Oleh : Muhammad Muqrim
Bontang : 28 Mei 2021
Sudah umum setiap kepala daerah baru di seluruh Nusantara senantiasa menjadikan narasi ini sebagai strategi untuk menenangkan masyarakat di awal awal pemerintahannya. Namun tidak jarang yang gagal mengimplementasikan janji tersebut, ada yang sebatas menggugurkan kewajiban saja dengan wacana ada pula yang sama sekali gagal baik secara wacana maupun secara implementasi.Ketika melihat upaya pemeritah kota Bontang yang baru hari ini pasca pelantikan, janji 100 hari pun menjadi jurus jitu untuk mengambil simpati masyarakat, namun sayang upaya dan proses menuju harapan itu tercederai oleh banyaknya upaya upaya yang tidak dalam konteks program 100 hari tersebut atau tidak terkorelasi.
Ada tiga program unggulan yang dijanjikan dieksekusi dan diselesaikan dalam 100 hari masa jabatan pasca pelantikan yakni :
1. Pengendalian Banjir
2. Pariwisata
3. Sentral UMKM
ketiga program ini masuk sebagai program prioritas yang akan diselesaikan dalam 100 hari kerja. Berbeda dengan kebanyakan daerah lain di Nusantara ini, hampir rata rata yang menjadi program utama disusul program lain untuk di selesaikan dalam waktu 100 hari adalah persoalan peningkatan kapasitas, moralitas dan kualitas aparatur sipil negara ASN di lingkup pemerintahan mereka, sejalan dengan program program prioritas yang lain sebagai output dari kebijakan aparatur yang dimaksud.
Bicara soal program seratus hari, implementasi dan suksesnya program ini tentu perlu indikator atau ukuran untuk bisa dikatakan bahwa itu berhasil di lakukan dan dilaksanakan, sampai Hari ini setelah statment 3 program 100 hari itu keluar belum ada sama sekali bentuk dan indikator apa yang bisa menjadi ukuran ketiga program ini. Jangan sampai berakhir hanya sebatas harapan saja.
Kalau saya secara pribadi melihat pola atau strategi yang di terapkan pemerintahan baru kota Bontang hari ini untuk menyelesaikan program seratus hari tersebut sepertinya agak berat untuk bisa direalisasikan. Coba kita lihat satu bulan terakhir misalnya bukannya fokus dengan agenda agenda seratus hari misalnya, justru malah di sibukkan dengan agenda agenda yang tidak ada korelasinya dengan program 100 harinya.
Belum lagi kita bicara soal PERDA RPJMD misalnya yang menjadi acuan baku dalam menyusun program program pemerintahan kedepan, termasuk program 100 hari tersebut. Tentu ini akan berpengaruh pada proses dan hasil dari janji 100 hari tersebut. Pelu di pahami bersama bahwa ada abatasan waktu untuk membahas dan mengesahkan RPJMD yakni 3 Bulan setelah diusulkannya, jangan sampai karena persoalan ini tidak tuntas segala bentuk program lain menjadi bermasalah imbas dari keterlambatan pengesahan RPJMD tersebut.
Banyaknya persoalan yang terjadi dilingkup aparatur pemeritah juga menjadi salah satu pemicu kegagalan program 100 hari tersebut, contoh misalnya persoalan yang ada di kecamatan Bontang selatan tepatnya Kelurahan Berbas Tengah persoalan yang tak kunjung selesai hingga hari ini masalah pemilihan ketua RT 59 dan RT 38. Persoalan ini tidak bisa didiamkan begitu saja tanpa adanya penyelesaian karena menurut saya ini juga akan memicu tidak Kondusifnya daerah setempat akibat permasalahan ini, banyak kejadian di daerah lain terjadi keributan hanya karena perselisihan tentang pemiliha RT yang tidak mampu di selesaikan pihak aparatur Pemeritah Setempat.
Harapan kami sebagai masyarakat, pemeritah harus mampu mengklaster persoalan persoalan kemasyarakatan, dari yang terkecil sampai yang terbesar untuk dicarikan solusi yang tepat, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat terlebih di media sosial atau netizen misalnya.
Terakhir pada tulisan ini saya ingin mengatakan bahwa pemerintah seyogyanya lebih fokus bagaimana merealisasikan program 100 hari tersebut, termasuk finalisasi RPJMD dan juga evaluasi aparatur pemerintahan ditingkat kecamatan dan kelurahan.
Next...