Oleh
: Muhammad Muqrim
Bontang,
23 November 2023
(Cawe-Cawe Penguasa Republik Pada Pemilu 2024, Perkara Nomor 90 Mahkamah Keluarga Dan Sikap Apatis Warga Negara Akan Kontestasi Politik Lima Tahunan)
Semaraknya
pesta demokrasi lima tahunan tersebut membuat rakyat Indonesia di seluruh
penjuru nusantara menyambutnya dengan semangat yang suka cita, semangat suka
cita itu menjadikan perhelatan demokrasi limatahunan itu kerap sebagai materi
diskusi yang wajib setiap kesempatan yang ada, entah itu di meja makan,
perkantoran, pasar, mall, terlebih di warung warung kopi yang notabene dewasa
ini sering menjadi tempat tongkrongan wajib bagi para aktivis, politisi dan
berbagai profesi lainnya.
Namun
pada pemilu yang akan di helat pada 14 februari 2024 mendatang terlihat sangat
tidak menarik untuk di perbincangkan, hal itu terlihat jelas di kehidupan
keseharian kita saat ini, pemberitaan media dan bahkan diskusi warung kopi yang
biasasnya menjelang perhelatan pesta demokrasasi lima tahunan menjadi
perbincangan wajib dalam setiap kesempatan perkopian.
Bahkan
pemberitaan media massa justru banyak di domimasi oleh berita berita yang
bernuansa hiburan dan dinamika sosial kehidupan masyarakat serta polemik
kebijakan publik, berita politik terkait kepemiluan hingga menjelang perhelatan
pesta demokrasi yang sudah di depan mata,
sangat jarang kita jumpai di portal portal pemberitaan media online maupun
cetak.
Pada
perhelatan pemilu kali ini memang berbeda dengan pemilu sebelumnya, kali ini
pemilu lima tahunan yang biasanya terlebih dahulu dihelat adalah pemilu
legislatif kemudian menyusul pemilu presiden dan wakil presiden meskipun aturan
kepemiluannya sejak tahun 2017 untuk pemilu legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden diatur dengan peraturan perundang undangan yang sama yakni undang undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan
umum. Namun di pemilu 2024 kali ini, pemilihan anggota DPRRI, DPRD Provinsi,
DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI dan Pemilihan Presiden dan Wakil presiden di helat
di waktu yang bersamaan dengan menggunakan presidential threshold 20 persen
hasil pemilu legislatif 2019 dan parliamentary threshold 4 persen .
Aturan
parliamentary threshold 4 persen yang berlaku pada pemilu legislatif 2019 yang
tetap menjadi acuan untuk bisa lolos mendapatakan kursi di senayan, hal itu tercantum dalam Pasal 414 dan 415
Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2017, dalam pasal tersebut di jelaskan bahwa ditetapkan
sebuah parpol harus memperoleh suara sekurang-kurangnya 4 persen dari jumlah
suara nasional untuk bisa memperoleh kursi di DPR.
Pada
pemilu sebelumnya 2019 silam pemilihan Legislatif atau anggota DPRRI, DPRD
Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI dihelat lebih dahulu kemudian pemilihan
presiden dan wakil presiden belakangan, hal tersebut terjadi atau dilakukan
karena pelaksanaan atau perhelatan pemilihan presiden dan wakil presiden
dipersyaratkan adanya presidential threshold 20 persen sebagai syarat utama
bagi partai dan gabungan partai politik untuk megusung atau mencalonkan
pasangan Presiden dan Wakil Presiden kemudian, untuk mengetahui itu maka harus
menunggu hasil pemilu anggota DPRRI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI
dengan parliamentary threshold 4 persen.
Masih
dari sisi aturan kepemiluan, menariknya
adalah yang justru ramai di perbincangkan adalah soal pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden mulai di level nasional hingga ke daerah, menurut Presiden Republik
Indonesia IR. Joko Widodo dalam kesempatan membawakan pidato kenegaraan, beliau
mengatakan menjelang pendaftaran Paslon Presiden dan Wakil Presiden, terlalu banyak drama politiknya, mungkin yang
dimaksud beliau adalah drama tentang issue 3 ( Tiga) periode, penundaan pemilu,
cawe-cawe hingga soal keputusan mahkama konstitusi yang diplesetkan dengan
diksi Mahkamah Keluarga, karena
keputusan perkara nomor 90 tentang usia dimana Mahkama Keluarga membuka ruang
bagi anak anak muda terkhusus seorang anak presiden yang berumur dibawa 40
tahun bisa mencalonkan menjadi wakil presiden asalkan pernah menjadi kepala
daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota meskipun usianya dibawa 40 tahun.
Keputusan
Mahkamah Konstitusi pimpinan Anwar Usman yang notabene masih memiliki hubungan kekerabatan atau
keluarga yang sangat dekat dengan Presiden RI dan seorang Walikota Solo Gibran Raka
Buming Raka dan yang sangat di untungkan atas keputusan itu adalah Walikota
Solo Gibran Raka Buming Raka, memang keputusan itu tidak bisa dianggap sebagai
sebuah diskresi atau kebebasan seorang ketua MK Anwar Usman mengambil keputusan
sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi, karena kepemimpinan Mahkamah
Konstitusi bersifat kolektif koligial,
namun lebih kepada Open legal policy, diksi ini sangat erat dikait kaitkan
dalam keputusan perkara 90 tersebut, untuk diketahui bahwa Open legal policy adalah
kebijakan hukum terbuka yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang
apabila konstitusi sebagai norma hukum tertinggi tidak memberikan batasan yang
jelas bagaimana seharusnya materi dalam undang-undang diatur.
Drama
politik itu menenggelamkan materi diskusi tentang pemilihan anggota legislatif
yang biasanya selalu menjadi materi yang mendominasi dalam setiap diskusi
diskusi publik, baik yang di helat secara formal maupun yang non formal (
diskusi warung kopi).
Bahkan
massifnya pergerakan (kampanye) para caleg di pemilu 2019 dalam rangka
meyakinkan para voters untuk memilih
dirinya dan partainya tidak terlihat pada pemilu 2024 yang terhitung kurang
dari 100 hari sejak hari ini, biasanya dalam situasi atau masa mejelang hari H
seperti saat ini, ramai akan sosialisasi atau pengerahan massa itu terjadi,
stiker sticker atau selebaran bersebaran di mana mana higngga terpasang di
pintu pintu rumah warga, hal itu yang kita tidak temukan hari ini, ini sekan
menggambarkan situasi politik yang seolah olah masyarakat sudah tidak lagi
beruforia menyambut pesta demokrasi setiap lima tahun ini, kesan apatis
terhadap politik itulah yang justru tergambarkan pada situasi saat ini.
Mungkin
saja negara sengaja menciptakan situasi seperti ini, situasi yang tidak
memusatkan/mengharapkan rakyat Indonesia untuk lebih cerdas dalam memilih
keterwakilanya di parlemen, rakyat lebih cenderung didorong untuk memilih
kucing dalam karung meskipun regulasi
itu sudah di batalkan namun faktanya ruang ruang bagi para kandidat atau calon
anggota parlemen tidak terbuka lebar ( waktu Kampanye) untuk menunjukkan
kapasitas dan kemampuan kepemimpinan mereka kepada pemilh menjelang hari dimana
mereka akan dipilih dalam bilik atau TPS 14 Februari 2024.