Kamis, 23 November 2023

PERSFEKTIF PEMILU 2024 DIBANDINGKAN DENGAN PEMILU TAHUN 2019 DI MATA KADER PARTAI DEMOKRAT

Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang, 23 November 2023

(Cawe-Cawe Penguasa Republik Pada Pemilu 2024, Perkara Nomor 90 Mahkamah Keluarga Dan Sikap Apatis Warga Negara Akan Kontestasi Politik Lima Tahunan)

Gambar : Foto Muhammad Muqrim ( Kader Partai Demokrat Kota Bontang )
Pemilu 5 (Lima) tahunan sering kita memaknainya pasca transisi kekuasaan dari orde baru ke era reformasi sebagai perhelatan pesta demokrasi rakyat Indonesia setiap lima tahun sekali, dalam rangka memilih pemimpin negara Presiden dan Wakil Presiden dan anggota DPRRI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI sebagai perwakilan rakyat di Lembaga legislatif.

Semaraknya pesta demokrasi lima tahunan tersebut membuat rakyat Indonesia di seluruh penjuru nusantara menyambutnya dengan semangat yang suka cita, semangat suka cita itu menjadikan perhelatan demokrasi limatahunan itu kerap sebagai materi diskusi yang wajib setiap kesempatan yang ada, entah itu di meja makan, perkantoran, pasar, mall, terlebih di warung warung kopi yang notabene dewasa ini sering menjadi tempat tongkrongan wajib bagi para aktivis, politisi dan berbagai profesi lainnya.

Namun pada pemilu yang akan di helat pada 14 februari 2024 mendatang terlihat sangat tidak menarik untuk di perbincangkan, hal itu terlihat jelas di kehidupan keseharian kita saat ini, pemberitaan media dan bahkan diskusi warung kopi yang biasasnya menjelang perhelatan pesta demokrasasi lima tahunan menjadi perbincangan wajib dalam setiap kesempatan perkopian.

Bahkan pemberitaan media massa justru banyak di domimasi oleh berita berita yang bernuansa hiburan dan dinamika sosial kehidupan masyarakat serta polemik kebijakan publik, berita politik terkait kepemiluan hingga menjelang perhelatan pesta demokrasi  yang sudah di depan mata, sangat jarang kita jumpai di portal portal pemberitaan media online maupun cetak.

Pada perhelatan pemilu kali ini memang berbeda dengan pemilu sebelumnya, kali ini pemilu lima tahunan yang biasanya terlebih dahulu dihelat adalah pemilu legislatif kemudian menyusul pemilu presiden dan wakil presiden meskipun aturan kepemiluannya sejak tahun 2017 untuk pemilu legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diatur dengan peraturan perundang undangan yang sama yakni  undang undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Namun di pemilu 2024 kali ini, pemilihan anggota DPRRI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI dan Pemilihan Presiden dan Wakil presiden di helat di waktu yang bersamaan dengan menggunakan presidential threshold 20 persen hasil pemilu legislatif 2019 dan parliamentary threshold 4 persen .

Aturan parliamentary threshold 4 persen yang berlaku pada pemilu legislatif 2019 yang tetap menjadi acuan untuk bisa lolos mendapatakan kursi di senayan, hal itu  tercantum dalam Pasal 414 dan 415 Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2017, dalam pasal tersebut di jelaskan bahwa ditetapkan sebuah parpol harus memperoleh suara sekurang-kurangnya 4 persen dari jumlah suara nasional untuk bisa memperoleh kursi di DPR.

Pada pemilu sebelumnya 2019 silam pemilihan Legislatif atau anggota DPRRI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI dihelat lebih dahulu kemudian pemilihan presiden dan wakil presiden belakangan, hal tersebut terjadi atau dilakukan karena pelaksanaan atau perhelatan pemilihan presiden dan wakil presiden dipersyaratkan adanya presidential threshold 20 persen sebagai syarat utama bagi partai dan gabungan partai politik untuk megusung atau mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden kemudian, untuk mengetahui itu maka harus menunggu hasil pemilu anggota DPRRI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI dengan parliamentary threshold 4 persen.

