Selasa, 22 Agustus 2023

KINERJA BURUK, PAD MENGALAMI PENYUSUTAN 30 MILYAR. BAPENDA KOTA BONTANG HARUS DI EVALUASI

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 22 Agustus 2023

ket. Gambar : Foto Muhammad Muqrim


Penyusutan proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bontang  sebesar Rp 30 miliar di anggaran perubahan tahun 2023 menjadi salah satu instrumen penilaian terhadap buruknya kinerja pemerintah Kota Bontang, tentu ini menandakan kinerja OPD tidak maksimal,, minimya gagasan serta trobosan dalam berakselerasi meningkatkan pendapatan asli daerah menjadi persoalan menurut pandangan saya. Harusnya Bapenda sebagai leading sector tidak kekurangan sumber daya manusia yang punya kemampuan analisis tentang potensi yang ada hari ini.

Di tahun 2017 saya pernah menulis opini di media klik Bontang dan Ekspose Kaltim, issu yang saya angkat saat itu adalah Kota Bontang Manja Akan Dana Bagi Hasil (DBH) dimana  sejak tahun itu komposisi DBH dalam struktur APBD Kota Bontang  mendominasi 80%-85% sementara 15% itu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi, pajak dan pendapatan lain lain.

Dari tahun 2016-2020 besaran APBD Kota Bontang sangat fluktuatif, misalnya pada tahun 2017 mengalami penurunan hingga 796 M, anjlok dari Rancangan APBD (RAPBD) 2017, beranjak naik secara perlahan hingga menembus angka 1,6 T pada tahun 2020 kemudian anggaran perubahan tahun ini 2023 tembus di angka 2,6 Trilyun Rupiah. Namun yang menjadi catatan pentingnya adalah Pendapatan Asli Daerah (ADD) tidak mengalami kenaikan seperti yang kita harapkan, justru malah mengalami penurunan seperti yang di sampaikan ketua DPRD Kota Bontang pada 20 agustus 2023 di salah satu media lokal.

Tentu kondisi ini tidak relevan dengan banyaknya perda yang lahir dari lembaga DPRD Kota Bontang bertujuan untuk mendongkrak APBD melalui Pendapatan Asli Daerah, baik itu melalui retribusi, pajak dan lain lain.

Kondisi ini seharusnya menjadi dasar untuk walikota melakukian evaluasi kinerja aparaturnya terkhusus sektor pemerintahan yang bertanggung jawab atas persoalan tersebut dalam hal ini Bappenda Kota Bontang, sebagai leading sektor penerimaan pendapatan daerah semestinya punya gagasan dan trobosan untuk peningkatan PAD dari masa kemasa.

Saya melihat justru pihak Bappenda tidak memiliki trobosan dan gagasan itu, yang ada justru malah banyak terkesan menimbulkan polemik yang berkepanjangan, misalnya kaitan dengan program pengadaan motor untuk RT yang mana program tersebut justru malah terkesan sangat politis, karena itu merupakan janji politik Walikota dan Wakil Walikota saat berkampanye, kemudian pelaksanaan kegiatan ini  menjelang pemilu 2024.

Selain terkesan politis, Bappenda tidak punya relasi secara struktural  dengan RT, yang ada adalah pihak kelurahan. Kemudian bappenda tanpa pertimbangan yang jelas dan konstitusional mengangkat RT sebagai Agen Pajak untuk mendorong percepatan pemungutan pajak di daerah masing masing.

Perlu di pahami bahwa jabatan RT itu adalah jabatan politis karena merek dipilih secara demokratis dari warga untuk warga dan di gaji oleh pemerintah melalui pemerintah kecamatan dan pengawasannya melalui pemerintahan di kelurahan masing-masing,  dalam hal honorarium perangkat RT.

Pemerintah Kota Bontang Harusnya lebilh memfokuskan arah pembangunan itu pada persoalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai bentuk solusi alternatif menghadapi Bontang Pasca Migas. Pemerintah Kota Bontang dalam membaca situasi itu saya lihat kurang peka, sementara gejalanya dan tanda tanda itu sebenarnya sudah ada di depan mata.

Kita lihat misalnya PT. Pupuk Kalimantan Timur sudah memikirkan hal itu dan melakukan langkah langkah alternatif dan solutif untuk menghadapi Bontang Pasca Migas dimana situasi itu akan menimbulkan persoalan devisit suplay gas untuk kebutuhan  produksinya untuk mendatang, Sesama BUMN pasti memiliki hubungan komunikasi yang baik, karena itu PT. PKT pasti mengetahui bahwasanya PT. Badak dibawah PT. Pertamina  kemungkinan akan mengalami penurunan produksi gas bebrapa tahun mendatang dan itu mengancam keberlangsungan produksi pupuk mereka dimasa yang akan datang, kemudian dengan dasar itulah mereka melakukan ekspansi ke darah provinsi papua membangun pabrik baru, dimana dipapua lokasi pabriknya sama posisinya saat ini di Kota Bontang berdampingan dengan lokasi produsen GAS yang di prediksi oleh SKK migas memilik cadangan Jumbo di sekitaran 15,1 Triliun TCF.

Apa yang saya uraikan diatas terkait langkah alternatif PT. PKT adalah sebuah fakta yang terjadi hari ini, pemerintah Kota Bontang harusnya punya pemikiran dan gagasan yang selangkah lebih maju dan cerdas dari korporasi, karena menurut saya di pemerintahan itu instrumennya banyak yang bisa di gerakkan untuk melakukan analisis analisis tehadap perubahan yang ada. Termasuk soal potensi tidak beroperasinya PT. Badak yang dikarenakan pasokan bahan baku atau bahan mentah tidak lagi mendukung.

