah di banding daerah daerah yang lain.
Sebagai daerah yang berdampingan langsung dengan resiko terjadinya bencana, akibat keberadaan industri tersebut tentu hal itu perlu menjadi pertimbngan khusus baik untuk pertamina sendiri maupun negara pada khusunya untuk memberikan perlakukan yang khusus terhadap daerah Kota Bontang. hal ini tidaklah sulit dilakukan, industri migas sebagai salah satu pilar ekonomi nasional atau penyumbang devisa terbesar tidaklah sulit untuk sedikit memberikan perhatiannya terhadap Kota Botang. terutama soal regulasi terkait dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dalam undang undang 33 tahun 2004, perlu penyesuaian yang baru terhadap kondisi kekinian dimana Kota Bontang sebagai daerah pengolah harus diakomodir dalam skema pembagian dana perimbangan yang setara dengan daerah penghasil.
Dinamika politik, ekonomi dan sosial Kota Bontang Era Otonomi Daerah
Berbagai rentetan peristiwa yang mewarnai dinamika politik, budaya dan sosial di kota bontang khusnya yang perlu kita ingat bersama sebagai catatan sejarah perjuangan masyarakat Kota Bontang dalam rangka memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya terhadap negara kesatuan republik indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan sejahterah yang erat kaitannya dengan keberadaan perusahaan PT. Pertamina atau kilang refenery PT. Badak LNG yang berdiri dalam kawasan administratif kota Bontang semenjak tahun 1974 hingga hari ini. diantara peristiwa peristiwa itu adalah sebagai berikut :
a. Gerakan Masyarakat Menolak Pipanisasi Kalimantan-Jawa oleh FORBES Kota Bontang.
Aksi demonstrasi elemen pemuda Kota Bontang yang tergabung dalam organisasi FORBES Kota Bontang ( Forum Masyarakat Kota Bontang ) saat itu dibundarah HI ibukota negara Jakarta tepatnya yang mana gerakan itu dikomandoi langsung oleh bapak Basri Rase (Walikota Bontang Periode 2020-2024), peristiwa ini merupakan salah satu rentetan atau catatan sejarah para pemuda saat itu dalam rangka menolak agenda pipanisasi kalimantan - jawa yang mana di nilai sangat merugikan masyarkat kota bontang khususnya, untuk itu kita delegasi masyarakat kota bontng atau warga Kota Bontang menolak pipanisasi gas kalimantan- jawa saat itu, tentu ini merupakan gerakan yang memiliki kontribusi besar saat itu untuk daerah otonom baru yang memerlukan suntikan anggaran dari pemeritah pusat.
Dengan tidak berhasilnya agenda pipanisasi praktis sumber sumber keuangan yang tadinya diperkirakan akan lenyap dan hilang, kembali bisa diperjuangkan oleh pemerintah daerah yang hingga saat itu kita nikmati bersama. namun tidak cukup sampai disitu saja gerakan gerakan penolakan terjadi. meskipun gerakan ini membuahkan hasil yang positif namun tidak signifikan mempengaruhi secarah menyeluruh, terutama pada sektor regulasi yang melemahkan kota bontang dalam hal memperoleh anggaran yang seharusnya tidak dibedakan dari daerah induk sebelumnya yakni kabupaten kutai karta negara. melihat kondisi itu maka dipandang perlu melakukan gerakan yang lebih menyeluruh lagi.
b. Gerakan Sektoral ( Legislatif Review) oleh Forum Daerah Pengolah Tahun 2018
Tahun 2018 terbentuk Forum Daerah Pengolah yang di inisiasi oleh Walikota Bontang saat itu yakni dr. Hj. Neni Moernaeni (Walikota Bontang Periode 2015-2020) yang di dalamnya tergabung 11 Kepala Daerah se Indonesia yang merasa penting untuk melakukan sebuah gerakan menuntut keadilan bagi daerah pengolah migas dengan merevisi UU 33 Tahun 2004 sebagai bentuk Protes untuk perwujudan sila ke lima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoneisa, dalam hal ini negara seakan mengabaikan hal tersebut.
