Oleh :
Muhammad Muqrim ( Ketua PW IPLR Indonesia Kal-Tim)
Bontang,
14 Agustus 2022
"Tidak ada asap jika tidak ada api " ini Istilah yang paling tepat ketika menganalogikan setiap adanya permasalahan yang terjadi di masyarakat atau biasa disebut konflik masyarakat. Dimana pasti ada penyebab yang membuat suatu ras, golongan, agama, dan suku dapat terlibat dalam pertentangan. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang majemuk dan rentan terhadap adanya konflik, sehingga memerlukan suatu keharmonisan guna menciptakan suasana yang lebih kondusif.
“Configure”
yang artinya saling memukul, dan secara sosiologis, konflik berarti sebagai
sebuah proses sosial yang terjadi diantara dua orang atau bahkan lebih (bisa
juga dalam bentuk kelompok). Dan umumnya konflik dikenal sebagai suatu bentuk
pertentangan atau perbedaan ide, pendapat, faham, atau juga kepentingan yang
terjadi diantara dua pihak atau lebih. Ahli sosiologi Soerjono Soekanto
berkesimpulan bahwa ada empat (4) faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di
masyarakat. Keempat faktor itu adalah perbedaan antar kebudayaan, perbedaan
antar perorangan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial yang cepat.
Empat
(4) hal itulah yang menjadi pemicu terjadinya situasi menjadi tidak kondusif
ditengah tengah masyarakat, kesenjangan sosial, ekonomi dan lain sebagainya
merupakan dampak dari pada apa yang di pertentangkan antar dua kelopok atau
lebih yang di utarakan oleh salah satu ahli sosiologi di indonesia soerjono
soekanto, dimana keduanya punya
argumentasi yang menurut mereka masing masing sama sama benar entah konflik itu
konteksnya antara pembuat kebijakan dan kelompok yang memprotes kebijakan itu
Tidak
bisa kita pungkiri bahwa kebijakan itu terkadang terdapat kekeliruan
didalamnya, begitu juga ketika lahir sebuah gelombang protes yang diakibatkan
kebijakan itu, bisa saja mereka juga keliru menafsirkan kebijakan itu. Maka
perlu sebuah upaya diplomasi dalam rangka mencari sebuah solusi, solusi yang
proses dan tahapannya mengedepankan upaya akomodatif, kpentingan bersama
dan yang takkalah penting adalah
kesepakatan bersama ( resolusi ) sehingga dalam hal ini tidak ada yang merasa
dirugikan, semua mendapat manfaat baik pengambil kebijakan ataupun kelompok
massa yang memprotes kebijakan itu.
POTRET SINGKAT KONFLIK MASYARAKAT BUFERZONE & PERUSAHAAN PT. PKT
Sejak
awal mestinya langak-langkah persuasive itu yang harusnya ditempuh oleh kedua
pihak, upaya ini biasanya kita kenal dengan nama upaya atau langkah diplomasi. Namun faktanya upaya itu tidak
dilakukan sama sekali sehingga konflik yang sederhana itu menjadi sebuah
konflik yang berpotensi SARA, dengan melihat dinamika yang berkembang saat ini.
Potensi terjadinya konflik horisontal akibat aksi yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat buferzone diantaranya adalah munculnya gerakan gerakan penolakan
pencatutan nama bufferzone, laporan terhadap lembaga yang melakukan aksi
demonstrasi dan di laporkannya penanggung jawab aksi dan juru bicara aksi atas
dugaan pengrusakan gembok pagar. Hal ini saya anggap merupakan embrio lahirnya
konflik horisontal ( masyarakat dan
masyarakat). Muncul naluri bertanya saya seketika.
Apakah
situasi ini adalah merupakan bagian dari skenario atau upaya mitigasi pihak perusahaan
?
ataukah
memang murni lahir dari sebuah konflik dan dinamika sosial yang terjadi saat ini ?
Pemangku
kebijakanpun di Kota Bontang yang kita cintai ini, baik itu legislatif maupun
eksekutif seolah menutup mata adanya konflik yang besar ini, langkah prepentif
mestinya dilakukan untuk mencegah munculnya konflik-konflik baru yang justru
malah memperhadapkan masyarakat dengan masyarakat yang esensinya tidak
menyelesaikan inti persoalan yang sesungguhnya, jangan sampai apa yang saya
takutkan itu terjadi sehingga semua pihak akan dirugikan, tidak hanya soal
kondusivitas kota bontang, proses produksi kedua (2) perusahaan milik negara di
wilayah administratif Kota Bontang tentu akan mendapatkan dampak negatifnya
ketika itu benar benar terjadi di kemudian hari.
Melihat
gejolak yang terjadi di masyarakat hari ini, potensi itu sangat besar, Dan saya
kira kita semua punya pemikiran yang sama, bagaimana Kota Bontang itu tetap
dalam situasi dan suasana yang kondusif, kita tidak ingin sesama kita
masyarakat Kota Bontang saling berbenturan apalagi terpancing dengan issu issu SARA.
Mari kita belajar pada kasus sampit, kasus sampit hanya menyisakan penyesalan
dan korban yang semestinya bisa di hindari sejak awal seandainya semua bisa
duduk satu meja, bicara dari hati ke hati layaknya keluarga, kesampingkan ego
masing-masing mustahil permasalahan itu tidak terselesaikan.
Semua
pihak mestinya bisa mengambil peran masing masing disini, dalam rangka
mengantisipasi adanya potensi itu, akar permasalahan terjadinya konflik
masyarakat ini adalah hal yang penting untuk di selesaikan dimana konflik itu
berawal adanya gelombang protes kelompok masyarakat buferzone dan pihak
perusahaan, ini merupakan tanggung jawab bersama kita, tanpa terkecuali
pemerintah daerah, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akar permasalahan ini
ketika terselesaikan maka yakin dan percaya bahwa efek dominonya atau dampak
yang di timbulkan tadinya yang mengarah pada konflik sara bisa terhindarkan.