Sementara Kota Bontang saat ini mempertahankan eksistensinya bergantung dari Dana Bagi Hasi (DBH) yang bersumber dari Migas, kata kasarnya PT Badak masih beroperasi Kota Bontang akan tetap ada, Ketika PT Badak tidak lagi beroperasi maka Kota Bontang Tidak akan mendapatkan transfer dari pemerintah pusat yang bersumber dari Migas sebagai daerah terdampak atau daerah pengolah.

Karena itu,  saya selalu mendorong pemerintah daerah Kota Bontang untuk memikirkan agar Kota Bontang  mampu melahirkan solusi alternatif saat ini untuk menghadapi Pasca Migas, agar sejak dini kita mempersiapkan diri, Di berbagai diskusi saya selalu menyampaikan bahwa Kota Bontang di kepala saya hanya memiliki tiga potensi besar sumber pendapatan asli daerah, potensi  itu ketika di kelola secara profesional dan massif saya meyakini akan menjadi sumber pendapatan asli daerah yang luar biasa dikemudian hari.

Sektor yang saya maksud itu adalah sektor pariwisata, sektor industri dan sektor kelautan dan perikanan, tentu tidak mudah dan serta merta pemerintah daerah untuk menata dan mengelolanya, itu karena pemerintah daerah dibatasi soal kewenangan, namun itu bukan berarti tidak bisa. Tinggal bagaimana pemerintah daerah mampu melakukan akselrasi dan komunikasi ke setiap pemangku kebijakan yang terkait.

Misalnya terkait tata kelola kawasan maritim 0-12 mil kewenangannya ada di provinsi, tentang kelautan dan perikanan untuk kawasan pesisir dan laut ada di pemerintah provinsi dan kementrian kelautan.

Sudah saatnya Pemerintah Kota Bontang berbenah dan mempreoritaskan arah pembangunan yang berorientasi kepada pasca migas, tanpa mengabaikan permasalahan klasic kita hari ini soal penangan banjir, baik itu banjir kiriman atau banjir ROB. Kita memiliki banyak potensi yang luar biasa baik di daratan maupun kawasan pesisir dan laut untuk kita eksplore menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  

Minggu, 13 Agustus 2023

MENGAPA KITA (RAKYAT) WAJIB MEMASTIKAN PROGRAM PEMERINTAH BERSUMBER DARI APBN DAN APBD UNTUK KEPENTINGAN RAKYAT ?

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 13 Agustus 2023 



Negara merupakan suatu entitas yang penting dalam tatanan dunia modern. Terbentuknya suatu negara dipengaruhi oleh berbagai unsur penting yang harus dipenuhi agar negara tersebut dapat diakui oleh masyarakat internasional.

Keempat unsur penting tersebut mencakup rakyat, wilayah, pemerintahan, dan pengakuan dari negara lain. Dalam hal ini, unsur rakyat dianggap sebagai unsur terpenting, meskipun tiga unsur lainnya juga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk suatu negara.

Tepatnya 17 agustus 1945 Negara Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian membentuk pemerintahan yang melindungi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tanah air Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkontribusi pada ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, itulah tujuan Negara Republik Indonesia di dirikan menurut pembukaan undang undang dasar tahun 1945 pada paragrap ke empat.

Untuk mewujudkan cita cita Negara itu, pemerintah memiliki instrument penting sebagai ujung tombak meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyrakat, kedua instrument itu adalah : 

1.    Korporasi 

     BUMN, BUMD

2.    Birokrasi

     Kementrian, Badan Dan Dinas

Kedua instrument diatas kita mengetahui Bersama mendapatkan pembiayaan dari APBN, APBD yang bersumber dari pajak, dimana penerimaan pajak tersebut berasal dari aktifitas perekonomian dinegeri ini.

Esensi dari  tugas atau keberadaan Kedua tangan pemerintah tersebut bertugas menjalankan tugas negara, dimana negara menurut konstitusi kita undang undang dasar1945 mengatakan bahwa negara bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, kemudian korrporasi atau badan usaha milik dqaerah BUMD semestinya punya berkontribusi besar terhadap kesejahteraan masyarakan. Dengan meningkatakan perekonomian dengan pendekatan kooorporasi tidak lagi bicara soal untung rugi, karena prinsipnya bahwa BUMN/BUMD lahir untuk membantu pemerintah pusat/daerah mewujudkan kejesahteraan seluruh rakyat indonesia.

Kita Semua Harus Tau…!!!

Bahwasanya yang paling berkontribusi besar pada APBN kita saat ini adalah seluruh rakyat Indonesia melalui pajak, atau penerimaan perpajakan.

Ketika melihat struktur penerimaan perpajakan kita, saat ini, yang terbesar adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bukan dari hasil pajak orang-orang kaya dan terkaya di bangsa ini, bukan pula dari pajak perusahaan para oligarki yang berlindung di balik kekuasaan hari ini, di sususl Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPH-21)

Jadi ada 2 (Dua) sumber penerimaan pajak yang paling banyak dan besar, berkontribusi atas Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN ) saat ini, yakni :

1.    Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  adalah pajak yang dikenakan untuk seluruh rakyat Indonesia yang melakukan transaksi pembelian/penjualan barang mulai pembelian/penjualan barang paling mewah (mobil, motor dll)  hingga pada pembelian barang perabot masak di dapur.

2.    Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPH21)

Yang dimaksud dengan PPH-21 adalah kita semua, buruh, guru, pns dan semua yang berpenghasilan kemudian bayarkan melalui Lembaga dan instansi.

Maka wajar-wajar saja ketika kemudian ada  wajib pajak dinegeri ini, baik secara personal maupun secara kelompok atau Lembaga melakukan protes terhadap kebijakan Negara/Pemerintah Pusat dan Daerah yang dinilai tidak berkeadilan terhadap mereka maupun yang lainnya,

Negara dalam hal ini pemerintah Pusat dan Daerah harus berlaku,adil, baik dari sisi kebijakan publiknya, termasuk adil dari sisi implementasi program, ketika orientasi program tidak bisa mayoritas untuk kepentingan rakyat, Minimal sikap pemerintah bisa lebih proporsional dalam menyusun rancangan realisasi anggarannya antara belanja rutin, operasional, Kesehatan, Pendidikan, infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. idealnya mungkin seperti itu.