Masih dari sisi aturan kepemiluan,  menariknya adalah yang justru ramai di perbincangkan adalah soal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden mulai di level nasional hingga ke daerah, menurut Presiden Republik Indonesia IR. Joko Widodo dalam kesempatan membawakan pidato kenegaraan, beliau mengatakan menjelang pendaftaran Paslon Presiden dan Wakil Presiden,  terlalu banyak drama politiknya, mungkin yang dimaksud beliau adalah drama tentang issue 3 ( Tiga) periode, penundaan pemilu, cawe-cawe hingga soal keputusan mahkama konstitusi yang diplesetkan dengan diksi Mahkamah Keluarga,  karena keputusan perkara nomor 90 tentang usia dimana Mahkama Keluarga membuka ruang bagi anak anak muda terkhusus seorang anak presiden yang berumur dibawa 40 tahun bisa mencalonkan menjadi wakil presiden asalkan pernah menjadi kepala daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota meskipun usianya dibawa 40 tahun.

Keputusan Mahkamah Konstitusi pimpinan Anwar Usman yang notabene  masih memiliki hubungan kekerabatan atau keluarga yang sangat dekat dengan Presiden RI dan seorang Walikota Solo Gibran Raka Buming Raka dan yang sangat di untungkan atas keputusan itu adalah Walikota Solo Gibran Raka Buming Raka, memang keputusan itu tidak bisa dianggap sebagai sebuah diskresi atau kebebasan seorang ketua MK Anwar Usman mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi, karena kepemimpinan Mahkamah Konstitusi  bersifat kolektif koligial, namun lebih kepada Open legal policy, diksi ini sangat erat dikait kaitkan dalam keputusan perkara 90 tersebut, untuk diketahui bahwa Open legal policy adalah kebijakan hukum terbuka yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang apabila konstitusi sebagai norma hukum tertinggi tidak memberikan batasan yang jelas bagaimana seharusnya materi dalam undang-undang diatur.

Drama politik itu menenggelamkan materi diskusi tentang pemilihan anggota legislatif yang biasanya selalu menjadi materi yang mendominasi dalam setiap diskusi diskusi publik, baik yang di helat secara formal maupun yang non formal ( diskusi warung kopi).

Bahkan massifnya pergerakan (kampanye) para caleg di pemilu 2019 dalam rangka meyakinkan  para voters untuk memilih dirinya dan partainya tidak terlihat pada pemilu 2024 yang terhitung kurang dari 100 hari sejak hari ini, biasanya dalam situasi atau masa mejelang hari H seperti saat ini, ramai akan sosialisasi atau pengerahan massa itu terjadi, stiker sticker atau selebaran bersebaran di mana mana higngga terpasang di pintu pintu rumah warga, hal itu yang kita tidak temukan hari ini, ini sekan menggambarkan situasi politik yang seolah olah masyarakat sudah tidak lagi beruforia menyambut pesta demokrasi setiap lima tahun ini, kesan apatis terhadap politik itulah yang justru tergambarkan pada situasi saat ini.

Mungkin saja negara sengaja menciptakan situasi seperti ini, situasi yang tidak memusatkan/mengharapkan rakyat Indonesia untuk lebih cerdas dalam memilih keterwakilanya di parlemen, rakyat lebih cenderung didorong untuk memilih kucing  dalam karung meskipun regulasi itu sudah di batalkan namun faktanya ruang ruang bagi para kandidat atau calon anggota parlemen tidak terbuka lebar ( waktu Kampanye) untuk menunjukkan kapasitas dan kemampuan kepemimpinan mereka kepada pemilh menjelang hari dimana mereka akan dipilih dalam bilik atau TPS 14 Februari 2024.

 

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahakn Kembali Dengan Sajian Opini Terbaru Narasi Muqrim