DAMPAK NEGATIF AKIBAT KONFLIK YANG BERKEPANJANGAN
Menurut
Ariyono Suyono Konflik adalah suatu proses sosial yang dapat tergangu karena
berusaha untuk melamahkan pihak lawan, baik dengan cara yang legal ataupun
illegal. Cara yang legal dilakukan dengan bentuk penyelesaikan di hukum
internasional sedangkan cara yang ilegal dilakukan dalam upaya penjajahan
kepada negara atau daerah lainnya. Hal ini bisa saja terjadi pada situasi saat
ini dimana bentuk penyelesaian yang mereka lakukan terhadap konflik antara
masyarakat buferzone dan pihak PT. PKT, bentuk dan upaya penyelesaiannya
seperti yang di utarakan oleh Ariyono Suyono.
Ketika
bicara konflik, maka tentu ada dampak yang di akibatkan oleh konflik itu, apalagi
Ketika konflik itu terjadi berkepanjangan, tentu yang terlintas dalam pikiran
kita adalah terjadi sesuatu atau sebuah situasi dan kondisi yang sifatnya tidak
baik atau negatif di lingkungan kita dan pastinya kondisi itu akan berefek secara
sikologis langsung ke masyarakat luas tidak hanya di daerah konflik tersebut,
misalnya muncul kecemasan akan terjadi sesuatu, kepanikan akan terjadi kerusuhan
dan perasaan yang tidak tenang selama konflik itu berlangsung.
Dan potensi
dampak negative secara luas yang
dirasakan masyarakat tentu pasti ada, misalnya berbagai dampak negatif yang potensi
di timbulkan oleh konflik di masyarakat misalnya, 1, Menyebabkan retaknya
hubungan antarkelompok sehingga muncul disintegrasi sosial, 2. Kerusakan harta
benda dan hilangnya nyawa manusia. 3. Perubahan kepribadian individu. Misalnya
dari yang semula sopan menjadi kasar dan tidak ramah, 4. Adanya dominasi sebuah
kelompok, 5. Munculnya aksi balas dendam dan perpecahan, 6 . Timbulnya aksi
kekerasan.
Berbagai
gejolak yang mucul sejak konfik ini bergulir, seakan di diamkan begitu saja
tidak ada upaya konkrit yang dilakukan pemerintah dalamrangka menyelesaikan
permasalahan ini, berbagai gerakan tandingan bahkan indikasi upaya
mengkriminaalisasi gerakan mereka para demonstran atau masyarakat buferzone
yang protes terhadap perusahaan tersebut, misalnya :
- 03 Agustus
2022, muncul Gerakan Aliansi Masyarakat Bufferzone, Mendukung kebijakan PT. PKT
soal CSR yang tidak sejalan dengan tujuan aksi Masyarakat Bufferzone mulai aksi
Jilid I & Aksi Jilid II.
- 11
Agustus 2022, Pelaporan terhadap Lembaga/organiasi kepemudaan IPLB oleh 23
Ormas Daerah & Profesi atas dugaan melecehkan, menghina & merendahkan
harkat dan martabat tokoh adat kutai guntung & tokoh adat kutai bontang
kuala.
- 13
Agustus 2022, pemanggilan pihak kepolisian terhadap pentolan aksi atas dugaan pengrusakan
gembok pagar di jalan tembus Kawasan KIE, RS Pupuk Kaltim.
- Berbagai
statmen-statmen netizen yang di duga sengaja diarahkan oleh pihak tertentu untuk
menggembosi atau melemahkan Gerakan demonstrasi Jilid III yang rencananya senin
15 Agustus 2022 akan digelar Kembali di bundaran Pupuk Kalimantan Timur.
Dari berbagai
dampak yang di timbulkan sebagaimana saya uraikan diatas, tentu yang menjadi
korban adalah masyarakat itu sendiri, dan yang tertawa adalah oknum yang diduga
sengaja melakukan upaya adu domba antar masyarakat yang ada di wilayah
bufferzone, bisa saja mereka ( Oknum Tidak Bertanggung Jawab) tidak akan pernah
segan untuk mecarikan jalan agar masyarakat saling bunuh membunuh Ketika itu
memang diperlukan agar kepentingan oknum tersebut tidak terganggu.
Setelah
melihat dan mengamati gejolak akhir akhir ini, dan kemudian menganalisanya
berdasarkan ketersediaan data yang ada, saya pun berkesimpulan bahwa konflik
ini kurang perhatian oleh pihak-pihak pengambil kebijakan di kota Ini, di
mungkinkan ada konflik of interes disana Ketika mereka hadir sehingga mereka lebih
meyikapinya dengan biasa-biasa saja dan bahkan kesannya justru mengabaikan. Atau
mungkin juga Legislatif dan Eksekutif beranggapan bahwa mereka tidak punya
kewenangan untuk ikut campur dalam konflik ini karena PT. PKT itu adalah Objek Vital
Nasional meskipun misalnya faktanya masyarakat adalah korban disitu.
Tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah daerah selain terlibat dalam penyelesaian konflik ini. pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan negara di daerah wajib hadir dalam menyelesaikan konflik masyarakat Vs Perusahaan milik negara PT. PKT yang terjadi saat ini, jangan biarkan konflik ini berkepanjangan/berlarut larut sehingga memakan korban yang kita semua tidak inginkan bersama.
Bersambung.......
Referensi : Kompas.com
0 comments:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahakn Kembali Dengan Sajian Opini Terbaru Narasi Muqrim