Kembali lagi ke sumber pendapatan keuangan negara, dalam struktur APBN saat ini, kita tidak melihat kekayaan sumber daya alam kita menjadi penopang keberlangsungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, justru kontribusi penerimaan pajaklah yang kemudian menjadi penopang keberlangsungan bernegara kita hari ini, membayangkan penerimaan negara dalam tubuh APBN saya terasa hidup di jaman kolonialisme jaman kerajaan, dimana kala itu untuk menjaga keberlangsungan atau eksistensi kerajaan (pemerintahan), maka upeti atau yang kita kenal saat ini dengan sebutan pajak adalah satu satu yang menjadi penopang jalannya pemerintahan.

Kita memang saat ini hidup di jaman moderen dimana teknologi semakin hari semakin mengalami perkembangan yang pesat mengikuti kebutuhan zaman, kemudian system pemerintahan yang lebih terbuka dan demokratis (katanya), system pemerintahan kerajaan tidak lagi diterapkan, kemudian berganti dengan sistyem bernegara, dimana negara hadir dengan segala aturanya bertujuan untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan, jaminan keadilan dan jaminan  rasa aman warga negara.

Era reformasi menjadi harapan anak bangsa untuk mewujudkan sebuah situasi yang lebih baik, orde baru yang dianggap otoritarian digulingkan oleh para pejuang reformasi dengan harapan pemerintahan otoriter berganti menjadi pemerintahan yang demokratis untuk mewujudkan cita cita negara sebagaimana termaktub pada pembukaan undang undang dasar 1945 paragraf ke empat.

Kesimpulan dari apa yang saya uraikan diatas adalah saya mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia khususnya masyarakat tanpa terkecuali agar bisa menjadi bagian dari proses lahirnya kebijakan kebijakan publik baik yang berorientasi kepada pembangunan infrastruktur, ekonomi dan sumber daya manusia, sehingga apa yang telah kita berikan kepada negara betul betul Kembali kepada kita dan memiliki asas manfaat.  

 

 

Minggu, 06 Agustus 2023

2030 PASOKAN BAHAN BAKU GAS AKAN HABIS, KEMUDIAN BAGAIAMANA NASIB PT. LNG BADAK DAN KOTA BONTANG ?

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 15 Oktober 2021

" Pertamina Unit Manager Communication & CSR MOR I, Roby Hervindo Mengatakan Indonesia Di Perkirakan Kehabisan Cadangan Minyak Bumi Pada Tahun 2030. Hal Itu, Terlihat Dari Cadangan Minyak Bumi Indonesia Yang Saat Ini Hanya Sekitar 3,3 Miliar Barel " 
Berita Tempo Rabu 6 Maret 2019

foto di ambil dari google

Sejarah Singkat Beroperasinya PT. Badak NGL
Di awal Tahun 1972 dimana negara dalam hal ini PT. Pertamina menggandeng perusahaan Migas luar negeri Huffco Inc. melakukan eksplorasi sampai  dimulainya proses pertambangan migas diwilayah kalimatan timur saat ini dikenal sebagai Kabupaten Kutai Karta Negara, kemudian Badak LNG dikenal sebagai perusahaan LNG terbesar di Indonesia didirikan pada tanggal 26 November 1974 sebagai perseroan terbatas diwilayah administrasi yang sama, namun setelah terjadinya pemekaran wilayah keberadaan kilang PT. BADAK tersebut berada diwilayah Kota Bontang sebagai daerah otonom baru hingga hari ini.
Perjalanan Badak LNG dimulai dengan ditemukannya gas alam dalam jumlah besar di dua wilayah terpisah. Area pertama yang terletak di Lapangan Gas Arun, Aceh Utara, ditemukan oleh Mobil Oil Indonesia pada akhir tahun 1971 sedangkan area kedua, Lapangan Gas Badak, Kalimantan Timur, ditemukan oleh Huffco Inc. pada awal tahun 1972. Kedua perusahaan tersebut bekerja di bawah Production Sharing Contracts (PSC) dengan Pertamina.

Saat itu bisnis LNG belum begitu dikenal dan hanya ada empat kilang LNG di seluruh dunia dengan pengalaman operasi 3-4 tahun. Meski tanpa pengalaman sebelumnya di bidang LNG, Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco Inc., sepakat untuk mengembangkan proyek LNG yang dapat mengekspor gas alam cair dalam jumlah besar.

Seperti yang telah ditunjukkan sejarah, proyek ini didasarkan pada optimisme dan ambisi yang kuat dengan keyakinan pada kekuatan permintaan pasar. Kerja keras berbulan-bulan telah diambil oleh Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco Inc. untuk menjual proyek tersebut kepada dua calon konsumen LNG, calon pemberi dana, dan calon mitra di seluruh dunia. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan persetujuan kontrak penjualan LNG pada lima perusahaan Jepang: Chubu Electric Co., Kansai Electric Power Co., Kyushu Electric Power Co., Nippon Steel Corp. dan Osaka Gas Co. Ltd., pada bulan Desember. 5, 1973.

Kontrak yang kemudian dikenal dengan "The 1973 Contract" tersebut memuat komitmen pembeli untuk mengimpor LNG Indonesia selama 20 tahun, dimana kilang LNG tersebut belum juga selesai dibangun. Sedangkan pada pertengahan tahun 1977 Pertamina telah menyetujui untuk memasok LNG dari dua kilang LNG yang akan dibangun dalam waktu 42 bulan. Dengan didirikannya kilang LNG, pembangunan kapal tanker untuk armada pengangkut dan pembangunan beberapa terminal penerima, termasuk pengaturan pembiayaan untuk proyek-proyek tersebut kemudian harus dilaksanakan secara bersamaan.
Berkat kerjasama berbagai pihak, proyek besar ini pun berhasil. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari dukungan perusahaan asing, perbankan, lembaga keuangan dan kerja sama tiga negara: Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat. Atas dasar optimisme, ambisi dan kerja keras bersama, catatan sejarah telah ditorehkan Badak LNG telah tercatat sebagai ujung tombak sejarah industri LNG Indonesia.