Sebagai daerah pengolah yang sangat rentan dan riskan mendapatkan dampak atau resiko yang ditimbulkan, kita lihat misalnya kejadian di teluk balikpapan pada 13 maret 2018, ada 40.000 barel minyak mentah yang mencemari lautan yang diperkirakan seluas 7.000 hektar dari panjang pantai sisi balikpapan dan PPU sepanjang 60 kilometer. Kejadian ini mestinya menjadi rujukan negara untuk mempertimbangkan konsekwensi yang logis bagi daerah pengolah dengan memberikan porsi anggaran melalui Dana Bagi Hasil (DBH). melalui revisi UU 33 tahun 2004 dengan mengakomodir dareah pengolah untuk mendapatkan skema pembagian sesuai porsi masing seperti yang didapatkan daerah penghasil misalnya.
Pengolahan Migas ini ada dua sektor :
1. sektor Hulu Migas
2. sektor Hilir Migas.
Hulu Migas ini adalah Sektor Pengolahan Bahan mentah sebelum dijadikan produk yang nantinya di nikmati. Sementara kalau hilir migas adalah pemasaran setelah diolah menjadi produk. Seperti halnya BBM di SPBU.
Pertanyaan Kemudian, Kota Bontang Termasuk Sektor Yang Mana ?
Kedukukan Kota Bontang sebagai sektor industri hilir migas yang mana di wilayah Kota Bontang terdapat sebuah industri raksasa yang mengolah bahan mentah migas menjadi sebuah produk jadi yang siap dipasarkan ke konsumen atau pasar domestik dan global, yang sumber bahan bakunya berasal dari Kabupaten Kutai Karta Negara yang didaulat sebagai daerah penghasil dan Kota Bontang sebagai daerah pengolah.
Keberadaan pabrik atau industri tersebut yang selama ini dikenal sebagai PT. Badak LNG yang merupakan Perusahan yang di tunjuk oleh PT. Pertamina sebagai pengelola. Kota Bontang dalam posisi ini seharusnya mendapatkan banyak manfaat atas keberadaan dan kehadiran perusahan migas raksasa yang beraktifitas selama ini, namun pada kenyataannya Kota Bontang dan penduduknya yang hidup berdampingan selama ini sejak adanya aktifitas industri tersebut belum merasakan dampak yang signifikan layaknya daerah penghasil lainnya, pemerintah daerah dalam hal ini Kota Bontang misalnya dari sisi alokasi anggaran bagi hasil migas sebagai bentuk kompensasi terhadap wilayah administratif dimana aktifitas itu berlangsung, hingga hari ini belum ada kejelasan soal bagaimana regulasi yang mengaturnya, karena dalam undang undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tidak diatur soal bagaimana skema pembagian bagi daerah pengolah, yang diatur skema pembagiannya hanyalah daerah penghasil.
Perlu diketahui bersama bahwa kilang minyak yang ada di Kota Bontang terdiri dari beberapa tangki penampungan atau refinery. Keberadaannya tepat berada di tengah tengah pemungkiman warga, yan mana tingkat resiko sangat besar berdampak pada warga sekitar, potensi terjadinya human eror atau yang diakibatkan oleh alam misalnya sangat besar dan tentunya ketika terjadi kesalahan yang mengakibatkan insiden besar. misalnya salah satu tangki yang ada dilokasi tersebut meledak maka bisa dipastikan 30% penduduk kota bontang akan menjadi korban atas insiden tersebut. karena 30% penduduk kota bontang tersebut berada di sekitar berdirinya kilang LNG tersebut. selama ini hidup berdampingan dengan industri besar pengolah migas itu sudah mereka rasakan sejak berdirinya perusahaan tersebut bahkan sudah sampai tiga generasi, soal dampak negatif yang merak rasakan setiap harinya akibat aktifitas produksi tidak lagi menjadi persoalan besar bagi mereka, karena mereka tidak punya pilihan lain selain bertahan dan menetap, karena disitulah rumah tempat tinggal mereka selama ini. Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni selaku inisisasi terbentuknya forum daerah pengolah menilai, sejak Indonesia merdeka, daerah pengolah tidak pernah mendapat perhatian khusus. Padahal, kami yang berhadapan dengan bencana.