Badak LNG selama lebih dari 4 dekade telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam industri gas internasional sehingga Badak LNG telah dikenal sebagai perusahaan Perusahaan LNG yang professional, terpercaya dan dapat diandalkan.
Sejarah Singkat Ditetapkannya Kota Bontang Sebagai Daerah Otonom.
Pada tahun 1999 melihat dan mempertimbangkan kondisi pada saat itu dari aspek pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, budaya dan sosial maka pada tahun 1999 Kota Bontang resmi memisahkan diri atau memekarkan diri dari kabupaten induk yakni Kabupaten Kutai Karta Negara, menjadi daerah otonom baru yang terdiri dari 3 kecamatan yakni kecamatan bontang selatan, bontang utara dan bontang barat, Kota Bontang mulai sejak saat itu dipimpin oleh kepala daerah yakni walikota.
Kota Bontang merupakan salah satu kota di Provinsi Kalimantan Timur yang terletak sekitar 120 km dari Kota Samarinda Ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Kota Bontang terletak diantara 0001’ Lintang Utara – 0012’ Lintang Utara dan 117028’ Bujur Timur dengan luas wilayah seluas 49.757 ha yang didominasi oleh lautan, yaitu seluas 34.977 ha (70,30%) sedangkan wilayah daratannya hanya seluas 14.780 ha (29,70%). Wilayah Kota Bontang terletak di bagian tengah wilayah Provinsi Kalimantan Timur, berada di pesisir pantai timur. Batas wilayah Kota Bontang sebagai berikut :
Batas Utara : Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur
Batas Timur : Selat Makassar
Batas Selatan : Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kertanegara
Batas Barat : Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur

Wilayah administratif Kota Bontang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Bontang Utara, Kecamatan Bontang Selatan dan Kecamatan Bontang Barat. Kecamatan Bontang Utara terdiri dari 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Guntung, Kelurahan Loktuan, Kelurahan Gunung Elai, Kelurahan Api-api, Kelurahan Bontang Baru, dan Kelurahan Bontang Kuala. Kecamatan Bontang Selatan terdiri dari 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Satimpo, Kelurahan Tanjung Laut, Kelurahan Berbas Pantai, Kelurahan Berebas Tengah, Kelurahan Tanjung Laut Indah dan Kelurahan Bontang Lestari. Kecamatan Bontang Barat terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Belimbing, Kelurahan Gunung Telihan dan Kelurahan Kanaan. Berdasarkan prosentasi tersebut wilayah adimistratif berdasarkan Kecamatan bahwa Kecamatan Bontang Selatan memiliki luasan terbesar 10.440 ha di bandingkan Kecamatan Bontang Utara 2.620 ha dan Bontang Barat 1.720 ha. 
Sejarah Singkat Pengesahan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah diatur dengan Undang-Undang.

Peraturan Undang-Undang yang mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sebelum lahirnya undang undang 33 tahun 2004 adalah yang pertama (1) UU Nomor 32 tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-daerah, yang Berhak Mengurus Rumah-tangganya Sendiri. (Sudah dicabut, tidak berlaku),  kedua (2) UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. (Sudah dicabut, tidak berlaku) kemudian lahir 

UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah disahkan pada tangal 15 Oktober 2004 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2004 oleh Sekretaris Negara RI Bambang Kesowo, mulai berlaku dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126. Penjelasan atas UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya.
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencabut UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Pertimbangan kondisi saat itu tidak selaras atau tidak relevan lagi dengan peraturan tersebut dan begitupun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakan otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur secara adil dan selaras dan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antarsusunan pemerintahan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga perlu diganti berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah:
Pasal 1 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 23C, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Ketiga rangkaian kejadian tersebut diatas bisa menjadi bahan rujukan bagi kita bersama untuk menarik benang merah persoalan marginalisasi, diskriminasi negara terhadap daerah otonom Kota Bontang yang merupakan satu rangkaian atau satu kesatuan dari proses pertambangan migas berdasarkan teori terori industrialisasi yang dikemukakan oleh beberapa ilmuan dimasa lalu dan masa kini dimana hak atas dana perimbangan antara kutai karta negara dan kota bontang tidak boleh dibeda bedakan.
Bab III
Permasalahan, Dinamika & Solusi

Akar Permasalahan Yang Esensial Adalah Ketidak Adilan
Sejak beroperasinya perusahaan migas yang ada dikota bontang dibawah naungan PT. Pertamina, masyarkat kota bontang termasuk pemerintah kota bontang sendiri merasa bahwa ada sikap diskriminasi atau perlakukan  negara yang kurang adil terhadap daerah kota bontang terkait keberadaan kilang minyak PT. Pertamina tersebut. seyogyanya keberadaan perusahaan tersebut bisa memberikan kontribusi yang lebih terhadap laju perkembangan dikota bontang, baik dari sisi sumber daya manusia, pembangunan, ekonomi dan lain sebagaianya yang tentunya mampu membawa kota bontang dan masyarakatnya lebih sejahterah di banding daerah daerah yang lain.

Sebagai daerah yang berdampingan langsung dengan resiko terjadinya bencana, akibat keberadaan industri tersebut tentu hal itu perlu menjadi pertimbngan khusus baik untuk pertamina sendiri maupun negara pada khusunya untuk memberikan perlakukan yang khusus terhadap daerah Kota Bontang. hal ini tidaklah sulit dilakukan, industri migas sebagai salah satu pilar ekonomi nasional atau penyumbang devisa terbesar tidaklah sulit untuk sedikit memberikan perhatiannya terhadap Kota Botang. terutama soal regulasi terkait dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dalam undang undang 33 tahun 2004, perlu penyesuaian yang baru terhadap kondisi kekinian dimana Kota Bontang sebagai daerah pengolah harus diakomodir dalam skema pembagian dana perimbangan yang setara dengan daerah penghasil.
Dinamika politik, ekonomi dan sosial Kota Bontang Era Otonomi Daerah

Berbagai rentetan peristiwa yang mewarnai dinamika politik, budaya dan sosial di kota bontang khusnya yang perlu kita ingat bersama sebagai catatan sejarah perjuangan masyarakat Kota Bontang dalam rangka memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya terhadap negara kesatuan republik indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan sejahterah yang erat kaitannya dengan keberadaan perusahaan PT. Pertamina atau kilang refenery PT. Badak LNG yang berdiri dalam kawasan administratif kota Bontang semenjak tahun 1974 hingga hari ini. diantara peristiwa peristiwa itu adalah sebagai berikut :
a. Gerakan Masyarakat Menolak Pipanisasi Kalimantan-Jawa oleh FORBES Kota Bontang.
Aksi demonstrasi elemen pemuda Kota Bontang yang tergabung dalam organisasi FORBES Kota Bontang ( Forum Masyarakat Kota Bontang ) saat itu dibundarah HI ibukota negara Jakarta tepatnya yang mana gerakan itu dikomandoi langsung oleh bapak Basri Rase (Walikota Bontang Periode 2020-2024), peristiwa ini merupakan salah satu rentetan atau  catatan sejarah para pemuda saat itu dalam rangka menolak agenda pipanisasi kalimantan - jawa yang mana di nilai sangat merugikan masyarkat kota bontang khususnya, untuk itu kita delegasi masyarakat kota bontng atau warga Kota Bontang menolak pipanisasi gas kalimantan- jawa saat itu, tentu ini merupakan gerakan yang memiliki kontribusi besar saat itu untuk daerah otonom baru yang memerlukan suntikan anggaran dari pemeritah pusat. 

Dengan tidak berhasilnya agenda pipanisasi praktis sumber sumber keuangan yang tadinya diperkirakan akan lenyap dan hilang, kembali bisa diperjuangkan oleh pemerintah daerah yang hingga saat itu kita nikmati bersama. namun tidak cukup sampai disitu saja gerakan gerakan penolakan terjadi. meskipun gerakan ini membuahkan hasil yang positif namun tidak signifikan mempengaruhi secarah menyeluruh, terutama pada sektor regulasi yang melemahkan kota bontang dalam hal memperoleh anggaran yang seharusnya tidak dibedakan dari daerah induk sebelumnya yakni kabupaten kutai karta negara. melihat kondisi itu maka dipandang perlu melakukan gerakan yang lebih menyeluruh lagi. 
b. Gerakan Sektoral ( Legislatif Review) oleh Forum Daerah Pengolah Tahun 2018 
Tahun 2018 terbentuk Forum Daerah Pengolah yang di inisiasi oleh Walikota Bontang saat itu yakni  dr. Hj. Neni Moernaeni (Walikota Bontang Periode  2015-2020) yang di dalamnya tergabung 11 Kepala Daerah se Indonesia yang merasa penting untuk melakukan sebuah gerakan menuntut keadilan bagi daerah pengolah migas dengan merevisi UU 33 Tahun 2004 sebagai bentuk Protes untuk perwujudan sila ke lima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoneisa, dalam hal ini negara seakan mengabaikan hal tersebut.

Sebagai daerah pengolah yang sangat rentan dan riskan mendapatkan dampak atau resiko yang ditimbulkan, kita lihat misalnya kejadian di teluk balikpapan pada 13 maret 2018, ada 40.000 barel minyak mentah yang mencemari lautan yang diperkirakan seluas 7.000 hektar dari panjang pantai sisi balikpapan dan PPU sepanjang 60 kilometer. Kejadian ini mestinya menjadi rujukan negara untuk mempertimbangkan konsekwensi yang logis bagi daerah pengolah dengan memberikan porsi anggaran melalui Dana Bagi Hasil (DBH). melalui revisi UU 33 tahun 2004 dengan mengakomodir dareah pengolah untuk mendapatkan skema pembagian sesuai porsi masing seperti yang didapatkan daerah penghasil misalnya.
Pengolahan Migas ini ada dua sektor : 
1. sektor Hulu Migas
2. sektor Hilir Migas.
Hulu Migas ini adalah Sektor Pengolahan Bahan mentah sebelum dijadikan produk yang nantinya di nikmati. Sementara kalau hilir migas adalah pemasaran setelah diolah menjadi produk. Seperti halnya BBM di SPBU.
Pertanyaan Kemudian, Kota Bontang Termasuk Sektor Yang Mana ? 
Kedukukan Kota Bontang sebagai sektor industri hilir migas yang mana di wilayah Kota Bontang terdapat sebuah industri raksasa yang mengolah bahan mentah migas menjadi sebuah produk jadi yang siap dipasarkan ke konsumen atau pasar domestik dan global, yang sumber bahan bakunya berasal dari Kabupaten Kutai Karta Negara yang didaulat sebagai daerah penghasil dan Kota Bontang sebagai daerah pengolah. 