Harapan masyarakat Kota Bontang dengan hadirnya perusahaan LNG Badak sekiranya bisa memberikan kontribusi besar yang positif dan nyata untuk kemajauan Kota Bontang pada umumnya, dan secara khusus memberikan dampak positif terhadap masyarakat atau warga Kota Bontang yang selama ini hidup berdampingan dengan perusahaan PT. Badak LNG karena mereka itulah yang sangat merasakan dampak baik buruknya, entah itu pencemaran udaranya, dan kebisingan mesin mesin pabrik yang berproduksi. banyak hal yang menjadi tanda tanya besar dari kami masyarakat kota bontang tentang keberadaan perusahaan milik negara tersebut yakni PT. PERTAMINA yang PT. Badak LNG sebagai penanggung jawab aktifitas atau kegiatan peroduksi.
Kesan negara yang diskriminatif terhadap Kota Botang seakan nyata adanya ketika menyimak keseluruhan klausul Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, semestinya Kota Bontang dan kutai kerta negara atau kukar sebagai daerah penghasil kedudukannya harusnya sama, bisa dikatakan bahwa kukar dan Bota Bontang merupakan satu rangkaian atau satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena kedua wilayah adminitratif ini punya peran yang sama dalam mengasilkan keuntungan untuk bangsa dan negara melalui aktifitas industri migas ini. Namun sangat disayangkan regulasi pun secara nyata tidak berpihak ke Kota Bontang sebagai daerah pengolah, Yang secara eksplisit diatur dalam undang undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah hanya daerah penghasil sementara daerah pengolah terabaikan haknya.
Atas dasar itulah kemudian masyarakata Kota Bontang dinilai perlu melakukan sebuah gerakan bersama pemerintah daerah dan seluruh stakeholder untuk duduk satu meja dan membangun sebuah gerakan atau misi strategis untuk melakukan/melayangkan gugatan terhadap keberadaan undang undang 33 tahun 2004 agar kiranya bisa di revisi sehingga kepentingan daerah pengolah dalam hal ini Kota Bontang bisa diakomodir dalam undang undang tersebut baik itu dalam hal skema pembagian bagi hasil atauapun pengaturan pengaturan yang lain, selama itu tidak ada pihak yang dirugikan dan tentunya konstitusional. Semangat inilah yang kemudian harusnya bisa mendorong kita semua untuk bergerak maju melahirkan konsensus bersama entah itu itu modelnya seperti apa nantinya, yang pasti esensinya adalah sebuah aliansi masyarakat sipil menggugat undang undang 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dalam rangka menghadirkan rasa keadilan bagi kita sebagai daerah pengolah yang sangat besar merasakan dampak ancaman bencananya yang ditimbulkan atas aktifitas tersebut dan juga sebagai wujud implementasi sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Sebagai catatan juga bahwa Semenjak resmi berdirinya PT. Badak LNG tersebut pada 26 November 1974 masyarakat Kota Bontang pada umumnya sangat mendukung seluruh bentuk kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan, karena masyarakat Kota Bontang menyadari bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu pilar ekonomi negara dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional. kami sangat bangga dengan kehadiran PT. PERTAMINA di Kota Bontang dengan menggandeng perusahaan pengolah PT. Badak LNG. Tidak kami pungkiri bahwa sebahagian masyarakat Kota Bontang meraskan manfaat kehadiran kilang tersebut, beberapa penduduk lokal direkrut menjadi karyawan tetap dan kontrak namun dari segi persentase keberadaan tenaga yang digunkan masih di dominasi oleh penduduk luar yang kebanyakan dari pulau jawa.