Keberadaan pabrik atau industri tersebut yang selama ini dikenal sebagai PT. Badak LNG  yang merupakan Perusahan yang di tunjuk oleh PT. Pertamina sebagai pengelola. Kota Bontang dalam posisi ini seharusnya mendapatkan banyak manfaat atas keberadaan dan kehadiran perusahan migas raksasa yang beraktifitas selama ini, namun pada kenyataannya Kota Bontang dan penduduknya yang hidup berdampingan selama ini sejak adanya aktifitas industri tersebut belum merasakan dampak yang signifikan layaknya daerah penghasil lainnya, pemerintah daerah dalam hal ini Kota Bontang misalnya dari sisi alokasi anggaran bagi hasil migas  sebagai bentuk kompensasi terhadap wilayah administratif dimana aktifitas itu berlangsung, hingga hari ini belum ada kejelasan soal bagaimana regulasi yang mengaturnya, karena dalam undang undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tidak diatur soal bagaimana skema pembagian bagi daerah pengolah, yang diatur skema pembagiannya hanyalah daerah penghasil.

Perlu diketahui bersama bahwa kilang minyak yang ada di Kota Bontang terdiri dari beberapa tangki penampungan atau refinery. Keberadaannya tepat berada di tengah tengah pemungkiman warga, yan mana tingkat resiko sangat besar berdampak pada warga sekitar, potensi terjadinya human eror atau yang diakibatkan oleh alam misalnya sangat besar dan tentunya ketika terjadi kesalahan yang mengakibatkan insiden besar. misalnya salah satu tangki yang ada dilokasi tersebut meledak maka bisa dipastikan 30% penduduk kota bontang akan menjadi korban atas insiden tersebut. karena 30% penduduk kota bontang tersebut berada di sekitar berdirinya kilang LNG tersebut. selama ini hidup berdampingan dengan industri besar pengolah migas itu sudah mereka rasakan sejak berdirinya perusahaan tersebut bahkan sudah sampai tiga generasi, soal dampak negatif yang merak rasakan setiap harinya akibat aktifitas produksi tidak lagi menjadi persoalan besar bagi mereka, karena mereka tidak punya pilihan lain selain bertahan dan menetap, karena disitulah rumah tempat tinggal mereka selama ini.  Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni selaku inisisasi terbentuknya forum daerah pengolah  menilai, sejak Indonesia merdeka, daerah pengolah tidak pernah mendapat perhatian khusus. Padahal, kami yang berhadapan dengan bencana.

Harapan masyarakat Kota Bontang dengan hadirnya perusahaan LNG Badak sekiranya bisa memberikan kontribusi besar yang positif  dan nyata untuk kemajauan Kota Bontang pada umumnya, dan secara khusus memberikan dampak positif terhadap masyarakat atau warga Kota Bontang yang selama ini hidup berdampingan dengan perusahaan PT. Badak LNG  karena mereka itulah yang sangat merasakan dampak baik buruknya, entah itu pencemaran udaranya, dan kebisingan mesin mesin pabrik yang berproduksi. banyak hal yang menjadi tanda tanya besar dari kami masyarakat kota bontang tentang keberadaan perusahaan milik negara tersebut yakni PT. PERTAMINA yang PT. Badak LNG  sebagai penanggung jawab aktifitas atau kegiatan peroduksi.
Kesan negara yang diskriminatif terhadap Kota Botang seakan nyata adanya ketika menyimak keseluruhan klausul Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, semestinya Kota Bontang dan kutai kerta negara atau kukar sebagai daerah penghasil kedudukannya harusnya sama, bisa dikatakan bahwa kukar dan Bota Bontang merupakan satu rangkaian atau satu kesatuan  yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena kedua wilayah adminitratif ini punya peran yang sama dalam mengasilkan keuntungan untuk bangsa dan negara melalui aktifitas industri migas ini. Namun sangat disayangkan regulasi pun secara nyata tidak berpihak ke Kota Bontang sebagai daerah pengolah, Yang secara eksplisit diatur dalam undang undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah  hanya daerah penghasil sementara daerah pengolah terabaikan haknya.

Atas dasar itulah kemudian masyarakata Kota Bontang dinilai perlu melakukan sebuah gerakan bersama pemerintah daerah dan seluruh stakeholder untuk duduk satu meja dan membangun sebuah gerakan atau misi strategis untuk melakukan/melayangkan gugatan terhadap keberadaan undang undang 33 tahun 2004 agar kiranya bisa di revisi sehingga kepentingan daerah pengolah dalam hal ini Kota Bontang bisa diakomodir dalam undang undang tersebut baik itu dalam hal skema pembagian bagi hasil atauapun pengaturan pengaturan yang lain, selama itu tidak ada pihak yang dirugikan dan tentunya konstitusional. Semangat inilah yang kemudian harusnya bisa  mendorong kita semua untuk bergerak maju melahirkan konsensus bersama entah itu itu modelnya seperti apa nantinya, yang pasti esensinya adalah sebuah aliansi masyarakat sipil menggugat undang undang 33 tahun 2004  tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dalam rangka menghadirkan rasa keadilan bagi kita sebagai daerah pengolah yang sangat besar merasakan dampak ancaman bencananya yang ditimbulkan atas aktifitas tersebut dan juga sebagai wujud implementasi sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Sebagai catatan juga bahwa Semenjak resmi berdirinya PT. Badak LNG  tersebut pada 26 November 1974 masyarakat Kota Bontang pada umumnya sangat mendukung seluruh bentuk kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan, karena masyarakat Kota Bontang menyadari bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu pilar ekonomi negara dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional. kami sangat bangga dengan kehadiran PT. PERTAMINA di Kota Bontang dengan menggandeng perusahaan pengolah PT. Badak LNG. Tidak kami pungkiri bahwa sebahagian masyarakat Kota Bontang meraskan manfaat kehadiran kilang tersebut, beberapa penduduk lokal direkrut menjadi karyawan tetap dan kontrak namun dari segi persentase keberadaan tenaga yang digunkan masih di dominasi oleh penduduk luar yang kebanyakan dari pulau jawa.