Peluang Melakukan Judicial Review, legislative review dan executive review undang undang 33 tahun 2004
Menurut Nurul Qamar dalam Jurnal Konstitusi Vol I Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi (hal.2), judicial review dapat dipahami sebagai suatu pranata hukum yang memberikan kewenangan kepada badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang ditunjuk oleh konstitusi (dalam hal ini Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi) untuk dapat melakukan peninjauan dan atau pengujian kembali dengan cara melakukan interpretasi hukum dan atau interpretasi konstitusi untuk memberikan penyelesaian yuridis.
Di Indonesia, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) terdapat jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, yakni:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-Undang (“UU”)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perppu”)
Peraturan Pemerintah (“PP”
Peraturan Presiden (“Perpres”)
Peraturan Daerah Provinsi (“Perda Provinsi”)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (“Perda Kab/Kota”).
Namun, dari keseluruhan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang ada, hanya Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang dapat dilakukan judicial review terhadapnya. Pelaksanaan kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di atas oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 didistribusikan kepada dua lembaga kekuasaan kehakiman, yakni Mahkamah Agung (“MA”), dan Mahkamah Konstitusi (“MK”).
Berdasarkan Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”), MA berwenang, antara lain, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Sedangkan berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK berwenang, antara lain, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Ketentuan-ketentuan tersebut juga kembali diatur dalam Pasal 9 UU 12/2011, yang berbunyi:
Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Alternatif Selain Judicial Review ada Legislatif Review yang pernah dilakukan 11 daerah pengolah tahun 2018 di komandoi langsung oleh mantan walikota bontang periode 2015-2020 dr.Hj Neni Moernaeni yang juga selaku inisiator namun menuai jalan yang buntu. Sistem hukum Indonesia mengenal legislative review dan executive review. Legislative review dan executive review adalah upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah suatu undang-undang melalui lembaga legislatif atau lembaga eksekutif berdasarkan fungsi legislasi yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut sebagaimana yang diatur dalam konstitusi pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 dan UU 12/2011. Yang mana dalam UU 12/2011 disebutkan apabila sebuah rancangan perubahan undang-undang berasal dari pemerintah disebut sebagai usulan Pemerintah dan apabila perubahan undang-undang berasal dari DPR disebut sebagai hak inisiatif DPR. Secara sederhana proses dalam legislative review dan executive review merupakan proses pembentukan undang-undang biasa, baik untuk membentuk baru maupun mengubah undang-undang yang telah ada.
Mengenai judicial review ke Mahkama Konstitusi, Mahkama Agung pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
1. Perorangan warga negara Indonesia.
2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
3. Badan hukum publik atau privat.
4. Lembaga negara.
Cara inilah adalah merupakan jalan terbaik, dan juga peluang masyarakat bontang mendapatkan keadilan, sebagaimana sebelumnya Walikota Bontang pada tahun 2018 bersama 10 kepala daerah lain melakukan hal yang sama Legislatif Review namun belum tuntas hingga hari ini, kita sebagai generasi muda perlu menuntaskan hal tersebut sampai akhir, baik melalaui Judicial Review atau Executive Review. pilihan itu ada pada masyarakat Kota Bontang.
Gerakan Rakyat Solusi Paling Tepat
Tentunya untuk bisa mewujudkan itu bukanlah perkara yang mudah. Proses dan rangkaian yang panjang menanti kita, karena itu di butuhkan konsistensi, soliditas dan kerja sama semua pihak (Kolaborasi), tidak hanya yang tergabung dalam aliansi, namun semua pihak tanpa terkecuali yakni seluruh lapisan masyarakat yang ada di Kota Bontang. dukungan moral serta moril tentunya sangat diperlukan dalam gerakan ini, tidak bisa di pungkiri bahwa pergerakan ini membutuhkan biaya yang besar dan juga semangat yang besar pula, dua hal ini menjadi instrumen penting untuk bisa mewujudkan harapan ini.