Peluang Melakukan Judicial Review, legislative review dan executive review undang undang 33 tahun 2004
Menurut Nurul Qamar dalam Jurnal Konstitusi Vol I Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi (hal.2), judicial review dapat dipahami sebagai suatu pranata hukum yang memberikan kewenangan kepada badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang ditunjuk oleh konstitusi (dalam hal ini Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi) untuk dapat melakukan peninjauan dan atau pengujian kembali dengan cara melakukan interpretasi hukum dan atau interpretasi konstitusi untuk memberikan penyelesaian yuridis.

Di Indonesia, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) terdapat jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, yakni:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-Undang (“UU”)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perppu”)
Peraturan Pemerintah (“PP”
Peraturan Presiden (“Perpres”)
Peraturan Daerah Provinsi (“Perda Provinsi”)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (“Perda Kab/Kota”).

Namun, dari keseluruhan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang ada, hanya Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang dapat dilakukan judicial review terhadapnya. Pelaksanaan kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di atas oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 didistribusikan kepada dua lembaga kekuasaan kehakiman, yakni Mahkamah Agung (“MA”), dan Mahkamah Konstitusi (“MK”).

Berdasarkan Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”), MA berwenang, antara lain, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Sedangkan berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK berwenang, antara lain, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Ketentuan-ketentuan tersebut juga kembali diatur dalam Pasal 9 UU 12/2011, yang berbunyi:
Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Alternatif Selain Judicial Review ada Legislatif Review yang pernah dilakukan 11 daerah pengolah tahun 2018 di komandoi langsung oleh mantan walikota bontang periode 2015-2020 dr.Hj Neni Moernaeni yang juga selaku inisiator namun menuai jalan yang buntu. Sistem hukum Indonesia mengenal legislative review dan executive review. Legislative review dan executive review adalah upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah suatu undang-undang melalui lembaga legislatif atau lembaga eksekutif berdasarkan fungsi legislasi yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut sebagaimana yang diatur dalam konstitusi pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 dan UU 12/2011. Yang mana dalam UU 12/2011 disebutkan apabila sebuah rancangan perubahan undang-undang berasal dari pemerintah disebut sebagai usulan Pemerintah dan apabila perubahan undang-undang berasal dari DPR disebut sebagai hak inisiatif DPR. Secara sederhana proses dalam legislative review dan executive review merupakan proses pembentukan undang-undang biasa, baik untuk membentuk baru maupun mengubah undang-undang yang telah ada.

Mengenai judicial review ke Mahkama Konstitusi, Mahkama Agung  pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
1. Perorangan warga negara Indonesia.
2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai   dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
3. Badan hukum publik atau privat.
4. Lembaga negara.

Cara inilah adalah merupakan jalan terbaik, dan juga peluang masyarakat bontang mendapatkan keadilan, sebagaimana sebelumnya Walikota Bontang pada tahun 2018 bersama 10 kepala daerah lain melakukan hal yang sama Legislatif Review namun belum tuntas hingga hari ini, kita sebagai generasi muda perlu menuntaskan hal tersebut sampai akhir, baik melalaui Judicial Review atau Executive Review. pilihan itu ada pada masyarakat Kota Bontang.

Gerakan Rakyat Solusi Paling Tepat 

Tentunya untuk bisa mewujudkan itu bukanlah perkara yang mudah. Proses dan rangkaian yang panjang menanti kita, karena itu  di butuhkan konsistensi,  soliditas dan kerja sama semua pihak (Kolaborasi), tidak hanya yang tergabung dalam aliansi, namun semua pihak tanpa terkecuali yakni seluruh lapisan masyarakat yang ada di Kota Bontang. dukungan moral serta moril tentunya sangat diperlukan dalam gerakan ini, tidak bisa di pungkiri bahwa pergerakan ini membutuhkan biaya yang besar dan juga semangat yang besar pula, dua hal ini menjadi instrumen penting untuk bisa mewujudkan harapan ini. 

Kita ingat pada 12 April 2018 silam, ada 11 daerah berkumpul. Dari Kaltim, ada Bontang dan Balikpapan. Dari Jawa Tengah, ada Blora dan Cilacap. Kemudian dari Indramayu, Jawa Barat. Lhokseumawe, Aceh. Langkat, Sumatra Utara. Lalu Dumai, Riau. Palembang dan Prabumulih, Sumatra Selatan. Terakhir dari Sorong, Papua Barat. sebelas darah tersebut memperjuangkan hal yang sama dengan pola gerakan kelembagaan namun sampai hari ini belum ada titik terangnya. maka dengan ini saya mencoba memberikan tawaran sebuah gerakan yang kolaboratif antara pemerintah daerah, seluruh stake holder dan masyarakat bontang secara menyeluruh terlibat aktif melakukan gerakan yang sama yang dilakukan 11 daerah yang tergabung dalam forum daerah pengolah yang di inisiasi oleh Walikota Bontang saat itu Neni Moernaeni. 
Hanya dengan merubah undang undang 33 tahun 2004 tersebut kemudian mengusulkan salah satu poin yakni mengakomodir daerah pengolah (Kota Bontang) dalam klausul untuk masuk dalam skema bagi hasil dengan pertimbangan bahwa penghasil dan pengolah masing masing punya peran penting dalam menghasilakan devisa untuk Negara, tidak boleh negara membedakan peran penting kedua daerah tersebut yakni Kabupaten Kutai Karta Negara dan Kota Bontang terkait aktifitas pengolahan minyak dan gas di Benua Etam Kalimantan Timur. Adapun pergerakan lain yang bisa dilakukan misalnya dengan membuat mortorium dengan perusahaan hanyalah bersifat sementara atau jangka pendek dan tidak ada jaminan hal demikian berlangsung lama, karena muara dari persoalan ini ada pada undang undang nomor 33 tahun 2004, hal hal yang lain tentunya tidak bisa bertentangan dengan peraturan perundang undangan ini. artinya bahwa ketika ada pengaturan diluar dari pada apa yang diatur dalam undang undang nomor 33 tahun 2004 maka demi hukum itu dianggap tidak sah atau batal demi hukum karena hal tersebut bertentangan dengan apa yang diatur dalam peraturan sebelumnya.