Kita ingat pada 12 April 2018 silam, ada 11 daerah berkumpul. Dari Kaltim, ada Bontang dan Balikpapan. Dari Jawa Tengah, ada Blora dan Cilacap. Kemudian dari Indramayu, Jawa Barat. Lhokseumawe, Aceh. Langkat, Sumatra Utara. Lalu Dumai, Riau. Palembang dan Prabumulih, Sumatra Selatan. Terakhir dari Sorong, Papua Barat. sebelas darah tersebut memperjuangkan hal yang sama dengan pola gerakan kelembagaan namun sampai hari ini belum ada titik terangnya. maka dengan ini saya mencoba memberikan tawaran sebuah gerakan yang kolaboratif antara pemerintah daerah, seluruh stake holder dan masyarakat bontang secara menyeluruh terlibat aktif melakukan gerakan yang sama yang dilakukan 11 daerah yang tergabung dalam forum daerah pengolah yang di inisiasi oleh Walikota Bontang saat itu Neni Moernaeni.
Hanya dengan merubah undang undang 33 tahun 2004 tersebut kemudian mengusulkan salah satu poin yakni mengakomodir daerah pengolah (Kota Bontang) dalam klausul untuk masuk dalam skema bagi hasil dengan pertimbangan bahwa penghasil dan pengolah masing masing punya peran penting dalam menghasilakan devisa untuk Negara, tidak boleh negara membedakan peran penting kedua daerah tersebut yakni Kabupaten Kutai Karta Negara dan Kota Bontang terkait aktifitas pengolahan minyak dan gas di Benua Etam Kalimantan Timur. Adapun pergerakan lain yang bisa dilakukan misalnya dengan membuat mortorium dengan perusahaan hanyalah bersifat sementara atau jangka pendek dan tidak ada jaminan hal demikian berlangsung lama, karena muara dari persoalan ini ada pada undang undang nomor 33 tahun 2004, hal hal yang lain tentunya tidak bisa bertentangan dengan peraturan perundang undangan ini. artinya bahwa ketika ada pengaturan diluar dari pada apa yang diatur dalam undang undang nomor 33 tahun 2004 maka demi hukum itu dianggap tidak sah atau batal demi hukum karena hal tersebut bertentangan dengan apa yang diatur dalam peraturan sebelumnya.
Tentu dengan melihat kondisi hari ini pemeritah dan seluruh stakeholder harus berfikir menghadirkan solusi jangka panjang, tidak dengan hanya solusi yang sifatnya sementara atau jangka pendek. karena hanya dengan menghadirkan solusi jangka panjang maka anak cucu kita kedepan tidak lagi mengalami kesulitan di masa mendatang, minimal dengan berhasilnya menghadirkan solusi jangka panjang ini kita telah berhasil mengurangi beban generasi kita yang akan datang dalam rangka menghadirkan sebuah kondisi kemasyarakatan yang lebih sejahterah.
Nara Sumber / Daftar Pustaka ;
Bapak Basri Rase (Walikota Bontang Periode 2021 - 2024)
dr.Hj. Neni Moernaeni (Mantan Walikota Bontang Periode 2015 - 2020)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bontang
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-33-2004-perimbangan-keuangan-antara-pemerintah-pemerintahan-daerah
Website PT. Badak NGL
Website Media Tempo, Portal Berita Rabu 6 Maret 2019
Undang-Undang 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.
Nurul Qamar, Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 1, November 2012.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2011. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
0 comments:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahakn Kembali Dengan Sajian Opini Terbaru Narasi Muqrim