Tentu dengan melihat kondisi hari ini pemeritah dan seluruh stakeholder harus berfikir menghadirkan solusi jangka panjang, tidak dengan hanya solusi yang sifatnya sementara atau jangka pendek. karena hanya dengan menghadirkan solusi jangka panjang maka anak cucu kita kedepan tidak lagi mengalami kesulitan di masa mendatang, minimal dengan berhasilnya menghadirkan solusi jangka panjang ini kita telah berhasil mengurangi beban generasi kita yang akan datang dalam rangka menghadirkan sebuah kondisi kemasyarakatan yang lebih sejahterah.

Nara Sumber / Daftar Pustaka ;
Bapak Basri Rase (Walikota Bontang Periode 2021 - 2024)
dr.Hj. Neni Moernaeni (Mantan Walikota Bontang Periode 2015 - 2020)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bontang
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-33-2004-perimbangan-keuangan-antara-pemerintah-pemerintahan-daerah
Website PT. Badak NGL
Website Media Tempo, Portal Berita Rabu 6 Maret 2019
Undang-Undang 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.
Nurul Qamar, Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 1, November 2012.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2011. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Kamis, 03 Agustus 2023

PERWALI 34/2018 DI UBAH DEMI MEMENUHI HASRAT KAPITALIS, DUGAANNYA SEPERTI ITU

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, Kamis 3/8/20123

Gambar : Amir Tosina, Ketua Komisi III DPRD Kota Bontang Fraksi Partai Gerindra

Wacana pembangunan pasar modern di wilayah kelurahan tanjung laut kecamatan Bontang Selatan tepatnya dekat lampu merah lengkol menuai banyak kecaman dan juga protes dari berbagai pihak, sejatinya pembangunan itu dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Walikota (PERWALI) Kota Bontang Nomor 34 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Wali Kota Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Penyelenggaraan Izin Usaha Toko Modern Minimarket penataan pasar moderen.


Memang agak kontradiktif jika kita mengingat kembali apa yang menjadi harapan pemerintah  terhadap pertumbuhan ekonomi dan keberlangsungan pelaku UMKM di kota TAMAN ini, situasi di lapangan  dengan apa yang selama ini digaungkan oleh pemerintah Kota Bontang tentang bagaimana agar UMKM  di Kota Bontang semakin bertumbuh dan berkembang sehingga menjadi penopang perekonomian di Kota Bontang.


Harapan itu menurut Amir Tosina anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra dan juga Ketua Komisi III meragukannya,  keraguan itu tentunya bagi Amir Tosina punya alasan tersendiri, salah satunya adalah tumbuh dan semakin berkembanhnya swalayan atau toko modern/ minimarket yang pada prinsipnya membunuh para pengusaha pengusaha kecil, toko klontong di sekitarnya dan UMKM pada umumnya, hal tersebut berimplikasi tentu pada persoalan pendapatan yang semakin berkurang, sementara berjalannya waktu kita semua tau kebutuhan mereka semakin meningkat.

Pemerintah harus bisa konsisten terhadap apa yang telah di ucapkan, dan harus berbanding lurus dengan implementasi dilapangan, tidak seperti sekarang ini, selain janji meningkatkan pertumbuhan usaha UMKM diabaikan perwali tentang Penataan Dan Penyelenggaraan Izin Usaha Toko Modern Minimarket penataan pasar moderen pun diabaikan, bahkan untuk memenuhi keinginan  vendor yang hendak membangun swalayan atau toko modern tersebut di kawasan lengkol, Dinas PTSP melakukan Pengajuan Perubaha atau Reviai Perwali nomor 34 tahun 2018 tentang Penataan Dan Penyelenggaraan Izin Usaha Toko Modern Minimarket dan penataan pasar moderen.


Timbul pertanyaan, apakah pemerintah kita keberpihakannya sudah tidak lagi untuk masyarakat, tapi keberpihakan itu lebih kepada kelompok Kapitalis yang punya modal besar, ada apa dengan pemerintah Kota Bontang ? Kata Ketua komisi III saat di hubungi tim www.muqrim.blogspot.com melalui sambungan telfon, kemudian sambung ketua Komisi III.


Saya meminta kepada Dinas PTSP Kota Bontang untuk memperhtikan ini, agar untuk sementara waktu menghentikan proses perizinan terhadap rencana pembangunan toko modern itu, dan dalam waktu dekat akan kita sgendakan RDP,  Ini akan menjadi perhatian khusus bagi saya terlebih kasus ini terjadi di daerah pemilihan saya, tentu sebagai perwakilan masyarakat di DPRD Saat ini, saya punya tanggung jawab terhadap bagaimana agar masyarakat tidak dirugiakan oleh setiap kebijakan yang di lahirkan  pemerintah eksekutif saat, selain tanggung jawab diatas tadi ada tanggung jawab dalam bentuk pengawasan yang melekat dalam diri saya sebagai anggota dan juga bagian dari lembaga DPRD Kota Bontang, turup Ketua Komisi III DPRD, Amir Tosina.


Memang sangat disayangkan ketika pemerintah lebih mengedepankan kepentingan para kelompok kapitalis ini dibanding memeprhatikan para pejuag perekonomian bangsa ini yakni para pelaku UMKM, semestinya pemerintah lebih berpihak kepada masyarakat kecil yang saat ini membutuhkan peran Pemkot untuk membangun usaha mereka agar bisa lebih berkembang lagi, sehingga perkembangan itu berdampak kepada pemenuhan kebutuhan keluarga yang tidak sulit lagi tentunya. 


Kalau yang terjadi saat ini, justru pemerintah secara tidak langsung memiskinkan warganya dan menempatkan kepentingan warga sebagai  bagian yang tidak penting dalam setiap perumusan-perumusan kebijakan Publik.